JEANNE SMITS, PARIS CORRESPONDENT
SERGEY NIVENS / SHUTTERSTOCK.COM
VISI PASCA-COVID DARI KAUM ELIT GLOBALIS BAGI UMAT MANUSIA ADALAH BERSIFAT
SATANIS,
ANTI-MANUSIA
The World Economic
Forum sebenarnya tidak mempromosikan ide bahwa manusia ‘harus tidak ada lagi'
melalui banyak kalimat, namun ide seperti itu justru sudah ada, yaitu agar
‘manusia tidak ada lagi,’ dan hal ini patut dipertimbangkan oleh semua orang.
Fri Aug 14,
2020 - 8:05 pm EST
14 Agustus 2020 (LifeSiteNews) - World Economic Forum (WEF)
banyak bicara tentang era "pasca-COVID". Ia secara terbuka
menggunakan sebuah ‘epidemi ketakutan’ seputar virus korona Wuhan untuk mendorong
dunia ke arah tertentu -- khususnya melalui promosi
Great
Reset yang direncanakan untuk dimulai pada Januari 2021 mendatang
bersama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan pangeran Wales. Lalu,
kemana tujuannya?
Pelacakan rutin situs web
weforum.org memberikan gambaran awal tentang dunia masa depan seperti yang
disukai oleh komunitas kaum globalis. Forum Ekonomi Dunia (WEF) baru-baru ini menerbitkan
presentasi yang menyanjung tentang "untact" – yaitu sebuah dorongan
menuju "jarak sosial" (social distancing) yang bertahan lama, seperti yang dipromosikan oleh Korea
Selatan. Ia juga menyarankan lima pembaharuan yang bertemakan ekologi sebagai hal
yang harus dibaca. Salah satunya menampilkan seorang pahlawan wanita yang
melakukan bunuh diri di tengah sebuah konferensi untuk menunjukkan bahwa hanya
dengan hilangnya manusia akan dapat menyelamatkan pohon dan planet
kita.
Postingan terbaru lainnya termasuk yang
berjudul: "Jika membuka kembali sekolah-sekolah terlalu dini, hal ini dapat
menyebarkan COVID-19 lebih cepat lagi -- terutama di negara berkembang,"
"Laporan-laporan tentang flu musiman mencapai rekor terendah di tengah pemberlakuan
‘jarak sosial’ global," "Virus corona telah mengurangi ruang aman bagi
remaja LGBTQ," "Sejarah singkat rasisme dalam perawatan kesehatan,” “Coronavirus:
Green recovery 'bisa mencegah pemanasan bumi sebesar 0,3C' pada tahun 2050,” dan
seterusnya. Krisis COVID-19 juga mendorong Forum Ekonomi Dunia sekali lagi
untuk mempromosikan impian yang berbau sangat
sosialis tentang pendapatan pribadi yang dibayar oleh negara untuk semua
orang, dengan judul "Pendapatan dasar universal adalah jawaban
atas ketidaksetaraan yang diekspos oleh COVID-19."
Meskipun situs web Forum Ekonomi Dunia (WEF) secara
rutin memperingatkan bahwa pendapat yang diungkapkan dalam cerita ini bukanlah
pendapat organisasi (WEF) itu sendiri, tetapi faktanya adalah tetap, bahwa
artikel-artikel ini telah dipilih dan didistribusikan di bawah panji WEF.
Semuanya menuju ke arah yang sama.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) memang benar untuk
dirinya sendiri. Ini adalah forum yang, di bawah dorongan pendirinya, Klaus
Schwab, sejak 1971 menyelenggarakan pertemuan tahunan rahasia di Davos, tempat
para pendukung globalisasi terkemuka dunia bertemu. Para pemimpin pemerintahan
dan pebisnis tingkat tinggi dari seluruh dunia berkumpul di resor ski kecil di Swiss,
di bawah perlindungan ketat dari pasukan bersenjata lengkap, dan mendiskusikan
bentuk masyarakat dan dunia yang akan datang.
Karena pertemuan itu semakin menjadi kurang
rahasia dan lebih banyak lagi yang dipublikasikan, maka WEF telah memperlihatkan
tujuannya secara lebih dan lebih jelas lagi dalam hal perubahan sosial dan
ekonomi yang diinginkannya. Situs webnya, weforum.org, secara jelas membingkai "impian masa
depan" globalisme dengan mendistribusikan nilai baik atau buruk kepada
negara-negara dan para pemimpinnya.
Mengenai virus corona dan "jarak sosial,"
Korea Selatan mendapat nilai bagus. Korea Selatan telah mencapai hasil yang
luar biasa dalam memerangi penyebaran virus corona Wuhan, dengan kurang dari
15.000 infeksi dan hanya 305 kematian, meskipun populasinya lebih dari 50 juta,
dan Korea Selatan memperoleh hasil ini tanpa penguncian wilayah (Lockdown).
Namun dari kasus yang termasuk non-krisis ini, pemerintah Moon Jae-in ingin
mempromosikan "jarak sosial" dengan cara apa pun, melalui institusi
masyarakat "tanpa kontak" (untact) yang terus dikembangkan.
Sebuah kata ungkapan baru bahkan telah
diciptakan untuk menggambarkan cita-cita Korea Selatan: "untact" sebagai lawan dari "contact," sebuah neologisme yang layak untuk Newspeak
1984. Sampai saat ini, kita semua mengira kontak, pertemuan, tidak adanya
isolasi, pertemuan dan pertukaran dengan keluarga, teman, kenalan, kolega,
tetangga, dan pemilik toko dari segala jenis adalah bagian dari kekayaan dan
kepenuhan hidup manusia. Bahkan saat ini, terlepas dari propaganda COVID-19,
para lansia sering mengatakan bahwa kesepian adalah penderitaan terparah di
usia tua. Tetapi virus korona Wuhan tampaknya memiliki fungsi untuk menghapus
banyak kebebasan dan kegembiraan hidup. Dan hal itu membutuhkan – bahkan menuntut - “untact.” (contact: berhubungan; untact: tidak
berhubungan atau tanpa kontak).
Dalam kisahnya pada 11 Agustus di situs WEF,
Rosamond Hutt menjelaskan: "Pemerintah Korea Selatan ingin orang-orang
menggunakan layanan nirsentuh (tidak
bersentuhan) di dalam perang untuk menghentikan penyebaran COVID-19 dan
membantu pemulihan ekonomi." Bagaimana caranya? Dengan menggunakan lebih banyak robot dan otomatisasi dan beralih ke cara
digital.
Artikel itu menggambarkan sebuah kafe di
Daejeon yang semua pegawainya adalah robot yang menyiapkan, menyajikan, dan
mengomentari tentang minuman, untuk mengurangi kontak antara karyawan dan
pelanggan -- atau lebih tepatnya, satu-satunya karyawan, karena bar tersebut
hanya mempekerjakan satu orang: seorang koki pastry yang juga melakukan
perawatan, pembersihan dan penyetokan ulang. Musuh terburuk manusia adalah manusia, seperti yang mereka katakan.
Sebuah "Kesepakatan Baru Digital" -
bagian dari paket stimulus komprehensif lima tahun senilai $ 62 miliar -- akan
membantu Korea Selatan untuk memperluas layanan yang tidak manusiawi ini.
Rencana tersebut hadir dengan agenda yang luas: pembangunan 18 rumah sakit
"pintar" dalam rangka menyediakan perawatan kesehatan jarak jauh,
terutama untuk orang tua dan rentan, pendanaan untuk membantu usaha kecil dan
menengah untuk mengatur pertemuan virtual dan purna jual jarak jauh, dan
investasi dalam teknologi untuk robotika dan, tentu saja: drone.
Di Korea Selatan, belanja online dengan bantuan
chatbots dan janji pertemuan dengan dokter virtual sudah mendapatkan
momentumnya.
Di luar penyederhanaan dan penghematan waktu
yang dapat dilakukan oleh konferensi video (jarak jauh), tidak boleh dilupakan
bahwa penghapusan lawan bicara manusia secara bertahap juga berarti penghapusan
pekerjaan dan kehangatan manusiawi. Digitalisasi mengarah pada penggantian
manusia dengan mesin.
Robotisasi, yang secara teratur disebut WEF
sebagai elemen utama dari "revolusi industri keempat" yang harus
disertai dengan pemberlakuan pendapatan dasar universal, telah menemukan
"fasilitator": COVID-19. Pria dan wanita sedang diteror oleh virus
yang hampir tidak membunuh siapa pun di Korea Selatan (dan hampir tidak
membunuh lagi di Prancis). Mereka secara bertahap dikondisikan: tidak lagi
bersentuhan dengan sesama manusia satu sama lain, tidak lagi melihat sesama
manusia satu sama lain, menganggap manusia satu sama lain sebagai produk yang menular, dan masing-masing
orang bersukacita dalam berinteraksi hanya dengan layar monitor. Itulah yang ideal dari apa yang disebut
"normal baru".
Kita telah mengetahui hal ini sejak zaman Kitab
Kejadian: "Tidak baik bagi manusia untuk sendirian." Dan adalah tugas
manusia untuk bekerja dengan keringat di keningnya -- bahkan jika hal itu
berarti berbagi roti, garam, dan anggur dengan teman-temannya, dan beberapa bakteri sebagai bonus tambahan!
Fondasi kehidupan manusia dan sosial kita
secara bertahap dibongkar oleh para penjual kematian baru. Makna kasih manusia,
keluarga, prokreasi, identitas laki-laki dan perempuan, semua yang diberikan
kepada kita sejak awal zaman, kini sudah terurai dan makin tipis. Sekarang
persahabatan, kebersamaan, kedekatan antar manusia, dan juga pekerjaan, yang
juga merupakan anugerah dari Tuhan, juga sedang dalam perjalanan ke luar batas
yang sudah kita kenal selama ini. Apakah kita tidak bisa melihat di sini adanya
unsur kebencian dari si Jahat terhadap umat manusia? Ini adalah kebencian yang
berasal dari fakta bahwa umat manusia dipanggil bukan untuk “mengadakan jarak
sosial,” tetapi untuk hidup kekal bersama dengan Tuhan di Surga, dan kita juga
dipanggil oleh Tuhan untuk mengisi dunia ini dengan karunia kehidupan dengan
murah hati.
Jika hal ini tampak tidak masuk akal, maka pertimbangkan
hal berikut ini. Pada tanggal 29 Juli 2020, juga di situs
web WEF, nampak seorang pria bernama Ti-han Chang, seorang dosen studi
Asia-Pasifik di University of Central Lancashire, menyarankan bahwa sudah
waktunya untuk memanfaatkan kepedulian ekologi baru yang lebih luas yang telah
muncul - menurut dia - berkat krisis virus corona dan penutupan (lockdown) atas
seluruh planet yang sudah dekat, untuk membaca lima buah novel yang menurutnya
mencerahkan untuk zaman kita sekarang.
“5 buku ini akan membantu Anda terhubung dengan
lingkungan dan memahami pentingnya dan urgensi krisis cuaca dan iklim saat ini,”
tulis Ti-han Chang. Dekolonialisme, ekologi, feminisme, penegasan hak-hak binatang,
kecaman terhadap "patriarki," dan masalah "pusaran sampah"
di Pasifik Utara, menempati urutan teratas dalam tema-tema utama buku-buku
tersebut.
Novel kelima dan terakhir direkomendasikan tanpa
syarat. The Overstory, oleh Richard
Powers, yang menampilkan seorang peneliti fiktif, Dr. Patrica Westerford, yang
telah menerbitkan penelitiannya dan menunjukkan bahwa pohon adalah makhluk
sosial yang tahu bagaimana berkomunikasi satu sama lain dan saling memperingatkan
tentang bahaya. "Idenya, meskipun disajikan sebagai kontroversial dalam
novel itu, sebenarnya didukung dengan baik oleh studi ilmiah saat ini,"
kata artikel dari WEF.
Faktanya, ia menambahkan: "Meskipun
pekerjaannya yang inovatif, Dr. Westerford akhirnya bunuh diri dengan meminum
ekstrak pohon beracun di sebuah konferensi -- untuk memperjelas bahwa manusia
hanya dapat menyelamatkan pohon dan planet dengan cara manusia tidak ada lagi."
Komentar dari Ti-han Chang yang mengikuti novel
ini: "Ini hanyalah beberapa buku dengan fokus khusus pada masalah
lingkungan – yang sangat cocok untuk daftar bacaan Anda saat ini." Dia
juga berharap bahwa kita semua bisa belajar dari penguncian wilayah saat ini dan
"penurunan secara tiba-tiba" dalam hal aktivitas manusia dan emisi
karbon: "Mungkin jika kita bisa belajar dari pengalaman ini, kita bisa
bergerak menuju ke masa depan yang lebih hijau."
Sementara WEF tidak benar-benar mempromosikan gagasan bahwa manusia harus "tidak ada lagi" dalam banyak kalimat, tetapi gagasan itu (meniadakan manusia demi alam lingkunga) sudah ada di benak mereka untuk dipertimbangkan oleh semua orang.
*****
Kaum
Elit Global Berkumpul Di Davos
Bill
Gates Menghabiskan Dana $ 1,6 Miliar Guna Memaksa...
Cdl.
Zen: Vatikan Menempuh Kebijakan ‘Tunduk’ Kepada Pemerintah
LDM
– Kutipan Nubuat Tentang Kebingungan Besar
Kuil
Setan Menawarkan Aborsi Gratis
No comments:
Post a Comment