Uskup Agung Viganò:
Niatan Bergoglio adalah untuk menyakiti jiwa-jiwa, mendiskreditkan Gereja,
dan menentang Tuhan
Bergoglio berusaha menormalkan dosa sodomi, pergundikan, dan transeksualisme
By Archbishop Carlo Maria Viganò
Thu Nov 9, 2023 - 8:25 am EST
Maka inilah tulisan yang tertulis itu: Mene, mene, tekel ufarsin. Dan inilah makna perkataan itu: Mene: masa pemerintahan tuanku dihitung oleh Allah dan telah diakhiri; Tekel: tuanku ditimbang dengan neraca dan didapati terlalu ringan; Peres: kerajaan tuanku dipecah dan diberikan kepada orang Media dan Persia." (Daniel 5:28)
(LifeSiteNews) — Ketika pernyataan terbaru Jorge Mario Bergoglio belum selesai menghebohkan umat beriman dan menyebabkan perpecahan di antara para pastor, muncullah pernyataan baru lagi, dengan nada yang sama, yang membuka luka lain pada tubuh Gereja yang sudah babak belur karena ulahnya.
“Jawaban-jawaban atas beberapa pertanyaan dari H.E. Uskup José Negri, Uskup Santo Amaro di Brasil, mengenai partisipasi dalam sakramen baptisan dan pernikahan oleh orang-orang transgender dan homoafektif” baru-baru ini diterbitkan, tertanggal 31 Oktober 2023 (terjemahan tidak resmi dalam bahasa Inggris dapat ditemukan di sini).
Di luar definisi munafik mengenai “orang-orang homoafektif” – seolah-olah seseorang dapat memisahkan identitas homoseksual dari penggunaan seksualitas yang secara inheren berdosa terhadap kodrat yang mendefinisikannya – dokumen ini mewakili penyimpangan yang lebih jauh lagi dari doktrin Katolik, bukan hanya karena pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab olehnya, bukan karena jawaban-jawaban yang dirumuskannya, namun juga dan khususnya, karena dampak penafsiran medianya terhadap umat beriman; sebuah interpretasi yang secara signifikan ternyata konsisten dengan apa yang disebut metode induktif yang diteorikan oleh Bergoglio sendiri dalam dokumen lain tentang studi teologi sakral (silakan lihat di sini).
Menurut teori ini – yang dikecam oleh Paus Pius XII – kita perlu “memulai dari berbagai konteks dan situasi konkrit yang berbeda di mana orang-orang berada, membiarkan diri mereka ditantang secara serius oleh kenyataan, agar dapat memahami tanda-tanda zaman.” Bukan suatu kebetulan bahwa semua media, sejak dokumen tersebut diterbitkan pada tanggal 8 November 2023 lalu, memuat berita utama “Vatikan terbuka bagi kaum trans dan gay”, “Ya bagi orang yang bercerai sebagai wali baptis”, “Orang trans boleh dibaptis, terobosan Vatikan.”
SILAKAN BACA: Paus Francis berkata bahwa orang ‘trans’ bisa menjadi wali baptis, orangtua homosexual bisa membaptis anak.
Dokumen dikasteri yang dipimpin oleh Tucho Fernández – penulis Amoris lætitiæ dan buku porno Heal Me with Your Mouth, the Art of Kissing – jelas tidak tergerak oleh semangat pastoral bagi jiwa-jiwa yang hidup dalam keadaan dosa berat dan di depan umum untuk bertobat dan menyesal, namun karena keinginan untuk menganggap normal perilaku mereka, dengan menghapuskan sodomi dari dosa-dosa yang menyerukan pembalasan di hadapan Allah, atau dengan membiarkan kutukannya berhenti pada teori saja dan pada kenyataannya mengijinkan mereka yang mempraktikkannya tidak hanya menerima sakramen-sakramen, namun juga pada fungsi-fungsi tersebut – misalnya sebagai bapa-baptis dan pengukuhan atau pendamping pengantin – yang mana Gereja selalu mengecualikan (melarang) orang-orang yang perilaku hidupnya secara terbuka bertentangan dengan ajaran Tuhan kita. Suatu fungsi yang, dalam peran sebagai wali baptis, menjadi sangat menonjol. Oleh karena itu, kami mengesampingkan segala kemungkinan alasan yang didasarkan pada dugaan adanya salah paham terhadap kata-kata Bergoglio, terutama karena preseden “Siapakah saya hingga berhak menilai,” yang membuatnya menjadi sampul majalah LGBT The Advocate (baca di sini), telah terbukti membawa bencana dalam hal ini. Dampak yang diharapkan kemudian, ditegaskan kembali dengan pernyataan dan wawancara berulang-ulang, yang dikonfirmasi dengan dokumen Vatikan terbaru.
“Membuka pintu sedikit lagi” memang merupakan strategi Bergoglio. Mereka yang mengklaim bahwa pernyataan-pernyataan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini adalah hasil improvisasi dan tidak mempunyai dampak apa pun terhadap badan gerejawi adalah mereka yang salah atau beritikad buruk. Mereka memulai dari jauh – dalam hal ini tanggal 7 Desember 2014 – dan menunjukkan perencanaan yang metodis, niat jahat, dan keinginan keras kepala untuk menyakiti jiwa-jiwa, mendiskreditkan Gereja, dan menyinggung keagungan Tuhan.
Serangan terhadap keluarga tradisional dan dukungan terbuka terhadap relasi homosex serta perilaku berdosa dari para selir, pezina, homoseksual, dan transgender dimulai dari Sinode tentang Keluarga, bagaikan sebuah gladi bersih bagi Sinode tentang Sinodalitas saat ini. Bersamaan dengan pertemuan itulah Bergoglio ingin memberikan sebuah wawancara kepada harian Argentina, La Nacion, untuk mengantisipasi tindakan yang akan dilakukannya saat ini dan tidak ada satu pun dari Dubia yang dapat dicegah oleh kardinal tersebut.
Apa yang kita lakukan terhadap mereka [yang bercerai dan menikah lagi], pintu apa yang bisa dibuka bagi mereka? Ada kekhawatiran pastoral: lalu apakah kita pergi menemui mereka dan memberi mereka Komuni? Memberi mereka Komuni bukanlah sebuah solusi. Itu saja bukanlah solusinya, solusinya adalah integrasi, menyatukan mereka dengan kita. Mereka tidak dikucilkan. Tapi mereka tidak bisa menjadi wali baptis, mereka tidak bisa bertugas membacakan bacaan dalam Misa, mereka tidak bisa menerima Komuni, mereka tidak bisa mengajarkan katekismus, mereka tidak bisa melakukan tujuh hal, saya punya daftarnya di sana. Jika saya mengatakan ini, mereka tampaknya dikucilkan secara efektif! Jadi, buka pintunya sedikit lagi. Mengapa mereka tidak bisa menjadi wali baptis? 'Tidak, lihat, kesaksian apa yang akan mereka berikan kepada anak-anak baptisnya?' Kesaksian seorang pria dan wanita yang berkata: 'Dengar, sayang, aku telah salah, aku tergelincir dan berdosa dalam hal ini, tapi aku percaya Tuhan mengasihiku, aku mau ikut Tuhan, dosa belum menguasai aku, karena itu aku teruskan saja perbuatanku ini.' Nah kesaksian kristiani macam apa ini? Atau jika salah satu dari para penjahat iman yang kita temui ini datang, mereka itu orang-orang busuk, untuk menjadi seorang bapa-baptis (wali baptis) dan secara teratur menikah demi Gereja, apakah Gereja harus menerimanya? Dan kesaksian apa yang dia datangi dan berikan kepada anak-anak baptisnya? Kesaksian kebusukan!!!
Kata-kata ini, yang bentuknya menjengkelkan dan juga menipu dalam substansi, merangkum proyek subversif Bergoglio, yang mendapat konfirmasi tepat waktu dalam dokumen terbaru dari dikasteri Vatikan yang telah menggantikan nama dan fungsi Kongregasi Ajaran Iman yang sudah dikompromikan; yang dipimpin oleh seorang individu (Tucho Fernández) yang tidak merahasiakan identitas total dan absolut pandangannya dengan Jesuit Argentina (Bergoglio), khususnya dalam masalah dukungan terhadap praktek sodomi.
Argumen yang sangat masuk akal ini menunjukkan ketidaksesuaian mutlak antara apa yang diajarkan magisterium Katolik dan apa yang ingin dicapai Bergoglio, dalam melaksanakan perintah yang diberikan kepadanya oleh orang-orang yang memilihnya. Janganlah kita lupa bahwa di antara hasil-hasil yang bisa diperoleh dengan menyingkirkan Benediktus XVI dan mempromosikan “musim semi Gereja”, email-email John Podesta justru mencantumkan perubahan moralitas dengan diperkenalkannya “kesetaraan gender,” sebuah eufemisme munafik yang mendasari pernyataan PBB. Agenda PBB dan Gereja 2030 menyembunyikan normalisasi transeksualisme, sodomi, dan pedofilia, serta kehancuran keluarga alami yang terdiri dari pria dan wanita akibat perceraian.
Hal ini sudah cukup, di mata orang yang jujur dan saleh, untuk menghindari dengan sangat hati-hati setiap variasi sekecil apa pun – bahkan disiplin – dalam isu-isu ini yang akan membuat Gereja Katolik dan dunia kaum globalist berada pada posisi yang bertentangan dan tidak dapat didamaikan. Oleh karena itu, jika seorang “Paus” – sebagai ekspresi dari progresivisme yang paling jengkel dan dihargai oleh musuh-musuh sejarah Gereja – memutuskan untuk membuka jendela Overton terhadap kutukan atas perbuatan sodomi, gundik, dan transeksualisme, ia tidak hanya melakukan hal yang sama, dengan alasan yang baik, tetapi dengan tujuan semata-mata untuk secara terbuka menentang magisterium dan pada hakekatnya menumbangkan misi hierarki.
Hal ini seperti “membuka pintu sedikit lebih lebar lagi,” karena menurut Bergoglio “solusinya adalah integrasi,” merupakan deklarasi niatannya sembilan tahun yang lalu yang saat ini menemukan pemenuhannya pada saat yang tepat, dalam keheningan yang mencengangkan dari Kolese Suci dan para uskup, bahkan dengan dukungan persetujuan substansial mereka. Karena sangatlah mudah untuk menyenangkan para penguasa di bumi, yaitu mereka yang mengatur pemerintahan dan bahkan para pemimpin hirarki untuk mencapai tujuan kriminal mereka. Apalagi menghadapi dengan iman dan keberanian bonum certamen yang selalu diperjuangkan Gereja melawan penguasa dunia ini, dengan bangga meneguhkan Injil Kristus dan menghadapi kemartiran untuk membela apa yang telah diperintahkan-Nya untuk diajarkan dengan setia oleh para pastor-Nya.
Analisa yang serius terhadap dokumen Dikasteri Ajaran Iman tidak dapat dan tidak boleh membatasi dirinya pada penyangkalan terhadap proposisi-proposisi sesat tertentu, karena pada akhirnya akan menjadi kaki tangan dari metode licik yang digunakan untuk menyusun proposisi-proposisi tersebut: sebaliknya, dampak jangka pendek dan jangka panjang perlu dipertimbangkan, dengan mempertimbangkan bagaimana tanggapan tersebut dibandingkan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya dan khususnya terhadap pihak-pihak yang mengarahkan tanggapan tersebut ke arah yang sama, sangat jelas dan tegas.
Pernyataan Bergoglio dalam wawancaranya dengan Elisabetta Piqué, “Solusinya adalah integrasi,” dimana ini mengungkapkan hal-hal yang disengaja dan subversif, yang membuat penulisnya tidak hanya bertanggung jawab secara serius di hadapan Tuhan atas pelanggaran dan dosa yang akan ditimbulkannya serta hukuman kekal yang menimpanya, yang akan mengutuk mereka yang melakukan hal tersebut, namun hal ini juga menunjukkan ketidaklayakan dan kebencian Jesuit Argentina tersebut (Bergoglio) untuk memegang jabatan Paus Roma dan Gembala universal kawanan Tuhan.
Inimicus Ecclesiæ, saya katakan dalam ceramah saya tentang sifat buruk persetujuan (baca di sini). Seorang musuh yang bertindak dengan konsistensi dan pemikiran jauh ke depan dalam melakukan hal yang bertolak belakang dengan apa yang diharapkan dari Wakil Kristus dan penerus Pangeran Para Rasul (paus).
Kita harus menghadapi kenyataan yang menyakitkan dan mengerikan: Bergoglio menampilkan dirinya sebagai sosok yang memusuhi umat Katolik yang setia pada Magisterium – yang terus dia olok-olok, kutuk, dan marginalkan – dan Bergoglio terlibat dengan orang-orang yang secara terbuka menentang apa yang telah diajarkan Gereja tanpa berubah selama dua ribu tahun. Tidak hanya itu: dia, Bergoglio, ingin memimpin umat Katolik yang baik – dan bersama mereka beberapa uskup dan imam yang masih mengakui iman mereka dalam integritasnya – untuk memisahkan diri dari sekte yang telah menyusup dan menyerbu Gereja, memprovokasi mereka dengan arogansi yang tidak tahu malu sehingga mereka merasa tersinggung dan dipermalukan.
Inklusivitas yang diilhami oleh Bergoglio dalam pekerjaan pembongkarannya terhadap Gereja adalah kebalikan dari apa yang Tuhan ajarkan kepada kita, yang dalam perumpamaan tentang pesta perkawinan (Mat. 22:1-14) tidak meninggalkan keraguan mengenai perlunya mengenakan jubah rahmat agar dapat diterima. Dalam bacaan Injil itu, Tuhan yang menemukan seorang tamu tanpa jubah yang layak bagi sebuah pesta, menyuruh hamba-hambanya mengikatnya dan melemparkannya ke dalam kegelapan yang paling gelap, di mana hanya ada tangisan dan kertak gigi (ibid., 13).
Perkataan Juruselamat, “Kamu akan menjadi sahabat-Ku jika kamu melakukan apa yang Aku perintahkan kepadamu,” (Yoh. 15:14) atau “Bukan dia yang berkata, 'Tuhan, Tuhan', tetapi dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang akan masuk Kerajaan Surga,” (Mat. 7:21) tidak memberikan alasan untuk salah paham, dan fakta bahwa seorang “Paus” berani menentang hal-hal tersebut adalah sebuah kegawatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak dapat ditoleransi dengan cara apa pun, demi keselamatan jiwa-jiwa dan pelanggaran terhadap Tuhan.
Saat ini kita dihadapkan pada paradoks “seseorang yang memproklamirkan diri sebagai ‘tuan dan pemilik’ Gereja” – karena Bergoglio telah bertindak ‘seakan mengusir orang-orang yang mengenakan jubah pesta pernikahan dari perjamuan, dan tanpa pandang bulu menerima orang lain yang tidak memakai pakaian pesta, untuk ikut serta. Namun jika “gerejanya” Bergoglio tidak menginginkan umat Katolik, bagaimana bisa dia menyebut dirinya “Katolik”? Jika orang yang menjalankan otoritasnya sebagai “paus” melakukan hal tersebut bertentangan dengan otoritas Kristus, bagaimana orang itu dapat dianggap sebagai wakil-Nya?
Sebuah lukisan indah karya Rembrandt, dibuat pada tahun 1636, disimpan di Galeri Nasional di London, berjudul ‘Pesta Balthazar’, yang diilhami dari kisah nabi Daniel (Dan 5). Raja Babilonia Balthazar, di tengah kepungan Raja Cyrus Agung dari Persia, mengadakan perjamuan mewah di istana, menggunakan bejana suci kuil yang dicuri sebagai rampasan dari Nebukadnezar sebagai persembahan. Pada kesempatan itu, di hadapan semua tamu dan pembesar, sebuah tangan muncul dan menulis kata-kata yang tidak dapat dimengerti di dinding aula kerajaan di depan tempat lilin (Dan 5:5). Daniellah yang menafsirkan kata-kata yang tidak jelas itu, Mane, Thecel, Phares (Dan 5:26-28):
Maka inilah tulisan yang tertulis itu: Mene, mene, tekel ufarsin. Dan inilah makna perkataan itu: Mene: masa pemerintahan tuanku dihitung oleh Allah dan telah diakhiri; Tekel: tuanku ditimbang dengan neraca dan didapati terlalu ringan; Peres: kerajaan tuanku dipecah dan diberikan kepada orang Media dan Persia." (Daniel 5:26-28)
Dalam menghadapi kontemplasi passio Ecclesiæ di tangan Bergoglio dan antek-anteknya, kita dapat berharap dan berdoa agar mereka yang belum beriman sebelum melakukan tindakan kebaikan secara diam-diam, dapat bertobat dengan adanya bukti-bukti yang meresahkan dari hal-hal yang menentangnya, sebelum terlambat.
ϯ Carlo Maria Viganò, Archbishop
-------------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Bergoglio: Saya suka membayangkan bahwa neraka itu kosong.
Nubuatan Tentang Pemurnian Yang Akan Datang
Francis Adalah Paus Yang Mereka Nantikan
'Mafia' St Gallen Adalah 'Kunci Utama…