These Last Days News - October 31, 2022
Uskup Agung Vigano, mantan nuncio untuk Amerika Serikat
Uskup Agung Vigano:
Gereja Pasca KV II Hampir Sepenuhnya Membungkam Gereja Kristus.
LifeSiteNews.com reported on October 31, 2022:
by Archbishop Carlo Maria Viganò
Catatan Editor: Di bawah ini, mengikuti teks lengkap esai terbaru Uskup Agung Carlo Maria Viganò berjudul “REPETITA JUVANT: Bagaimana dengan referensi dirinya sendiri, ‘gereja konsili’ (KV II) menempatkan dirinya di luar jalur Tradisi Gereja Kristus.”
Dengan prosopopoeia yang membedakan propaganda ideologis, panegyric (kata pujian) Bergoglian baru-baru ini pada peringatan enam puluh tahun Pembukaan Konsili Ekumenis Vatikan II tidak salah lagi bertujuan untuk menegaskan, di luar retorika kosong makna, total referensi-diri dari “gereja konsili, yaitu, organisasi subversif yang lahir hampir tanpa disadari dari sebuah Konsili dan yang dalam tempo enam puluh tahun ini (sejak KV II) hampir sepenuhnya membungkam Gereja Kristus dengan menduduki tingkat tertingginya dan merebut otoritasnya.
(Prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang- barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.)
“Gereja Konsili” menganggap dirinya sebagai pewaris KV II, selain dari dua puluh Konsili Ekumenis lainnya yang mendahuluinya selama berabad-abad: ini adalah faktor utama dari referensi-dirinya. Hal itu mengabaikan mereka yang selalu berada dalam Iman sejati, dan mengusulkan doktrin yang bertentangan dengan yang diajarkan oleh Tuhan kita, dikhotbahkan oleh para Rasul dan diteruskan oleh Gereja Kudus. Gereja Konsili telah mengabaikan mereka yang selalu berjalan dalam Moralitas, dan ia berjalan menyimpang dari prinsip-prinsip kebenaran, atas nama moralitas situasional, bukan nilai moralitas yang abadi; dan akhirnya, ia juga mengabaikan dalam hal Liturgi, yang sebagai ekspresi doa dari lex credendi ingin menyesuaikan dirinya dengan magisterium baru, dan pada saat yang sama, telah meminjamkan dirinya sebagai instrumen paling ampuh untuk mengindoktrinasi umat beriman.
Iman dari umat yang tulus telah dirusak secara ilmiah melalui pemalsuan Misa Kudus yang dilaksanakan melalui Novus Ordo, berkat kesalahan yang terkandung dalam inti teks-teks Vatikan II terwujud dalam tindakan suci dan menyebar seperti penyakit menular.
Tetapi jika di satu sisi "gereja konsili" sangat ingin menegaskan kembali bahwa ia tidak ingin berurusan dengan "Gereja kuno", apalagi dengan "Misa lama", dengan menyatakan bahwa keduanya jauh dan tidak dapat diajukan justru karena keduanya tidak sesuai dengan hantu "semangat Konsili"; di sisi lain, ia mengakui tanpa impunitas (keadaan tidak dapat dipidana) hilangnya ikatan kesinambungan dengan Traditio yang merupakan prasyarat yang diperlukan - yang dikehendaki oleh Kristus sendiri - untuk pelaksanaan otoritas dan kekuasaan oleh Hirarki, yang anggotanya, dari Paus Roma ke Uskup yang paling tidak dikenal in partibus, adalah Penerus Para Rasul dan karena itu mereka harus berpikir, berbicara, dan bertindak seperti Kristus.
Pemutusan radikal dengan masa lalu ini – yang ditimbulkan dalam nuansa gelap oleh ucapan primitif dari orang yang menciptakan neologisme seperti “keterbelakangan” dan melontarkan laknat terhadap “renda nenek” – jelas tidak terbatas pada bentuk-bentuk eksternal – dengan segala yang mereka miliki justru adalah bentuk dari substansi yang sangat tepat, tidak dirusak secara kebetulan – tetapi meluas ke dasar Iman dan Hukum Kodrat, mencapai subversi nyata dari institusi gerejawi, yang bertentangan dengan kehendak Pendiri ilahi sendiri.
Atas pertanyaan "Apakah kamu mengasihi Aku?" maka gereja Bergoglian - tetapi bahkan sebelum itu, yaitu gereja konsili, dengan sedikit rasa malu, tetapi selalu bermain dengan seribu kata berbeda - "mempertanyakan dirinya sendiri", karena "gaya bicara Yesus itu bukanlah memberi jawaban, tetapi mengajukan pertanyaan." Kita mungkin bertanya pada diri kita sendiri, jika kita menanggapi kata-kata yang mengganggu ini dengan serius, terdiri dari apa Wahyu Ilahi dan pelayanan duniawi dari Tuhan kita, pesan Injil, pemberitaan para Rasul dan Magisterium Gereja, jika tidak menjawab pertanyaan tentang manusia berdosa, yang dengan sendirinya mengajukan pertanyaan, haus akan Sabda Allah, dan perlu mengetahui Kebenaran abadi dan mengetahui bagaimana menyesuaikan diri dengan Kehendak Tuhan untuk memperoleh kebahagiaan di Surga.
Tuhan tidak mengajukan pertanyaan, tetapi Dia mengajar, menegur, memerintahkan, dan mengutus. Karena Dia adalah Tuhan, Raja, Paus Agung dan Kekal. Dia tidak bertanya kepada kita siapakah Jalan, Kebenaran dan Hidup, tetapi menunjukkan diri-Nya sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup, sebagai Gerbang kawanan, sebagai Batu Penjuru. Dan pada gilirannya Dia menekankan ketaatan-Nya kepada Bapa dalam ekonomi Penebusan, menunjukkan kepada kita ketundukan-Nya yang kudus kepada Bapa, sebagai teladan untuk ditiru.
Visi dari Bergoglio adalah menjungkirbalikkan hubungan dan menumbangkannya: Tuhan mengajukan pertanyaan kepada Petrus yang, dalam menjawabnya, Petrus tahu betul apa artinya dalam praktik untuk mencintai Tuhan kita. Dan jawabannya bukan pilihan, juga tidak bisa negatif atau sulit dipahami, seperti yang dilakukan "gereja konsili" - agar tidak sampai membuat dunia tidak senang dan agar tidak terlihat ketinggalan zaman - jawaban seperti itu adalah lebih mementingkan rayuan sementara dari dunia ini dan ideologi penipuan, menolak untuk menyampaikan, dalam integritasnya, apa yang telah diperintahkan oleh Kepalanya (Yesus) untuk diajarkan dengan setia.
"Apakah kamu mengasihi Aku?" Tuhan bertanya kepada para Kardinal inklusif, para Uskup sinode, para wali gereja ekumenis; dan mereka menjawab seperti tamu pernikahan: “Luk 14:18 Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan.” Di dalam jawaban seperti itu ada komitmen yang jauh lebih mendesak dan lebih bermanfaat untuk mendapatkan prestise dan persetujuan sosial. Tidak ada waktu untuk mengikut Kristus, apalagi memberi makan domba-domba-Nya, apalagi jika domba-domba itu keras kepala dalam “keterbelakangan” mereka, apa pun artinya.
Karena alasan ini, tidak ada Konsili lain selain Konsili Vatikan II; yang, oleh fakta, menjadi satu-satunya yang mereka tuju untuk menunjukkan dirinya, pada saat yang sama, adalah tidak relevan sama sekali, jika tidak sepenuhnya berlawanan dalam bentuk dan isi, dengan semua Konsili Ekumenis lainnya: satu suara dari satu Guru, dari satu Gembala. Jika suara konsili mereka tidak sesuai dengan suara Magisterium sebelumnya; jika ibadat umum tidak dapat mengungkapkan dirinya dalam bentuk tradisional karena dianggap bertentangan dengan “eklesiologi baru” dari “gereja baru”, maka keretakan antara sebelum dan sesudah, benar-benar ada dan tidak dapat disangkal. Dan memang, mereka justru bangga akan hal itu, karena bisa menampilkan diri mereka sebagai inovator dari sesuatu yang bukan inovasi sama sekali. Dan agar orang tidak melihat bahwa ada alternatif lain yang kredibel dan aman, maka segala sesuatu yang mewakili dan mengingat masa lalu harus direndahkan, diejek, diremehkan, dan akhirnya dihilangkan, menjadi yang pertama menerapkan budaya pembatalan yang saat ini telah diadopsi oleh ‘ideologi bangun.’ Dari sini kita dapat memahami keengganan terhadap liturgi kuno (termasuk terhadap Misa Latin), terhadap doktrin yang sehat, terhadap kepahlawanan kekudusan yang disaksikan oleh perbuatan dan tidak diucapkan dalam proklamasi bodoh tanpa jiwa dan tanpa makna.
Bergoglio berbicara tentang “gereja yang mendengarkan”; tetapi justru karena “untuk pertama kalinya dalam sejarah, dia mendedikasikan Konsili untuk mempertanyakan dirinya sendiri, untuk merefleksikan sifat dan misinya sendiri,” dia menunjukkan bahwa dia ingin melakukannya sendiri, sehingga dia dapat meninggalkan warisan Tradisi dan menyangkal identitasnya sendiri, “untuk pertama kalinya dalam sejarah,” tepatnya.
Referensi-diri ini dimulai dari asumsi yang “lebih baik” (menurut Bergoglio) yang akan diterapkan sebagai pengganti yang “lebih buruk” yang akan diperbaiki, dan ini tidak menyangkut kelemahan dan ketidaksetiaan masing-masing anggotanya, tetapi menurut “sifat dan misi” Bergoglio sendiri. Padahal sifat dan misi itu telah ditetapkan oleh Tuhan kita sekali dan untuk selamanya, dan yang tidak menjadi wewenang para utusan-Nya untuk mempertanyakannya. Namun Bergoglio menegaskan: “Marilah kita kembali kepada hasil Konsili (KV II) untuk keluar dari diri kita sendiri dan mengatasi godaan referensi-diri, yang merupakan cara hidup duniawi,” sedangkan prinsip “kembali kepada Konsili” justru merupakan bukti yang paling berani dari referensi-dirinya sendiri dan putus dengan masa lalu.
Dengan demikian abad-abad perluasan terbesar Gereja – di mana ia berbenturan dengan bidaah dan membuat lebih eksplisit doktrin tentang kebenaran yang mereka tantang – dianggap sebagai tanda kurung yang memalukan dari “klerikalisme” untuk dilupakan, karena kenyataannya, kita menemukan semua kesalahan yang sama di dalam penyimpangan Konsili itu. Masa lalu yang jauh – yang dianggap sebagai kekunoan Kristiani, “abad-abad primitif”, “agape persaudaraan” – dalam narasi konsili pada dasarnya adalah pemalsuan sejarah, yang dengan sengaja menyembunyikan kesaksian kuat dari orang-orang Kristen awali dan para pastor mereka yang dianiaya dan menjadi martir demi Iman mereka, penolakan mereka untuk membakar dupa di depan patung Kaisar, tingkah laku moral mereka yang bertentangan dengan kebiasaan buruk para penyembah berhala. Kesaksian yang konsisten itu, bahkan oleh para wanita dan anak-anak, haruslah mempermalukan mereka yang menodai Rumah Tuhan saat ini dengan menyembah pachamama untuk menuruti delusi Amazon tentang kesepakatan hijau, memberikan skandal kepada yang sederhana dan menyinggung Kemuliaan Ilahi dengan tindakan penyembahan berhala di lokasi jantung Vatikan. Bukankah ini adalah referensi-diri sendiri, yang sekarang telah mencapai titik pelanggaran Perintah Pertama untuk mengejar ocehan ekumenisnya sendiri?
Janganlah kita tertipu oleh kata-kata menggoda ini, yang tidak dilontarkan begitu saja: Gereja Kristus tidak pernah “mereferensikan diri sendiri”, melainkan Kristosentris, karena Dia adalah Tubuh Mistik di mana Kristus adalah Kepalanya, dan tanpa Kepala, Gereja Kristus tidak bisa hidup. Di sisi lain, versinya yang sangat duniawi, tanpa wawasan supernatural, yang mendefinisikan dirinya sebagai "gereja konsili" tidak dapat dielakkan. Ia menjalankan kekuasaannya melalui penipuan dengan cara menampilkan dirinya sebagai pendukung gerakan kembali kepada kemurnian asal-usulnya setelah berabad-abad di mana ia diduga menutup diri "dalam sangkar kenyamanan dan keyakinan," dan pada saat yang sama berpura-pura mampu untuk menyampaikan ajaran yang telah diperintahkan oleh Kristus untuk disampaikan dengan setia. Namun ia justru memalsukannya.
Apa yang dimaksud dengan “penghiburan” telah menegaskan dua ribu tahun sejarah Mempelai Anak Domba, jika kita melihat penganiayaan tanpa henti yang telah dideritanya, darah yang ditumpahkan oleh para martirnya, pertempuran yang dilancarkan melawannya oleh bidaah dan skismatis, dan komitmen para pelayannya untuk menyebarkan Injil dan moralitas Kristiani? Dan kesulitan apa yang mungkin ada bagi sebuah gereja yang mempertanyakan dirinya sendiri tanpa keyakinan apa pun, berlutut dengan penuh semangat kepada tuntutan dunia, mengikuti ideologi hijau dan transhumanisme, memberkati relasi homoseksual, mengatakan siap menyambut para pendosa tanpa tuntutan apa pun untuk mempertobatkan mereka, dan setuju dengan kekuatan bumi bahkan dalam mendukung propaganda vaksinasi sambil berharap untuk bertahan hidup sendiri?
Ada sesuatu yang sangat egois, tipikal kebanggaan Luciferian, dengan mengaku lebih baik daripada mereka yang mendahului kita, dengan mencela secara salah terhadap mereka karena otoritarianisme yang menjadi contoh pertama dari orang yang berbicara, dengan tujuan yang secara bertolakbelakang bertentangan dengan keselamatan jiwa.
Tanda lebih lanjut dari referensi-diri adalah keinginan untuk memaksakan pada Gereja suatu struktur demokratis yang justru merongrong sistem yang pada dasarnya bersifat monarki (memang, saya akan mengatakan ‘kekaisaran’) seperti yang diinginkan oleh Kristus. Sebenarnya ada Gereja Pengajaran (Ecclesia docens) yang terdiri dari para Gembala di bawah bimbingan Paus Roma, dan Gereja yang belajar (Ecclesia discens) yang terdiri dari umat Allah, umat beriman. Pembatalan pengaturan hierarkis – yang didefinisikan Bergoglio sebagai “dosa buruk klerikalisme yang membunuh domba, tidak membimbing mereka, tidak membuat mereka tumbuh” – mengarah pada penipuan lain yang jauh lebih serius, bahkan pada subversi nyata di dalam tubuh gerejawi: berpura-pura dapat berbagi kekuasaan dari mereka yang memiliki tanggung jawab mewariskan Magisterium otentik kepada mereka yang tidak ditahbiskan, dan karena itu tidak dibantu oleh keadaan rahmat, memiliki hak untuk digiring ke padang rumput yang aman. Kata magister mengandung keunggulan ontologis – yaitu magis – dari mereka yang mengajar atas mereka yang mempelajari apa yang masih belum mereka ketahui. Dan gembala, tentu saja, tidak dapat memutuskan bersama domba-dombanya ke arah mana dia akan membawa mereka, karena sebagai kawanan mereka tidak tahu ke mana harus pergi dan terutama ketika harus menghadapi serangan serigala.
Untuk percaya bahwa mempertanyakan diri sendiri "tentang sifat dan misinya sendiri" seperti yang berkali-kali dikatakan Bergoglio, dapat mewakili sebuah perjalanan kembali ke asalnya, itu adalah sebuah kebohongan yang sangat besar: "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu," kata Kristus (Yoh 15:14).
Dan demikian pula para utusan-Nya harus memerintahkan, yang dengan demikian, selama mereka tetap tunduk kepada-Nya, menjalankan otoritas perwakilan dari Kepala Tubuh Mistik. Mereka adalah utusan (dari kata minus, yang menunjukkan inferioritas hierarkis) dalam arti etimologis: pelayan, tunduk pada otoritas Tuan mereka; sehingga hierarki Katolik adalah Magistra dalam mengajarkan hanya apa yang dia terima sebagai Ministra dari Kristus dan menjaganya dengan rasa cemburu.
Kami memiliki konfirmasi visi demokratis dan anti-hierarkis dari "gereja konsilier" (Gereja hasil KV II) terutama dalam liturginya, di mana peran utusan dari selebran hampir ditolak demi "umat imam" yang diteorikan oleh Lumen Gentium dan dimasukkan ke dalam hitam dan putih dari formulasi sesat nomor 7 dari Institutio Generalis Misal Montini tahun 1969: “Perjamuan Tuhan, atau Misa, adalah sinaksis suci atau kumpulan umat Allah, yang dipimpin oleh imam, untuk merayakan peringatan Tuhan. Oleh karena itu, janji Kristus berlaku secara khusus pada pertemuan lokal Gereja Kudus ini: ‘Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, Aku ada di tengah-tengah mereka’ (Mat 18:20).” Apakah ini, jika bukan merujuk diri sendiri sampai berani mengubah definisi Misa itu sendiri agar sejalan dengan “semangat Konsili” dan bertentangan dengan Kanon dogmatis Konsili Trente dan seluruh Magisterium sebelum Vatikan II?
Gereja tidak dan tidak dapat bersifat demokratis atau “sinodal” sebagaimana beberapa orang suka menyebutnya secara halus saat ini: Umat Allah yang kudus tidak “ada untuk menggembalakan orang lain, semua orang lain,” melainkan agar ada Hirarki yang menjamin mereka sarana supernatural untuk mencapai tujuan kekal, dan agar “semua yang lain” – banyak, tetapi tidak semua – dapat dituntun ke dalam satu kawanan di bawah bimbingan Gembala yang satu oleh Penyelenggaraan Tuhan. “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” (Yoh 10:16).
Kecaman keras yang dibuat oleh Kardinal Mueller atas ancaman yang ditimbulkan oleh pendekatan sinodalitas yang sesat – yang buah-buahnya yang tidak menyenangkan sudah terlihat – dibenarkan dalam pengertian ini, dan bersaksi tentang penyakit yang parah dari begitu banyak pastor yang terpecah antara kesetiaan pada ortodoksi Katolik dan bukti dari pengkhianatan yang dilakukan oleh penjaga kontemporernya yang paling tidak layak. Mereka mungkin tidak berani menentang “gereja konsili” atau pun menentang “konsili” – dalam tanda kutip – sampai dampaknya yang menghancurkan pada kehidupan setiap anggota umat beriman, pada seluruh tubuh gerejawi dan dunia, menjadi nyata. Tetapi hari ini, dihadapkan pada bukti kegagalan Vatikan II yang paling lengkap dan menghancurkan dan pilihan yang tidak menguntungkan untuk meninggalkan Tradisi Suci, bahkan orang yang paling bijaksana dan moderat pun dipaksa untuk mengakui korelasi yang sangat erat antara tujuan yang telah ditetapkan, sarana yang diadopsi dan hasil yang diperoleh. Memang, justru dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah sesuatu yang diumumkan dengan antusias kepada kita sebagai "musim semi konsili" bukanlah dalih, karena di baliknya sebenarnya ada rencana yang tak terkatakan untuk melawan Gereja Kristus yang disembunyikan. Umat beriman tidak hanya tidak berpartisipasi dengan kesadaran yang lebih besar dalam Misteri Suci seperti yang telah dijanjikan, tetapi telah menganggapnya berlebihan, hingga membawa pentingnya kehadiran pada Misa ke tingkat yang paling rendah. Juga tidak dapat dikatakan bahwa kaum muda menemukan sesuatu yang menarik atau heroik dalam memilih kehidupan imamat atau kehidupan religius, karena keduanya telah diremehkan, kehilangan kekhususannya, rasa persembahan dan pengorbanan menurut teladan Tuhan kita, dimana setiap tindakan umat Katolik yang sejati harus membawa semangat itu.
Kehidupan sipil telah menjadi biadab di luar kata-kata, dan bersamaan dengan itu moralitas publik, kesucian pernikahan, penghormatan terhadap kehidupan dan tatanan dari Ciptaan. Dan para propagandis Vatikan II ini menanggapinya dengan melalui tantangan bioteknologi, transhumanisme, memimpikan makhluk-makhluk yang diproduksi secara massal yang terhubung dengan jaringan global, seolah-olah memanipulasi sifat manusia bukanlah penyimpangan setan yang tidak layak, bahkan untuk hipotesis saja.
Kami mendengar pihak kepausan mengatakan bahwa “mengecualikan kaum migran adalah tindakan yang menjijikkan, berdosa, kriminal”, sementara LSM, Caritas, dan asosiasi kesejahteraan mendapat untung dari perdagangan imigran ilegal dengan mengorbankan biaya dari Negara dan menolak untuk menyambut orang Italia sendiri, yang telah ditinggalkan oleh institusi dan dilecehkan oleh krisis yang disebabkan oleh sistem.
Mereka mendesak negara-negara "berdaulat" untuk melucuti senjata dan membuat warganya malu akan identitas mereka, tetapi berteori tentang keabsahan pengiriman senjata ke Ukraina, kepada pemerintah yang merupakan boneka Tata Dunia Baru, yang dibiayai oleh badan-badan globalis dan organisasi elit besar.
Kesalahan teologis lain yang sangat serius yang mencemarkan sifat sejati Gereja terletak pada dasar-dasar eklesiologi konsili yang pada dasarnya sekuler, tidak hanya sehubungan dengan visi lembaga dan perannya di dunia, tetapi juga karena telah memutuskan ikatan hirarkis yang saling melengkapi. antara otoritas spiritual Gereja dan otoritas sipil Negara, keduanya berasal dari Ketuhanan Kristus. Tema ini, yang tampaknya rumit dalam penanganannya yang hampir dimulai oleh para sarjana KVII, menjadi subjek intervensi terbaru Joseph Ratzinger, yang saya rencanakan untuk dibahas dalam esai terpisah.
“Anda yang mencintai kami” – kata Bergoglio dalam homilinya untuk “Peringatan Santo Yohanes XXIII” – “bebaskan kami dari anggapan swasembada dan semangat kritik duniawi. Cegahlah kami dari tindakan mengucilkan diri dari persatuan dengan Anda yang dengan penuh kasih memberi makan kami, membawa kami keluar dari kungkungan referensi diri. Anda yang menginginkan agar kami menjadi kawanan yang bersatu, selamatkan kami dari bentuk-bentuk polarisasi dan segala "isme" yang merupakan hasil karya iblis.” Ini adalah kata-kata dari kelancangan yang tidak pernah terdengar, hampir mengejek. Nah, waktunya telah tiba bagi para klerus dan umat “gereja konsili” untuk bertanya pada diri mereka sendiri apakah “gereja konsili” bukanlah yang pertama menganggap bahwa ia dapat mandiri, untuk memberi makan kritik duniawi dengan mengejek umat Katolik yang baik sebagai umat yang kaku dan tidak toleran, dengan sengaja pengecualian diri dari persatuan dalam Tradisi, dan dengan bangga berbuat dosa dengan cara mengacu pada diri sendiri.
+ Carlo Maria Viganò, Archbishop
----------------------------
----------------------------
GEREJA MANUSIA
"Harus ada perubahan, anak-anakku, tetapi perubahan kembali kepada realitas dan tradisi. Putraku telah memberimu landasan yang benar, tetapi banyak yang datang sekarang dengan kapak dan mereka memotongnya. Mereka berusaha untuk membangun gereja tanpa roh, gereja dari manusia. Tembok-tembok akan runtuh, bumi akan berguncang. Bapa yang Kekal akan mengirimkan murka-Nya ke atas umat manusia." - Bunda Maria, Bayside, 6 Desember 1975
KEMBALILAH
"Kejahatan ini telah menembus jauh ke dalam jantung Rumah-Ku. Sekarang kamu harus kembali dan memulihkan Rumah-Ku. Aku, Tuhanmu, memberikan perintah ini untukmu demi keselamatan jiwamu sendiri." - Yesus, Bayside, 21 Agustus 1976
“Aku mengirimkan peringatan ini kepada para pastor-Ku, mereka yang telah Kuberi rahmat untuk mewakili Surga di bumi: Sekarang kamu harus kembali kepada ritual tradisionalmu! Kamu harus memulihkan Rumah-Ku dari bagian luarnya yang hancur dan bagian dalamnya yang membusuk. Kamu harus membangun kembali apa yang ingin kau hancurkan - sekarang!
“Banyak orang yang menyebut diri mereka umat pilihan-Ku telah menetapkan diri mereka untuk dihancurkan dari dalam. Perbuatanmu tidak luput dari perhatian Bapa Yang Kekal. Kesalahan, penipuan, tipu daya, dalam kedok kesucian dan kesalehan! Kamu dibuka kedokmu di hadapan Bapa Yang Kekal. Kamu harus mulai sedikit demi sedikit dan memperbaiki fondasinya, atau kamu akan berada di dalam dan menghancurkannya.
"Aku melihat segala macam kekejian yang dilakukan di Rumah-Ku. Apakah kamu pikir kamu akan bisa bertindak lebih jauh lagi tanpa hukuman? Bangunlah dari tidurmu, para pastor-Ku! Kamu tidak boleh menipu siapa pun!" - Yesus, Bayside, 22 November 1975
----------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Pesan kepada Veronica Lueken, Bayside, New York, February 10, 1978
Mata Uang Tunggal Dunia Termasuk Dalam Permainan Akhir Dari Great Reset
Agenda LGBT Berusaha Menghancurkan Anak-anak
Pesan kepada Veronica Lueken, Bayside, New York, September 14, 1972
Ned Dougherty, 8 Desember 2022