SEORANG TEOLOG
MORAL MENYAMPAIKAN SERUAN TERBUKA KEPADA USKUP-USKUP DI DUNIA:
Seorang teolog moral, Dr. E. Christian Brugger, telah menulis
"seruan terbuka" kepada semua uskup di dunia, memperingatkan bahwa
hanya dengan campur tangan episkopal persaudaraan saat ini kita dapat berharap
untuk bisa mencegah apa yang dia katakan sebagai bencana spiritual bagi Gereja Katolik, sebagai akibat dari Amoris Laetitia dari PF.
Dr. Brugger adalah seorang konsultan teologis untuk
Konferensi Uskup (Wali Gereja) AS mengenai Doktrin di Amerika Serikat pada
tahun 2016. Dia telah bertugas sebagai dekan Sekolah Filsafat dan Teologi di
Universitas Notre Dame, Australia, dan Professor Teologi Moral di Seminari
Teologi St. John Vianney di Denver. Dia adalah penulis
The
Indissolubility of Marriage dan Council of Trent (Catholic
University of America Press, 2017). Dia adalah peneliti senior etika di Culture of Life
Foundation di Washington, D.C.
Di bawah ini adalah artikelnya dan seruannya secara terbuka
yang ditujukan kepada uskup-uskup di seluruh dunia.
***
Setelah bekerja selama lima tahun sebagai utusan kampus
Katolik pada 1980-an, saya memutuskan untuk memulai studi pascasarjana dalam bidang
teologi moral. Ini terjadi pada masa kejayaan proporsionalisme ketika para
pendirinya masih memegang beberapa jabatan di bidang teologi moral Katolik yang
paling berpengaruh di dunia: Richard McCormick di Universitas Notre Dame, Josef
Fuchs di Universitas Gregorian di Roma, Louis Janssens di Universitas Louvain,
dan Bernard Häring (emeritus) di Alphonsianum di Roma.
Dalam Veritatis
Splendor, Yohanes Paulus II dengan tegas memperingatkan Gereja Katolik
terhadap teori-teori moral mereka. Kepedulian utama paus (YP II) adalah bahwa di
hadapan keadaan yang kompleks, maka aktivitas
dari hati nurani dan gagasan bahwa hukum moral hanyalah sebuah cita-cita, banyak
orang yang berakhir dengan membenarkan bentuk-bentuk perilaku yang telah lama
dianggap bertentangan dengan hukum ilahi dan alam. (VS 56, 76, 103).
Kemudian 25 tahun kemudian muncul apa yang sekarang disebut
“paradigma baru” yang lahir dari Amoris
Laetitia. “Paradigma baru” ini mengusulkan bahwa dalam keadaan-keadaan yang
kompleks, maka aktivitas hati nurani dan gagasan bahwa hukum moral hanyalah
suatu cita-cita, maka beberapa umat Katolik tidak diharuskan untuk tunduk dan patuh
pada tuntutan obyektif dan konkret dari hukum-hukum ilahi dan alam.
Setelah mempelajari secara mendalam bentuk baru dari penalaran
moral ini, dan setelah saya mendiskusikannya dengan para filsuf, teolog,
kanonis, uskup dan kardinal, saya khawatir bahwa "paradigma baru" ini
bertentangan dengan iman dan moral Katolik; bahwa ajarannya sangatlah berbahaya
bagi jiwa; dan bahwa penyebarannya lebih lanjut akan sangat merusak moralitas
Katolik.
Oleh karena itu, dengan menyadari bahwa setiap anggota umat
beriman harus melakukan apa yang dia bisa untuk melestarikan dan mempromosikan deposit
iman Kristiani (CIC 212), dan saya percaya bahwa Yesus ingin saya mengambil
langkah ini, maka saya menyampaikan seruan ini kepada para uskup Katolik di
dunia - dengan segala kerendahan hati, secara langsung, benar dan pasti – karena
saya percaya bahwa hanya para uskup saja saat ini yang dapat mencegah bahaya yang
lebih besar dan lebih jauh terhadap Tubuh Mistik Kristus serta misi apostoliknya,
yang disebabkan oleh "paradigma baru" itu, jika kita melanjutkan perjalanan
Gereja seperti yang terjadi sekarang.
Saya menyampaikan seruan ini dan mengharapkan tanggapan dari para
uskup dunia, dengan pengantaraan bapa kita yang rendah hati, St Yosef, sebagai Pelindung
Gereja Universal.
***
Para Uskup Agung, para Uskup dan para saudara di dalam Kristus,
Beberapa orang yang berpengaruh di
dalam Gereja telah menggunakan "paradigma baru" untuk membenarkan
bentuk-bentuk perilaku yang telah lama
diakui sebagai bertentangan dengan ajaran-ajaran Hukum Ilahi dan Alam.
Seperti yang saya
tulis baru-baru ini:
“'Paradigma baru' itu - meskipun orang-orang iru tidak
pernah secara eksplisit mengatakannya demikian – telah memungkinkan para imam
dan uskup secara bersamaan untuk menegaskan bahwa mereka menerima ajaran moral
Gereja yang baru dan memberi kebebasan kepada suara 'hati nurani individu' yang
tidak hidup sejalan dengan ajaran Gereja untuk terus hidup dengan cara mereka sendiri,
sambil mereka tetap berjalan mendekati Meja Perjamuan Tuhan (menerima Sakramen-sakramen)."
Kita bisa melihat hal ini di berbagai tempat di mana umat
Katolik yang hidup dalam relasi yang secara objektif berdosa (homosex, kumpul
kebo), mereka telah dibebaskan untuk kembali menerima Komuni Kudus tanpa niatan
yang tulus untuk mengubah perilaku mereka. "Paradigma baru" ini secara
efektif telah memberi ijin kepada perbuatan-perbuatan yang ditolak oleh Kristus
dan St. Paulus dalam Perjanjian Baru dan oleh Gereja selama 20 abad ini. Di
Jerman, Argentina, Malta, dan di tempat-tempat lain di dunia kita sekarang bisa
melihat terjadinya "perceraian dan pernikahan kembali” serta "perzinahan
yang dilakukan oleh umat Katolik."
Kecuali anda (para uskup) mau campur tangan untuk mencegah
"paradigma baru" ini dibawa menuju ajaran moral Katolik yang lebih luas,
maka logika dari paradigma baru itu pasti akan diterapkan juga bagi tindakan kontrasepsi (meskipun ajaran kuno
Gereja Katolik mengenai kontrasepsi telah ditegaskan kembali dalam Gaudium
et Spes dan Humanae
Vitae), diterapkan juga bagi
perilaku homoseksual (meskipun ajaran mengenai homosexual telah ditegaskan
kembali dalam Persona
Humana dan Katekismus
Gereja Katolik), dan diterapkan
juga bagi berbagai perilaku lainnya yang selama ini telah ditolak karena tidak
sesuai dengan ajaran Kristus.
Dan para pembela dari “paradigma baru” itu akan berkata:
“Semua yang kami lakukan adalah menerapkan ajaran Gereja dengan kepekaan
pastoral yang lebih besar, dengan memberikan perhatian yang tinggi terhadap
kompleksitas dari 'keadaan-keadaan' tertentu dan dengan lebih menghormati
martabat dari ‘hati nurani’ manusia; tetapi doktrin moral yang bersifat abadi itu
sendiri tidak dipertanyakan.”
Intervensi dari umat awam dan imam-imam yang setia adalah penting,
tetapi hal ini tidak mungkin bisa mempengaruhi keputusan Paus. Hanya intervensi
dari episkopal persaudaraan (uskup-uskup) saat ini yang dapat diharapkan untuk
menghindari apa yang akan menjadi bencana spiritual bagi Gereja Katolik. Karena
jika "paradigma baru" itu secara resmi diterapkan pada tindakan
kontrasepsi, maka semua norma moralitas seksual Katolik akan runtuh seperti
kartu domino. Kejahatan besar akan terjadi. Dan banyak jiwa-jiwa akan musnah. Tetapi
Tuhan, tentu saja, akan mendatangkan kebaikan dari semua keadaan ini. Tetapi
bukannya tanpa kerugian yang tak terkirakan besarnya.
Oleh karena itu, bagi semua uskup Katolik – di Timur dan di Barat
- yang percaya bahwa "paradigma baru" ini adalah dan akan terus
digunakan untuk membenarkan bentuk-bentuk perilaku yang secara tradisional
dinilai bertentangan dengan hukum ilahi dan alam, maka saya dengan hormat
meminta anda mempertimbangkan untuk mengambil tindakan dalam empat cara
berikut:
1.
Untuk secara pribadi
menulis kepada nubio apostolik di negara anda dan memintanya dengan hormat
untuk memberitahukan kepada Bapa Suci kekhawatiran anda tentang "paradigma
baru" ini, dan terutama mendesaknya agar tidak menerapkannya pada ajaran Humanae Vitae.
2.
Untuk secara
pribadi menulis surat kepada PF, secara persaudaraan, mengungkapkan keprihatinan yang sama
ini dan dengan hormat memintanya untuk mengajarkan secara jelas mengenai kebenaran-kebenaran moral dari iman
Katolik, terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan Ajaran ke 5 dan 6 dari 10 Perintah Allah (pembunuhan --- kontrasepsi, dan
perzinahan), dan untuk memperbaiki kesalahan pastoral yang lahir dengan mendasarkan kepada ajaran-ajaran
PF.
3.
Untuk secara resmi mengumumkan pada
keuskupan anda serangkaian norma yang secara pastoral menangani
isu-isu sensitif yang diangkat di dalam Amoris
Laetitia (khususnya Bab 8), melalui
norma-norma yang konsisten dengan
ajaran-ajaran Yohanes Paulus II, Benediktus XVI dan tradisi moral dan pastoral
Katolik.
4.
Untuk
secara pribadi selalu berhubungan
dengan para uskup yang sepemikiran dengan anda dan mempertimbangkan cara-cara yang konstruktif
untuk menggunakan magisterium anda guna
melaksanakan tugas-tugas episkopal seperti yang ditegaskan oleh Katekismus Gereja
Katolik:
Perutusan Wewenang Mengajar berkaitan dengan sifat definitif
perjanjian, yang Allah adakan di dalam Kristus dengan Umat-Nya. Wewenang
Mengajar itu harus melindungi umat terhadap kekeliruan dan kelemahan iman dan
menjamin baginya kemungkinan obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas dari
kekeliruan. Tugas pastoral Wewenang Mengajar ialah menjaga agar Umat Allah
tetap bertahan dalam kebenaran yang membebaskan. (CCC890)
Ketika Anda membahas "paradigma
baru" itu dalam korespondensi anda, anda dapat mempertimbangkan bentuk
yang mirip dengan apa yang digunakan oleh John Paul II ketika membahas
Proportionalisme di dalam Veritatis
Splendor:
“Teori-teori semacam itu (dalam
hal ini 'paradigma' itu) tidaklah setia kepada ajaran Gereja, ketika mereka
percaya bahwa mereka dapat membenarkan, sebagai pilihan-pilihan perilaku yang
secara moral baik dan disengaja atas perbuatan yang jelas bertentangan dengan
perintah-perintah hukum ilahi dan alam. Maka (Paradigma-paradigma) ini tidak
dapat mengklaim bahwa ia didasarkan pada tradisi moral Katolik ”(76).
Memang, akan mudah bagi anda (para Uskup) untuk mengatakan:
"Saya telah melakukan semua yang saya bisa. Itu semua ada di tangan Tuhan.
Kita harus puas untuk meninggalkannya di sana (di Tangan Tuhan).” Tetapi tolong
diingat bahwa anda adalah tangan Yesus untuk mengatasi situasi yang sangat
serius ini.
Saya bersedia membantu anda (para uskup) dengan cara apa pun
yang saya bisa - dengan berbagai keprihatinan, pokok-pokok pembicaraan, pedoman
keuskupan, dll. Janganlah ragu untuk menghubungi saya.
Salam hormat saya di dalam Yesus,
E. Christian Brugger D.Phil.
Moral Theologian
Jacksonville Beach, Florida
USA
ecb.assistance@gmail.com
Moral Theologian
Jacksonville Beach, Florida
USA
ecb.assistance@gmail.com
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment