Volume
2 : Misteri Kerahiman Allah
Bab 15
Keringanan bagi
jiwa-jiwa suci
Eugenie Wybo
Lacordaire dan
Pangeran dari Polandia.
Tak ada yang lebih sesuai dengan ajaran semangat Krisstiani dari pada
melaksanakan Misa Kudus bagi keringanan jiwa-jiwa yang meninggal, dan adalah
sangat malang sekali jika orang-orang tidak bersemangat untuk menghormati hal
ini. Tuhan melipat gandakan keajaiban untuk menghindarkan kita agar tidak jatuh
kepada kelemahan yang sangat fatal ini. Kejadian berikut ini diceritakan oleh
seorang imam yang suci dari diosis Bruges yang menerima kisah ini dari sumber
pertamanya, dan yang kesaksiannya memiliki nilai kebenaran sebagai saksi mata
dari kenyataan itu. Pada tanggal 13 Oktober 1849 telah meninggal pada usia 52
tahun di paroki Ardoye di Flanders, seorang wanita yang bernama Eugenie van de
Kerckove, yang suaminya bernama John Wybo, menjadi seorang petani. Dia adalah
seorang wanita yang suci dan sangat murah hati, suka memberi sedekah yang
sesuai dengan keadaan dirinya. Hingga akhir hidupnya dia telah berdevosi keras
kepada Perawan Terberkati, dan untuk menghormati Bunda Maria dia berpuasa pada
hari Jumat dan Sabtu setiap minggunya. Meskipun tingkah lakunya belum bersih
dari dosa-dosa yang kecil, tetapi dia menjalani kehidupan yang sederhana dan
terpuji.
Seorang pembantu bernama Berbara Vennecke, 28 tahun, seorang gadis yang
berbakti sekali dan bijaksana, dan yang telah membantu wanita itu hingga saat
sakitnya yang terakhir, terus dengan setia melayani tuannya, John Wybo, duda
dari Eugenie.
Sekitar 3 minggu setelah kematian Eugenie, orang yang meninggal itu
menampakkan diri kepada pembantu itu. Pada tengah malam, Barbara tidur nyenyak
sekali. Tiba-tiba dia mendengar namanya dipanggil hingga 3 kali. Dia terbangun
dan dihadapannya dia melihat tuan puterinya, Eugenie, duduk disamping tempat
tidurnya, dengan memakai pakaian kerja, yaitu rok dengan jaket pendek. Barbara
sangat terkejut oleh penglihatan ini, tetapi dia tidak begitu takut, dan dia
masih sadar pikirannya. Penampakan itu berkata kepadanya :”Barbara”. “Apa yang
anda inginkan, Eugenie ?”, jawab pembantu itu. Wanita itu berkata lagi
:”Ambillah penjepit kecil yang sering kukatakan kepadamu itu untuk dikembalikan
ke tempatnya. Aduklah timbunan pasir yang ada didalam kamar yang kecil itu.
Kamu tahu kamar mana yang kumaksudkan itu. Disitu kamu akan menemukan sejumlah
uang. Gunakanlah uang itu untuk merayakan Misa Kudus, masing-masing dua franc
untuk sekali Misa Kudus, bagi ujub-ujubku, karena saat ini aku masih
menderita”. “Aku akan melakukannya, Eugenie”, jawab Barbara. Kemudian
penampakan itu menghilang dan pembantu itu tidur lagi sampai pagi.
Setelah terbangun, Barbara merasakan hal itu sebagai sebuah mimpi. Namun
dia sangat terkesan dimana dia telah melihat tuan puterinya dengan begitu jelas
sekali, hidup, dan dia menerima dari bibirnya petunjuk yang sangat jelas,
sehingga dia tak bisa menahan diri untuk berkata :”Bukan begitu mimpiku tadi.
Aku melihat tuan puteri secara pribadi. Dia hadir dihadapan mataku dan
berbicara kepadaku. Itu bukanlah mimpi, tetapi kenyataan”.
Karena itu dia segera pergi dan mengambil penjepit seperti yang
diperintahkan kepadanya. Dia mengaduk-aduk pasir itu dan kemudian dia menemukan
sebuah dompet disitu yang berisi uang 500 franc.
Atas kejadian aneh dan luar biasa ini gadis yang baik itu merasa bahwa itu
adalah kewajibannya untuk mencari nasihat dari pastor dan menceritakan segala
sesuatu yang terjadi kepadanya. Pastor R, Venerabilis, imam dari paroki Ardoye,
menjawab bahwa Misa Kudus yang diminta oleh orang yang meninggal itu harus
dilaksanakan. Namun untuk menyerahkan uang itu, harus dengan persetujuan suami
Eugenie, John Wybo. Wybo dengan sukarela menyerahkan uang itu bagi tujuan yang
suci itu dan Misa Kudus kemudian dilaksanakan dimana pada masing-masing Misa
Kudus diberikan uang sebanyak 2 franc.
Kita ingin menaruh perhatian kepada pemberian uang itu, karena hal itu
berhubungan dengan kebiasaan yang suci dari orang yang meninggal itu. Uang bagi
Misa Kudus ditetapkan oleh diosis itu adalah sekitar 1½ franc. Namun istri Wybo
melalui pengetahuan para pejabat Gereja, saat itu merasa berkewajiban untuk
meringankan sejumlah besar orang-orang miskin dan dia memberikan uang sebesar 2
franc bagi setiap kali Misa Kudus seperti yang sudah biasa dilakukannya.
Dua bulan setelah penampakan pertama, Barbara dibangunkan lagi pada suatu
malam hari. Kali ini kamarnya dipenuhi dengan cahaya yang terang, dan tuan
puterinya dalam keadaan cantik dan segar seperti pada masa mudanya, berpakaian
jubah berkilauan berwarna putih, nampak dihadapannya, dan dia menyapa Barbara
dengan tersenyum. “Barbara”, dia berkata dengan suara yang jelas terdengar,
“aku berterima kasih kepadamu karena aku telah dibebaskan”. Setelah mengatakan
kalimat ini Eugenie menghilang dan kamaar itu menjadi gelap kembali. Pembantu
itu yang merasa takjub atas apa yang dialaminya, dia diliputi oleh suasana
sukacita. Penampakan ini memberi kesan yang sangat hidup didalam pikirannya,
dan hingga kini dia masih bertahan dengan ingatan akan hal itu. Dari dialah
kita menerima cerita ini, melalui jasa dari Pastor L, yang menjadi imam di
Ardoye ketika peristiwa ini terjadi.
Pastor Lacordaire pada awal dari konperensi tentang kekekalan dari jiwa,
yang dia berikan beberapa tahun sebelum kematiannya kepada murid-murid di
Soreze, menceritakan kepada mereka kejadian berikut ini :
Pangeran Polandia, X, seorang yang tidak setia dan bersifat materialistik,
telah merencanakan suatu tindakan melawan doktrin ‘jiwa yang tak dapat mati’
dari Gereja ini. Dia sudah akan mengirimkan karyanya kepada pers, ketika suatu
hari dia berjalan di taman, ada seorang wanita yang menangis dan bersujud di
kakinya dan dengan sedihnya dia berkata :”Pangeran yang baik hati, suamiku
telah meninggal dunia. Saat ini jiwanya mungkin berada di Api Penyucian. Aku sangat
miskin dan aku tak punya uang untuk menyelenggarakan Misa Kudus bagi suamiku.
Demi kebaikanmu, tolonglah aku demi suamiku itu”.
Meskipun
pangeran itu yakin bahwa wanita itu telah tertipu oleh keyakinannya, namun dia
tak berani menolaknya. Dia memberikan sekeping uang emas kepada tangan wanita
itu dan wanita itu bersukacita karenanya dan dia segera pergi ke Gereja dan
meminta imam untuk menyelenggarakan Misa Kudus demi istirahat bagi jiwa
suaminya. Lima hari kemudian, menjelang malam hari, didalam ruang belajarnya
pangeran itu sedang membaca karya-karyanya dan sampai pada beberapa detil
tertentu ketika dia mengangkat pandangan matanya dan dia melihat didekatnya ada
seorang pria berpakaian seorang petani negeri itu. “Pangeran”, demikian kata
tamu tak diundang itu, “aku berterima kasih kepadamu. Aku adalah suami dari
wanita miskin yang beberapa hari yang lalu telah meminta sedekah kepadamu, agar
dia bisa melaksanakan Kurban Kudus dari Misa Kudus demi istirahat bagi jiwaku.
Kemurahan hatimu itu amat berkenan bagi Allah. Dialah yang mengijinkan aku
untuk datang dan berterima kasih kepadamu ini”.
Setelah kalimat ini selesai diucapkan, petani itu menghilang seperti
bayangan. Emosi dari pangeran itu tak bisa diceritakan lagi, dan akibatnya dia
lalu membuang semua karya-karya tulisnya yang menentang ajaran ‘kekekalan dari
jiwa’ kedalam api dan dirinya dipenuhi dengan pengetahuan kebenaran sehingga
pertobatannya menjadi sempurna. Dia tetap bertahan seperti itu hingga saat
kematiannya.
No comments:
Post a Comment