These Last Days News - March 12, 2021
KOMUNI DI TANGAN MERUSAK IMAN…
https://www.tldm.org/news49/communion-in-the-hand-is-undermining-the-faith.htm
KnightsRepublic.com reported on March 2020:
by David Martin
Dengan adanya krisis iman yang semakin dalam yang terus menimpa Gereja, entah bagaimana hierarki Katolik tidak menyadari bahwa inti permasalahannya adalah merendahkan penghargaan kita terhadap Ekaristi Kudus, yang terutama didorong oleh praktik keliru dalam menerima Komuni di tangan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Juli lalu, Uskup Athanasius Schneider mengutip bahwa Komuni di tangan sebagai penyalahgunaan utama dimana saat ini Kristus "terus-menerus diinjak-injak" dan Uskup Schneider menyerukan umat beriman untuk kembali berlutut "dalam sikap seorang anak, membuka mulut dan membiarkan dirinya diberi makan Kristus sendiri dalam semangat kerendahan hati" melalui lidah mereka.
Kardinal Robert Sarah, mantan prefek Kongregasi untuk Ibadat Ilahi Vatikan, juga mengecam penerimaan Komuni di tangan dan mendesak umat beriman untuk kembali menerima Komuni di lidah sambil berlutut.
Dalam kata pengantar bukunya tentang subjek ini yang diterbitkan pada tahun 2018, kardinal tersebut mengutip kurangnya rasa hormat terhadap Sakramen Mahakudus sebagai kekacauan utama yang merusak Iman saat ini dan mengatakan bahwa Komuni di tangan sengaja ditabur oleh iblis untuk tujuan ini.
“Serangan jahat yang paling berbahaya adalah mencoba memadamkan iman kepada Ekaristi, menabur kesalahan, dan mendukung cara yang tidak tepat untuk menerima-Nya," tulis Sarah.
"Sesungguhnya peperangan antara Michael dan para Malaikatnya di satu pihak, dan Lucifer di pihak lain, terus berlanjut di dalam hati umat beriman: Sasaran Setan adalah Kurban Misa dan Kehadiran Nyata Yesus dalam Hosti yang telah dikonsekrasikan.”
“Mengapa kita bersikeras menerima Komuni sambil berdiri dan dengan tangan?,” tanya kardinal Robert Sarah. “Mengapa kita tidak berlutut untuk menerima Komuni Kudus seperti yang dilakukan oleh para kudus?” Menurut Sarah, cara Ekaristi dibagikan dan diterima “merupakan pertanyaan penting yang harus direnungkan oleh Gereja saat ini.”
Perkataan kardinal ini sangatlah tepat waktu, karena krisis utama yang sekarang dihadapi Gereja adalah hilangnya kesadaran akan kehadiran adikodrati Kristus di tabernakel. Komuni di tangan diperkenalkan kembali pada tahun enam puluhan oleh para uskup pembangkang untuk mengurangi keilahian Kristus dan mengobarkan ketidakpercayaan ini pada Kehadiran Nyata Yesus Kristus di dalam Hosti Kudus. Almarhum Romo John Hardon, berbicara di Konferensi Panggilan kepada Kekudusan di Detroit, Michigan, pada tanggal 1 November 1997, mengatakan kepada para undangan: “Di balik Komuni di tangan — saya ingin mengulangi dan menjelaskan sejelas mungkin — adalah melemahnya, melemahnya iman secara sadar dan sengaja terhadap Kehadiran Nyata... Apa pun yang dapat Anda lakukan untuk menghentikan Komuni di tangan akan diberkati oleh Tuhan.”
Tuhan memang akan memberkati semua upaya untuk menghentikan Komuni di tangan, karena Tuhan tidak pernah menyetujuinya. Dan meskipun praktik ini dilakukan saat ini sebagai hukum yang umum, tetapi tangan kaum awam tidak disucikan untuk memegang Sakramen Mahakudus, sehingga jika mereka melakukannya, maka mereka telah melakukan sakrilegi atau penistaan.
Menguatkan setan
Hal ini pada gilirannya mendatangkan dampak rohani dan mendatangkan wabah setan ke dalam gereja, sehingga yang dipelihara adalah pola pikir yang tercemar (dibuktikan dengan banyaknya penodaan atau pencemaran serta pertunjukan ketidaksenonohan di dalam gereja), serta gagasan sesat tentang Ekaristi dan Kurban Kudus (misalnya Ekaristi adalah sekedar roti suci, Misa adalah jamuan makan, Misa adalah pertemuan komunitas, dll.) Jika umat Katolik saat ini tidak lagi percaya bahwa Ekaristi adalah Sang Pencipta Sendiri dalam Pribadi, itu karena praktik jahat inilah yang telah merendahkan agama mereka dan memelihara mentalitas murtad ini.
Karena alasan itulah Paus Paulus VI dalam instruksinya Memoriale Domini pada bulan Mei 1969 memperingatkan bahwa Komuni di tangan “…membawa serta bahaya tertentu… bahaya hilangnya rasa hormat terhadap Sakramen Agung di altar, pencemaran, dan pemalsuan terhadap doktrin yang benar.”
Memupuk Bidaah
Komuni di tangan erat kaitannya dengan bidaah, khususnya bidaah Modernisme yang dijuluki "sintesis dari semua bidaah" (Pius X, Pascendi Dominici Gregis, 1907), karena semua bidaah, dengan satu atau lain cara, merupakan serangan terhadap Keilahian Kristus. Komuni di tangan mempertahankan dan memelihara penyangkalan terhadap Keilahian Kristus, dengan demikian memelihara bidaah.
Memang tidak ada tujuan lain selain memelihara penghinaan terhadap Kristus dalam Ekaristi. Menerima Komuni dengan tangan mendorong kenajisan pribadi dan menumbuhkan mentalitas umum untuk melanggar batas-batas terlarang (menyentuh apa yang tidak seharusnya kita sentuh), yang mengingatkan kita pada pelanggaran Hawa ketika dia bangkit dalam kesombongannya dan memakan buah terlarang.
Begitulah pekerjaan si ular tua yang diberi kekuatan besar untuk bekerja di dalam Gereja melalui praktik ini. Setan berusaha menghancurkan konsep monarki Gereja yang mana Kristus dilihat sebagai manusia biasa yang “dilambangkan” oleh Hosti, dan Komuni di tangan telah menjadi alat yang efektif untuk melaksanakan ajaran sesat ini.
Belum lagi bagaimana Komuni di tangan telah menyebabkan Hosti kadang-kadang dijatuhkan di bawah bangku atau dilemparkan ke dalam tempat air suci. Bahkan ada laporan tentang seorang pria yang memberikan Ekaristi Kudus kepada anjingnya setelah menerimanya di tangan.
Karena alasan itulah Paus St. Leo Agung (440-461) dengan penuh semangat membela dan menuntut ketaatan suci pada praktik pemberian Komuni Kudus hanya di lidah.
Paus Paulus VI dalam surat pastoralnya tahun 1969 menegaskan kembali hal ini, dengan mengatakan, “Metode ini [di lidah] harus dipertahankan.” Ini sebagai tanggapan terhadap para uskup Belanda yang menuntut Komuni di tangan, bertentangan dengan keinginannya dan menentang larangan yang telah ada selama berabad-abad.
Larangan Gerejawi
Larangan terhadap Komuni di tangan sudah ada sejak Gereja awali. Paus St. Sixtus I (115-125) mengeluarkan dekrit berikut: "Umat beriman dilarang menyentuh bejana-bejana suci, atau menerima Komuni di tangan."
Komuni di tangan sebenarnya telah menerima beberapa kutukan gerejawi. Konsili Saragossa (380 M) memberikan exkom kepada siapa pun yang berani menerima Komuni di tangan. Hal ini ditegaskan oleh Sinode Toledo (589), yang dikenal karena pembelaannya yang gigih terhadap keilahian Kristus.
Sinode Rouen (650) juga mengutuk Komuni di tangan untuk menghentikan pelecehan kepada Tuhan yang meluas, yang terjadi melalui praktik ini, dan sebagai perlindungan terhadap penistaan. Konsili memutuskan: "Jangan menaruh Ekaristi di tangan umat awam, laki-laki atau perempuan, tetapi hanya di mulut/lidah mereka."
Konsili Ekumenis Keenam di Konstantinopel (680-81) juga melarang umat beriman menerima Hosti di tangan mereka, bahkan mengancam pelanggarnya dengan exkom.
Larangan-larangan di atas tidak pernah dibatalkan secara hukum. Komuni di tangan dilakukan saat ini sebagai "hukum umum" dan telah menjadi penghalang utama dalam kemajuan rohani umat beriman. Bukan tanpa alasan bahwa St. Basil Agung menganggap Komuni di tangan sebagai "kesalahan serius." (Surat 93)
Menolak Misa
Sebuah kesalahan serius adalah bahwa para uskup melalui disiplin liturgi yang buruk telah membiarkan umat beriman jatuh ke dalam kebutaan yang menyedihkan karena tidak mengakui kehadiran fisik dan adikodrati Kristus dalam Ekaristi. Karena Komuni di tangan dan kepura-puraan serupa lainnya, banyak orang saat ini tidak mengerti apa itu Misa.
Selama Konsekrasi Misa, Kurban Kristus diperagakan kembali melalui rumusan peringatan yang diperintahkan oleh Kristus kepada para Rasul-Nya — Inilah Tubuh-Ku, Inilah Darah-Ku. Setelah konsekrasi, hakikat roti dan anggur diubah menjadi hakikat Yesus Kristus sendiri. Hakikatnya bukan lagi hakikat roti dan anggur, melainkan hakikat Kristus, semata-mata dan sepenuhnya, tanpa hakikat lain yang bercampur dengannya. Hanya aksidental atau sifat fisik dari roti dan anggur yang tersisa.
Pengakuan akan Misteri adikodrati ini adalah kriteria utama yang ditetapkan oleh Gereja untuk menerima Komuni, yang jika tanpa hal itu, seseorang tidak boleh menerima Komuni. Membiarkan umat awam memegang Hosti cenderung menghapus fakta dogmatis ini dari pikiran kita dan menunjukkan bahwa Komuni Kudus hanyalah formalitas belaka, sebuah "perjamuan kudus," di mana orang-orang dapat datang seperti di kafetaria untuk menikmati "roti yang diberkati." Dengan demikian, segala macam sikap tidak hormat dipromosikan, misalnya petikan gitar di dalam misa di gereja, wanita berpakaian bebas, bertato, dll.
Survei telah menunjukkan bahwa hanya 30 persen umat Katolik Amerika yang percaya pada Kehadiran Nyata dari Yesus Kristus di dalam Ekaristi, dan Komuni di tangan telah memberikan kontribusi besar terhadap hal ini. Dan sementara Paus Francis sendiri melihat kepatuhan ketat kepada dogma sebagai "penyembahan berhala," maka dia perlu dan harus memahami bahwa tanpa melestarikan dogma melalui disiplin tradisional, orang akan jatuh ke dalam penyembahan berhala, di mana mereka mengabaikan Tuhan dan sebaliknya berpaling kepada satu sama lain.
Rasa hormat
Umat beriman sebaiknya mempertimbangkan tindakan Musa ketika dia mendekati semak yang terbakar di gunung. Tuhan memerintahkannya untuk menanggalkan sandalnya karena dia berada di tanah yang suci. Dan "Musa menyembunyikan mukanya, sebab dia tidak berani memandang Allah" (Keluaran 3:6) dan berpikir bahwa ini adalah ‘lambang’ kehadiran Allah, bukan kehadiran fisik yang sesungguhnya. Dengan penghormatan yang lebih besar berapa banyak lagi kita harus mendekati altar tempat Sang Pencipta sendiri tinggal siang dan malam dalam Tubuh dan Roh yang sepenuhnya? Haruskah kita mengejek-Nya dan menari-nari kecil (Misa gitar) lalu menjulurkan tangan kita yang najis dan mencoba menjadikan Tuhan semesta alam sebagai wafer kesayangan kita? Tuhan melarang hal ini!
Kita juga dapat merenungkan bagaimana Allah menghukum mati Oza hanya karena mengulurkan tangan-Nya untuk memegang Tabut Perjanjian ketika Tabut itu mulai miring saat ditarik dengan kereta. (2 Samuel 6:6,7) Tabut yang berisi loh-loh hukum Taurat dan satu buah manna adalah tiga gambaran dari Kemah Suci yang akan berisi Roti Kehidupan yang kita terima dalam Perjamuan Kudus. Kemarahan Allah berkobar terhadap Oza karena berani menyentuh Tabut. Karena itu apa yang akan terjadi pada umat awam yang berani menyentuh Sang Pencipta Sendiri yang tinggal di dalam Tabut Perjanjian Baru (Kemah Suci)?
Kultus Setan Didukung
Karena Komuni di tangan, anggota kultus setan diberi akses mudah untuk memasuki Gereja dan mengambil Hosti, sehingga mereka membawa Hosti itu kembali kepada kelompok mereka di mana Ia disalahgunakan dan dianiaya dalam Misa Hitam ritualistik untuk Setan. Mereka buang air besar di Hosti dan menghancurkan-Nya di bawah sepatu mereka sebagai ejekan terhadap Tuhan yang hidup, dan kita tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya? Di antara mereka sendiri, para pemuja setan menyatakan bahwa Komuni di tangan adalah hal terbesar yang pernah terjadi pada mereka, dan kita akan terus membantu mereka dengan praktik kita yang biasa dan salah?
Mike Warnke, mantan pendeta tinggi setan yang kemudian bertobat menjadi Kristen, memperingatkan para uskup AS bahwa mengizinkan Komuni di tangan adalah sebuah kesalahan, dengan menunjukkan bagaimana hal ini memungkinkan para pemuja setan memiliki akses mudah dalam mendapatkan Hosti, yang mereka cemarkan dalam ritual mereka.
Hal ini dikonfirmasi oleh Romo Andrew Trapp dari Carolina Selatan, yang mengunggah cerita di web tentang seorang mantan pemuja setan di dalam kelompok doanya [Nicholas] yang mengungkapkan kepadanya bagaimana mereka mencuri Hosti yang telah dikonsekrasi dari Gereja Katolik dengan tujuan untuk menodai-Nya dalam Misa Hitam yang bersifat setan.
Itulah sebabnya Paus Benediktus XVI berusaha untuk membatalkan praktik ini selama masa kepausannya. Kardinal Llovera, mantan Prefek Kongregasi Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen, mengatakan pada tahun 2009, “Misi Kongregasi Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen adalah untuk bekerja mempromosikan penekanan Paus Benediktus pada praktik liturgi tradisional, seperti penerimaan Komuni di lidah sambil berlutut.”
Paus saat itu jelas tidak ingin umat Katolik menerima Komuni di tangan, juga tidak ingin mereka berdiri untuk menerima, karena alasan itulah umat beriman di Misa-misanya diharuskan untuk berlutut dan menerima di lidah.
Tata tertib yang sudah ada selama berabad-abad yang hanya memperbolehkan tangan seorang imam yang dikonsekrasi untuk memegang Tubuh Kristus juga melarang “Pelayan Ekaristi” awam. Konsili Trente mempermalukan praktik konyol saat ini yang memperbolehkan kaum awam untuk ikut membagikan Komuni.
“Hanya para imam yang diberi kuasa untuk mengkonsekrasikan dan memberikan Ekaristi Kudus kepada umat beriman.” (Konsili Trente)
Paus Yohanes Paulus II, meskipun bersikap lunak, menjelaskan bahwa Hosti Kudus bukanlah sesuatu yang boleh disentuh oleh kaum awam. “Menyentuh species kudus (Hosti Kudus) dan membagikan-Nya dengan tangan mereka sendiri merupakan hak istimewa kaum tertahbis.” (Dominicae Cenae, Februari 1980)
Hal ini bermula dari fakta bahwa tangan kaum awam tidak diurapi untuk menyentuh Ekaristi, tidak seperti tangan seorang imam. Santo Thomas Aquinas dengan indah mengartikulasikan ajaran ini dalam Summa Theologica-nya.
“Karena rasa hormat terhadap Sakramen ini, tidak ada yang boleh menyentuh-Nya, kecuali apa yang telah dikonsekrasikan; oleh karena itu korporal dan piala dikonsekrasikan, demikian pula tangan imam, untuk menyentuh Sakramen ini.”
Tangan kaum awam tidak ditahbiskan untuk menyentuh Sakramen ini seperti dalam imamat, dan jika membiarkan umat awam melakukannya akan menumbuhkan gagasan sesat tentang kaum awam sebagai "imamat bersama," seperti yang dituduhkan oleh Luther.
Komuni di tangan khususnya dikaitkan dengan mendiang Kardinal Suenens, seorang bidaah dan Freemason (diinisiasi 6-15-67, nama sandi "LESU") yang memperkenalkan praktik ini kepada para uskup Belanda pada pertengahan tahun enam puluhan. Suenens, yang mengawasi penerapan "pembaruan" karismatik di seluruh dunia dalam Gereja Katolik dan yang menganjurkan para imam yang menikah, terkenal karena mencemarkan nama baik Ekaristi dan imamat.
Namun, kaum Arian yang sesatlah yang pertama kali memperkenalkan Komuni di tangan sebagai sarana untuk mengekspresikan keyakinan mereka bahwa Kristus tidaklah ilahi. Sayangnya, hal itu telah berfungsi untuk mengekspresikan hal yang sama di zaman kita dan telah berkontribusi besar terhadap runtuhnya Iman. Jika kita memiliki masalah "penyalahgunaan" saat ini, itu karena kita menyalahgunakan sakramen (Ekaristi) — itu menjadi bumerang bagi kita!
Tak perlu dikatakan lagi, Komuni di tangan adalah terlarang, meskipun para uskup yang tidak patuh saat ini menyetujuinya dengan sembrono. Pastor John Hardon menjelaskan: "Komuni di tangan dimulai dengan penerbitan Katekismus Belanda tanpa izin siapa pun kecuali para uskup — yang pada dasarnya, mereka pada prinsipnya memisahkan diri dari Tahta Suci. Satu demi satu negara mulai meminta izin, yang tidak pernah diminta oleh para uskup Belanda." (Berbicara di Konferensi Panggilan untuk Kekudusan, 1 November 1997)
Paus Benediktus XVI telah melakukan bagiannya untuk mencoba membersihkan Gereja dari penyalahgunaan ini, mengingat bagaimana hal itu telah merusak pandangan kita tentang Kristus dan Gereja. Kita dapat mengatakan bahwa suatu bentuk 'atheisme Ekaristi' telah muncul. Jika disiplin liturgi yang buruk telah berkontribusi terhadap kemurtadan, obatnya adalah kembali berlutut dan menerima Ekaristi di lidah.
Sayangnya, Paus Francis yang kepausannya telah dilihat sebagai perampasan kekuasaan Benediktus, telah melakukan banyak hal untuk membalikkan kebaikan yang telah dilakukan Benediktus. Pada Audiensi Umum hari Rabu, 21 Maret 2018, Francis mengatakan bahwa Komuni dapat diterima "di tangan, sebagaimana yang diinginkan."
Virus Corona Bukanlah Alasan
Dan sekarang para uskup yang bandel menggunakan virus corona sebagai alasan untuk memaksakan Komuni di tangan kepada umat beriman, dengan alasan bahwa menerima di lidah membantu menyebarkan virus.
Uskup Schneider dengan indah membantah argumen ini, dengan menunjukkan bahwa Komuni di tangan kurang higienis dan menimbulkan risiko penularan yang jauh lebih besar daripada menerima Komuni di mulut / lidah.
“Dari sudut pandang higienis, tangan membawa sejumlah besar bakteri. Banyak patogen yang ditularkan melalui tangan. Baik dengan berjabat tangan dengan orang lain atau sering menyentuh benda, seperti gagang pintu atau pegangan tangan dan palang pegangan di angkutan umum, kuman dapat dengan cepat berpindah dari tangan ke tangan; dan dengan tangan dan jari yang tidak higienis ini orang kemudian sering menyentuh hidung dan mulut mereka. Selain itu, kuman terkadang dapat bertahan hidup di permukaan benda yang disentuh selama berhari-hari. Menurut sebuah studi tahun 2006, yang diterbitkan dalam jurnal "BMC Infectious Diseases", virus influenza dan virus serupa dapat bertahan hidup di permukaan benda mati, seperti misalnya gagang pintu atau pegangan tangan dan gagang pintu di angkutan umum dan gedung-gedung publik selama beberapa hari.
“Banyak orang yang datang ke gereja dan kemudian menerima Komuni Kudus di tangan mereka, pertama-tama telah menyentuh gagang pintu atau pegangan tangan dan palang pegangan di angkutan umum atau gedung-gedung lainnya. Dengan demikian, virus melekat di telapak tangan dan jari-jari tangan mereka. Dan kemudian selama Misa Kudus dengan tangan dan jari-jari ini, mereka terkadang menyentuh hidung atau mulut mereka. Dengan tangan dan jari-jari ini, mereka menyentuh hosti yang telah dikonsekrasi, sehingga virus juga menempel pada hosti, sehingga memindahkan virus melalui hosti ke dalam mulut mereka.”
Klerikalisme yang Ketat
Schneider menyesalkan bagaimana dalam menanggapi COVID-19 "Banyak keuskupan di seluruh dunia [telah] mengamanatkan Komuni di tangan, dan di tempat-tempat itu para klerus, dengan cara yang sering kali memalukan, menolak kemungkinan umat beriman untuk menerima Tuhan dengan berlutut dan di lidah, sehingga menunjukkan klerikalisme yang menyedihkan dan memperlihatkan perilaku neo-Pelagian yang kaku.”
Kardinal Sarah juga memperingatkan terhadap klerikalisme semacam itu, dengan mengatakan, “Jangan ada imam yang berani memaksakan otoritasnya dalam hal ini dengan menolak atau menganiaya mereka yang ingin menerima Komuni sambil berlutut dan di lidah.”
Uskup Schneider mengingatkan kita bahwa memaksakan Komuni di tangan adalah penyalahgunaan otoritas.
“Tidak seorang pun dapat memaksa kita untuk menerima Tubuh Kristus dengan cara yang berisiko kehilangan bagian-bagiannya, dan mengurangi rasa hormat, seperti cara menerima Komuni di tangan.”
Komuni di tangan menurut definisinya adalah sebuah indult atau ijin, dan dengan demikian, tidak boleh dipaksakan kepada umat beriman. Redemptionis Sacramentum (25 Maret 2004) dari Paus Yohanes Paulus II dengan jelas menyatakan:
“Setiap umat beriman selalu memiliki hak untuk menerima Komuni Kudus di lidah” (n. 92), dan tidak diperbolehkan untuk menolak Komuni Kudus kepada umat beriman mana pun yang tidak terhalang oleh hukum untuk menerima Ekaristi Kudus (lih. n. 91).
Cukuplah untuk mengatakan bahwa Komuni di tangan adalah praktik yang salah dan tidak senonoh yang merusak Iman. Umat beriman harus selalu waspada terhadap tindakan mendekati Sakramen Mahakudus dengan cara yang biasa-biasa saja atau acuh tak acuh, jangan sampai sanksi yang disampaikan di dalam Kitab Suci hanya berlaku bagi mereka:
“Barangsiapa makan roti ini atau minum cawan Tuhan dengan cara yang tidak layak, dia berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan... Karena barangsiapa makan dan minum dengan cara yang tidak layak, maka dia makan dan minum hukuman atas dirinya, karena dia tidak mengakui atau menghormati Tubuh Tuhan.” (1 Kor. 11:27, 28)
Ketika kita menjadikan rutinitas atau jamuan makan sebagai bagian dari Komuni harian, kita mencemarkan nama baik keilahian dan menjadikan diri kita rentan pada hukuman kekal. Para imam memiliki kewajiban untuk melindungi jemaat mereka dari pencemaran ini dan untuk menumbuhkan dalam diri mereka persepsi dan perilaku yang tepat terhadap Ekaristi Kudus.
Namun, ini tidak akan pernah dilakukan kecuali mereka, para imam, terlebih dahulu menggunakan jabatan mereka secara bertanggung jawab dan menghentikan pemberian Komuni di tangan.
___________
BERBALIKLAH
"Kejahatan ini telah menembus jauh ke dalam jantung Rumah-Ku. Sekarang kamu harus berbalik dan memulihkan Rumah-Ku. Aku, Allahmu, memberikan perintah ini kepadamu demi keselamatan jiwamu sendiri." - Jesus, Bayside, 21 Agustus 1976
"Komuni di tangan tidak pernah dan tidak akan diterima oleh Surga. Ini adalah penistaan di mata Bapa yang Kekal, dan tidak boleh dilanjutkan, karena kamu hanya menambah hukumanmu sendiri jika kamu terus melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi Bapa yang Kekal." - Our Lady of the Roses, Bayside, 30 Juni 1984
BERLUTUT
"Anak-anakku, berlututlah di hadapan Tuhanmu di dalam Ekaristi. Jangan berdiri seperti kamu berdiri di aula pertemuan, tetapi berlututlah dan berikan kepada-Nya cinta yang layak dan penghormatan yang penuh." - Our Lady, Bayside, 14 Juli 1979
----------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Inilah Anak-Anakku, Perang Armagedon
Christina Gallagher, 16 Juli 2024
No comments:
Post a Comment