SEORANG KARDINAL DARI BELANDA BERKATA BAHWA AMORIS LAETITIA
TELAH MENJADI PENYEBAB DARI KEHANCURAN GEREJA KATOLIK
NEWSCATHOLIC CHURCHWed Mar 7, 2018 - 4:48 pm EST
7 Maret 2017 (LifeSiteNews)
– Seorang kardinal dari Belanda, Willem Jacobus Cardinal Eijk,
telah mengatakan bahwa pertanyaan tentang orang-orang Katolik yang bercerai dan
menikah lagi, untuk boleh Komuni Kudus, telah memecah-belah Gereja Katolik.
Sumber dari kebingungan itu, kata Cardinal Eijk, adalah anjuran dari Paus Francis tahun 2016 Amoris Laetitia, khususnya Paragraf
305.
Willem Jacobus Kardinal Eijk baru-baru ini memberikan sebuah
wawancara dengan majalah bulanan Italia Il
Timone di mana dia membela doktrin Gereja tradisional. Dia bercerita mengenai
kerusakan yang dilakukan Paus Francis karena ketidak-jelasan pemikirannya yang diterapkan
terhadap Gereja.
"Pertanyaan ‘apakah mungkin untuk menyetujui umat Katolik
yang bercerai dan menikah kembali, untuk menerima absolusi sakramental dan
dengan demikian menerima Ekaristi,’ telah menghancurkan Gereja,"
katanya.
"Sumber dari kebingungan ini adalah Anjuran Pasca-Sinode
Amoris Laetitia," lanjutnya.
"Kebingungan ini terutama menyangkut paragraf 305 dalam anjuran Amoris Laetitia tersebut."
Kardinal Eijk mencatat bahwa beberapa Wali Gereja lokal telah
memperkenalkan peraturan pastoral yang menyiratkan bahwa pasangan yang bercerai
dan menikah lagi dapat menerima Komuni Kudus, sementara yang lain
"mengecualikan hal ini sebagai sebuah kemungkinan."
Hal ini menciptakan masalah tersendiri, dimana kardinal Eijk mengharapkan
Paus Francis akan menyelesaikannya dengan segera.
"Apa yang benar di tempat A tidak boleh menjadi salah di
tempat B," demikian kata Eijk.
"Penafsiran yang berbeda atas anjuran Amoris Laetitia ini,
mengenai pertanyaan-pertanyaan doktrinal, menyebabkan banyak kebingungan di
antara umat beriman. Oleh karena itu, saya akan senang jika Paus memberikan kejelasan
mengenai hal ini, lebih baik dalam bentuk semacam dokumen magisterial."
Kardinal Eijk mengatakan bahwa tidak mungkin ada pernikahan
kembali di dalam Gereja Katolik jika perkawinan yang sah sudah ada sebelumnya.
"Relasi antara Kristus dengan Gereja adalah sebuah karunia
timbal balik yang total," Eijk menjelaskan.
"Karunia Kristus yang total kepada umat direalisasikan
dalam karunia hidup-Nya di Kayu Salib. Karunia yang total ini dihadirkan di dalam
Sakramen Ekaristi. Siapa pun yang berpartisipasi dalam Ekaristi harus siap
untuk memberikan karunia total dari dirinya sendiri, yang berbagi dalam
keseluruhan karunia yang total dari Kristus kepada Gereja. Siapa pun yang
bercerai dan menikah lagi dalam upacara perkawinan sipil, sementara pernikahan
pertama belum dinyatakan batal (mendapatkan anulasi dari Gereja), maka dia melanggar
karunia total bersama yang ada di dalam perkawinan pertama. Pernikahan kedua yang
dilakukan dalam sebuah upacara pernikahan sipil bukanlah pernikahan yang benar
dan wajar," katanya.
Kardinal Eijk mengatakan bahwa melanggar "hadiah total" dari
pernikahan pertama yang sah membuat orang tersebut terlibat dalam pernikahan
kedua yang "tidak layak" untuk
menerima Sakramen Mahakudus, walaupun tentu saja orang tersebut masih dapat
berpartisipasi dalam perayaan liturgi dan menerima perawatan (nasihat-nasihat)
pastoral.
Dalam situasi di mana pasangan yang telah
hidup bersama tidak dapat berpisah
karena berbagai alasan yang serius, seperti misalnya kewajiban mereka kepada anak-anak mereka, maka mereka dapat ikut di dalam Sakramen
Rekonsiliasi (Pengakuan) dan Perjamuan Kudus hanya jika mereka memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam paragraf
84 Familiaris Consortio dan dalam paragraf 29 dari Sacramentum Caritatis,
Eijk menegaskan.
"Salah satu dari persyaratan
ini adalah mereka harus berkomitmen untuk hidup sebagai
saudara laki-laki dan perempuan, yaitu tidak berhubungan
seksual."
Kardinal Eijk juga menjelaskan selama wawancara, betapa negeri Belanda telah tergelincir
menuruni "lereng licin" konsekuensi-moral yang tidak terduga dalam tindakan aborsi massal dan euthanasia yang dilakukan
atas dasar permintaan. Eijk menyalahkan PBB, dan beberapa
institusi internasional lainnya serta negara-negara tertentu karena mereka menyebarkan
"teori gender" yang tidak manusiawi.
Seluruh wawancara ini, yang diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Giuseppe
Pellegrino, telah diterbitkan dalam blog OnePeterFive.
Kardinal
Eijk, berusia 65 tahun, adalah seorang pria
luar biasa, berpendidikan tinggi, dia adalah seorang pemegang beberapa
gelar doktor sekaligus. Dia juga mengambil gelar di bidang kedokteran
dari Universitas Amsterdam sebelum dia ditahbiskan sebagai pastor. Dia kemudian
menyelesaikan PhD di bidang kedokteran dengan disertasi tentang euthanasia.
Tesis doktor berikutnya, dalam bidang filsafat,
berjudul "Masalah etika dalam rekayasa
genetika manusia." Doktor terakhirnya, dalam bidang teologi, dianugerahkan oleh Lateran di Roma.
Pada tahun 2007 Eijk diangkat sebagai
Uskup Agung Utrecht oleh Paus Benediktus XVI, dan pada tahun 2017 Paus Benediktus menjadikannya sebagai Kardinal. Eijk hadir pada Sinode Luar Biasa dan Biasa tentang Keluarga (2014
& 2015), di mana dia menentang pemberian
Sakramen-sakramen kepada para pezina yang tidak bertobat.
Eijk juga menentang pembaharuan yang dilakukan oleh beberapa orang kardinal yang ada
di dalam buku Eleven Cardinals Speak on Marriage and
the Family: Essays from a Pastoral Viewpoint, yang diterbitkan pada tahun 2015 oleh Ignatius Press. Dia
adalah salah satu dari tiga belas kardinal yang menulis
surat kepada Paus Fransiskus yang memintanya untuk tidak membiarkan Sinode
Biasa tentang
Keluarga (2015) dibajak oleh pertanyaan tentang ‘orang yang bercerai dan menikah kembali’.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment