TED FLYNN
– PERPECAHAN YANG SEMAKIN MELUAS
SEDANG TERJADI DI DALAM GEREJA KATOLIK
G.K. Chesterton pernah berkata, “Kita tidak butuh sebuah agama yang
hanya benar ketika kita bertindak benar. Apa yang kita butuhkan adalah sebuah
agama yang tetap berjalan benar ketika kita bertindak salah.” (G.K. Chesterton adalah seorang ahli filsafat dan penulis rohani yang
terkenal, 1874-1936)
Saat ini kita sedang menyaksikan sebuah perang, dalam skala
penuh, atas arah yang sedang ditempuh oleh Gereja Katolik dan Apostolik Roma.
Tarik ulur antara mereka yang terlibat dalam pertempuran ini sebenarnya telah berlangsung
sejak zaman Reformasi dulu, dan selama berlangsungnya Konsili Vatikan II dan
sesudahnya, hingga kini. Janganlah menutup mata tentang hal itu, tentang
kenyataan yang ada di belakang layar, dan sering kali secara diam-diam, bahwa ada
orang-orang tertentu yang ingin mengubah secara agresif apa yang telah
diajarkan oleh Kristus dan Gereja-Nya selama 2.000 tahun ini.
Sekarang sudah berjalan
lima tahun sejak 13 Maret 2013, ketika Paus Fransiskus mengambil posisinya
sebagai Wakil Kristus di bumi, dan perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap gereja,
di bawah kepausannya, sangatlah dalam. Zaman Reformasi dulu telah menghasilkan
perubahan yang tak terhitung banyaknya di dalam gereja dan dunia, dan beritanya
berjalan lambat karena zaman itu, di mana peristiwa itu terjadi, berbeda dengan
sekarang. Sejak Martin Luther menempelkan sembilan puluh lima tesisnya di
sebuah pintu Gereja untuk dilihat oleh banyak orang pada tahun 1517, berbagai perubahan
dari waktu ke waktu telah datang ke dalam gereja, yang hanya dapat dibayangkan oleh
beberapa orang saja. Dengan diadakannya Konsili Vatikan II dari tahun 1962-1965,
kami melihat adanya penyimpangan dan pemisahan pemikiran lebih jauh dengan lahirnya
Tatanan Baru dalam Misa (Novus Ordo) dan sebuah doktrin yang berbeda yang
muncul dari inspirasi zaman-zaman sebelumnya.
Ada nuansa dan
variasi pemikiran alami yang signifikan pada sekitar 1,3 miliar umat Katolik di
dunia. Kita belum pernah menyaksikan perpecahan yang begitu hebat di antara
umat beriman sejak Konsili Vatikan II. Umat saat ini menjadi kebingungan dan
sulit untuk memahami semua ucapan yang keluar dari para pemimpin Gereja dan apa
arti yang sebenarnya dari ucapan-ucapan itu. Baik zaman Reformasi maupun zaman Vatikan
II tidak memiliki sarana media sosial, namun saat ini apa yang terjadi di Roma
atau di Yerusalem hari ini dan saat ini dapat dilihat dan diketahui secara real
time. Dengan jutaan jumlah blogger, situs web, dan wartawan, begitu banyak
orang memiliki berbagai pendapat tentang segala hal. Seringkali terjadi lebih
banyak panas ketimbang terang pada sebagian besar perbincangan yang terjadi di
dalam gereja dan politik.
Sebagai hasil dari
apa yang terjadi saat ini, orang-orang nampaknya jatuh ke dalam salah satu dari
tiga kubu utama. Kelompok-kelompok ini telah muncul sejak asap putih menaiki
cerobong di Kapel Sistina lima tahun yang lalu (konklaf):
Kelompok 1
Kelompok ini mengancam
untuk meninggalkan gereja karena mereka menentang apa yang mereka anggap
sebagai ajaran sesat oleh Paus Fransiskus. Mereka melihat adanya sejumlah orang
homoseksual yang berada pada pos-pos penting (di mana sedikit sekali yang
dilakukan untuk mengawasi orang-orang pembela homosex ini); orang-orang inilah
yang mengarahkan perjalanan Sinode tentang keluarga (2014 & 2015), dan orang-orang
ini jugalah yang menyusun bahasa ambigu dan membingungkan dalam Amoris Laetitia (The Joy of Love) yang
banyak orang menganggap hal itu memang disengaja. Amoris Laetitia dirilis pada
19 Maret 2016 pada Hari Raya St. Yoseph yang merangkum dokumen dari dua Sinode,
tentang kasih di dalam keluarga. Banyak orang dalam kelompok ini yang merasa skeptis
sejak awal masa kepausan Francis dimana Sinode pertama (2004) telah dibajak
oleh kontingen yang sangat liberal dari para Uskup dan Kardinal. Kelompok ini
tidak yakin ke mana harus pergi saat ini dan mereka melihat lebih banyak ke arah
Misa Latin Tradisional untuk kelangsungan peribadatan mereka atau mereka akan meninggalkan
gereja saja secara langsung. Mereka telah membaca buku-buku The Dictator Pope, dan The Lost Shepherd, How the Pope is Misleading His Flock, serta tulisan-tulisan lain yang pada kenyatannya adalah benar.
Kelompok 2
Sekelompok umat beriman disini tetap berada di dalam gereja
dan mereka mau menerima tulisan-tulisan Paus Fransiskus, yang terinspirasi dari
Sinode yang lalu, meski nampaknya memiliki masalah dengan Amoris Laetitia. Mereka tidak berbicara menentangnya, dan mereka menerimanya sebagai kebenaran, karena hal itu berasal
dari kepausan. Mempertanyakan otentisitas kepausan tidak dapat diterima oleh
kelompok ini.
Di sinilah adanya
area yang kabur. Banyak umat Katolik dari kelompok ini memiliki untaian DNA
yang datang sejak lahir untuk menghormati otoritas di Roma yang mereka anggap
sebagai Injil. Apa yang Roma katakan, itulah yang Injil katakan. Banyak orang
dalam kelompok ini yang tidak mau mempertanyakannya. Mereka adalah ibu-ibu yang
bersikap ‘nrimo’, mungkin ada ayah atau ibu yang bekerja dalam dua pekerjaan
atau banyak lembur untuk memenuhi kebutuhan rumah, berkurban demi cinta pada keluarga,
serta orang tua yang benar-benar peduli dengan nilai raport anak-anak mereka
dan menjaga anak-anaknya agar tidak bertengkar dengan anak-anak tetangga. Pulang
dari kantor, mereka bertanya-tanya bagaimana mereka akan membayar tagihan dokter
gigi. Orang tua melatih liga kecil sepak bola dan membawa gadis-gadisnya ikut
les balet. Sering kali, menurut mereka, membaca dokumen-dokumen magisterial
yang berisi masalah yang tidak dapat mereka kendalikan adalah di luar kemampuan
emosional dan waktu mereka. Mereka mempercayai gereja begitu saja karena mereka
telah diajari untuk mempercayai gereja begitu saja. Mereka berusaha untuk bertahan
di tengah budaya yang sedang memburuk di depan mata mereka. Banyak umat yang
termasuk dalam kelompok ini tidak dapat meceritakan kepada anda bahasa sulit
yang ada di dalam ensiklik atau nama-nama hierarki gereja yang mempromosikan
suatu agenda tertentu dengan cara apa pun. Mereka adalah para ibu dan ayah yang
sibuk mengganti popok, belanja, menyiapkan makanan, dan mengajak anak-anak
tidur tepat waktu di malam hari karena ini adalah tempat mereka dalam
kehidupan. Seringkali orang-orang seperti ini menjadi garam dunia. Mereka selalu
setia pada apa yang telah diajarkan pada mereka di masa lalu dan terkadang
(bahkan sering) mereka tidak menyadari adanya agenda liberal tersembunyi yang
terjadi di belakang layar yang ingin membawa gereja menuju arah yang baru. Kadang-kadang
ada ketegangan yang cukup panas dengan orang-orang ini jika ada seseorang tidak
setuju dengan mereka. Mereka mungkin melihat terjadinya kemurtadan iman di
tengah-tengah kita, dan kemudian gereja diserang, tetapi mereka akan tetap
mengikuti keputusan kepausan karena mereka tidak
tahu ke mana harus berpaling.
Kelompok 3
Ini adalah kelompok
yang terkecil. Kelompok ini menentang beberapa ajaran dari Paus Fransiskus
sebagai ajaran yang sesat, seperti yang dilakukan kelompok 1, tetapi kelompok ini
memutuskan untuk tetap tinggal di dalam Gereja, karena mereka percaya bahwa
mereka berdiri di atas kebenaran magisterial yang telah bertahan melalui lebat
dan tipisnya kabut asap yang menerjang selama berabad-abad ini, di mana gerbang
neraka tidak akan pernah bisa mengubah arah kebenaran dalam jangka panjang.
Kelompok ini menganggap kebingungan saat ini di dalam gereja hanyalah benturan
lain dalam perjalanan panjang Gereja Katolik. Seringkali kelompok ini dianiaya
dan dipinggirkan oleh kelompok 2 karena bersikap kritis terhadap Wakil Kristus.
Lima kata dari "Who Am I to Judge" telah mengirim mereka melewati tapal
batas kesabaran mereka di awal pemerintahan Francis.
Tak seorangpun sekarang
ini yang kebal dari suasana kebingungan ini. Tanggal 7 April 2018 akan ada
sebuah konferensi di Roma dengan para klerus yang akan menghadirinya, di luar kardinal-kardinal
Dubia, untuk menangani berbagai masalah yang disebabkan oleh pernyataan-pernyataan
dari Paus Fransiskus, dimana konferensi itu berjudul: Gereja Katolik: ke mana akan menuju?
Jawaban
Pada tahun 1830,
Bunda Terberkati menampakkan diri kepada seorang novis muda di sebuah kapel,
bernama Catherine Laboure di Rue du Bac, Paris. Antara 18 Juli dan Desember
1830, Suster Catherine menerima karunia yang luar biasa karena
bisa berbicara dengan Bunda Terberkati dalam tiga kesempatan terpisah. Suatu
ketika, Bunda Maria menunjuk ke altar, dimana tabernakel berada, dan berkata, “Datanglah menuju kaki altar ini. Di sini,
rahmat akan melimpah kepada semua orang yang memintanya dengan penuh keyakinan
dan semangat.” Bunda Maria mengatakan bahwa pesannya saat itu tidak
didengarkan oleh manusia, seperti yang dimintanya. Kemudian Bunda Maria,
seperti biasanya, selalu memberikan jawaban bagi umat manusia dan jawaban itu
ada di dalam diri Putera-Nya.
Maka, pada tahun
1846, Bunda Maria menampakkan diri di sebuah dusun pertanian yang terisolasi kepada
dua anak muda di pegunungan Prancis yang bernama LaSalette. Di sini Bunda Maria
memberikan salah satu pesan paling keras dalam sejarah penampakan. Bunda Maria berkata,
"…imam-imam, para pelayan Puteraku,
para imam itu dengan melalui kehidupan jahat mereka, dengan melalui sikap tidak
hormat mereka dan ketidaksopanan mereka dalam perayaan misteri-misteri suci, melalui
cinta mereka terhadap uang, cinta mereka akan kehormatan dan kesenangan ...
para imam telah menjadi sebuah tangki limbah ketidak-murnian… gereja akan
berada dalam kekalahan… aku memberimu enam hari untuk bekerja; dan aku mencadangkan
hari yang ketujuh untuk diriku, namun tidak ada orang yang mau memberikannya
kepadaku. Inilah yang sangat membebani
lengan Putraku dengan begitu besar... Roma akan menjadi tempat kedudukan anti-kristus.”
Ini bukanlah pesan biasa. Pada tanggal 19 September 1851 Paus Pius IX secara
resmi menyetujui diadakannya devosi publik dengan doa yang mengacu kepada pesan
LaSalette sebagai "rahasia-rahasia." Pada tahun 1879, Paus Leo XIII memberikan
Penobatan Kanonik kepada Basilika Bunda LaSalette.
Ada banyak lagi pesan-pesan otentik seperti ini selama seratus
tahun terakhir, di mana dikatakan, "Setan akan mencapai bagian dalam dan
puncak gereja, dan kemurtadan akan terjadi secara menyeluruh." Pertanyaan
yang harus diajukan adalah: Apa sih sebenarnya
Puncak dari gereja itu?
Pertempuran saat
ini amat sengit dan kesejahteraan moral generasi masa mendatang dipertaruhkan. Itulah
sebabnya kita harus fokus kepada salib dan buah dari Adorasi Ekaristi. Itulah obat
Surga bagi segala penyakit manusia. Inilah saatnya untuk melipat-gandakan upaya
kita dan masuk lebih jauh di dalam doa dan Adorasi.
Jesus, I Trust on You
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment