‘Pertobatan’ Yudas
https://traditioninaction.org/religious/n221_Jud1.htm
Pekan Suci baru saja berlalu dan pikiran kita masih terfokus pada pengkhianatan Yudas. Patut disayangkan bahwa Paus Francis, dan para penulis L'Osservatore Romano, serta banyak kaum progresif lainnya, terus-menerus berusaha untuk membebaskan Yudas, dengan cara menampilkan Yudas sebagai orang yang lemah tetapi baik, yang dengan tulus bertobat sebelum meninggal.
Kita bahkan telah membaca komentar-komentar dari umat Katolik konservatif dan tradisionalis yang telah jatuh terperosok ke dalam posisi sesat-sentimental ini.
Maka, adalah tepat untuk menegur kecenderungan buruk ini dengan mengingatkan para pembaca Tradisi bahwa selama 2.000 tahun secara konsisten mengajarkan bahwa si pengkhianat itu (Yudas) mati tanpa penyesalan. Untuk mengkonfirmasi Tradisi ini, tidak ada yang lebih pas daripada menyalin kutipan dari penglihatan dan pewahyuan yang diterima oleh Ven. Anne Catherine Emmerick di mana dia memberikan gambaran rinci tentang apa yang terjadi pada Yudas dari saat setelah pengkhianatannya hingga dia bunuh diri.
Sr. Anne Catherine Emmerick
Keputusasaan Yudas
Ketika mereka membawa Yesus ke rumah Pilatus, Yudas, sang pengkhianat, mendengar apa yang dibicarakan di kota, kata-kata seperti ini:
"Mereka membawa Dia ke hadapan Pilatus. Sanhedrin telah menghukum mati orang Galilea itu. Dia harus mati di kayu salib. Dia tidak dapat hidup lebih lama lagi karena mereka telah memperlakukan Dia dengan sangat mengerikan. Dia telah menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Dia tidak berbicara, kecuali mengatakan bahwa Dia adalah Mesias dan bahwa Dia akan duduk di sebelah kanan Allah. Hanya itu yang Dia katakan. Oleh karena itu Dia harus disalibkan. Jika Dia tidak berkata seperti itu, mereka tidak dapat menghukum mati Dia, tetapi sekarang Dia harus digantung di kayu salib. Orang jahat yang menjual Dia adalah salah satu murid-Nya sendiri, dan hanya beberapa saat sebelum dia makan Anak Domba Paskah bersama Dia. Aku tidak ingin mengambil bagian dalam tindakan pengkhianatan itu. Apa pun yang dilakukan orang Galilea itu, Yesus, Dia tidak pernah menyerahkan seorang teman untuk mati demi uang. Sebenarnya, orang malang yang menjual Dia layak untuk disalibkan!”
Kemudian kesedihan, keputusasaan dan penyesalan mulai bergumul di dalam jiwa Yudas. Dia kabur. Tas berisi tiga puluh koin yang tergantung di ikat pinggangnya di bawah mantelnya, baginya terasa seperti taji neraka. Dia menggenggamnya erat-erat di tangannya untuk mencegahnya berderak namun kepingan uang itu terasa seakan memukulnya di setiap langkahnya.
Ya, Yudas berlari dengan kecepatan dan ketergesaan penuh, bukan ke arah Yesus untuk menjatuhkan dirinya di kaki-Nya untuk memohon pengampunan dari Penebus yang penuh belas kasihan, bukan untuk mati bersama Yesus. Tidak, bukan untuk mengakui dengan penyesalan di hadapan Tuhan atas kejahatannya yang mengerikan, tetapi untuk membebaskan dirinya dari kesalahannya dan harga dari pengkhianatannya di hadapan manusia.
Seperti orang yang kehilangan akal sehatnya, Yudas bergegas pergi ke Bait Allah, di mana banyak anggota Dewan kerajaan berkumpul setelah pengadilan Yesus. Mereka saling memandang dengan heran, dan kemudian mengarahkan pandangan mereka dengan senyum bangga dan mencemooh kepada Yudas, yang berdiri di depan mereka. Wajah Yudas berubah. Dengan kebingungan dia merobek tas berisi tiga puluh keping dari ikat pinggangnya dan mengulurkannya ke arah mereka dengan tangan kanannya, sementara dengan suara putus asa dia berkata: “Ambillah kembali uangmu, yang dengannya kamu telah membawaku untuk menjual Orang Benar itu. Ambillah kembali uangmu, dan lepaskan Yesus! Aku ingat kontrak perjanjianku. Aku telah berdosa dengan mengkhianati darah orang yang tidak bersalah.”
Para imam kerajaan mencemooh Yudas. Sambil mengangkat tangan, mereka melangkah mundur di depan kepingan uang perak yang ditawarkan Yudas, seolah-olah tidak ingin menodai diri mereka sendiri dengan menyentuh hadiah dari pengkhianat itu, dan mereka berkata kepadanya: “Apa bedanya bagi kami bahwa kamu telah berdosa? Jika kamu pikir bahwa dirimu telah menjual darah yang tidak bersalah, itu urusanmu sendiri. Kami tahu apa yang telah kami beli darimu, dan kami menemukan Dia pantas untuk mati. Kamu telah menerima uangmu. Kami tidak menginginkannya.”
Dengan kata-kata ini dan yang serupa diucapkan dengan cepat dan dengan cara orang-orang yang memiliki urusan di tangan mereka, dan ingin menjauh dari para pengunjung yang mengganggu, mereka berpaling dari Yudas. Perlakuan mereka membuat Yudas sangat marah dan putus asa sehingga dia menjadi seperti orang gila. Rambutnya berdiri tegak, dengan kedua tangan dia merobek rantai yang mengikat kepingan uang perak, dan Yudas kemudian menyebarkan uang perak itu di Bait Allah, dan dia melarikan diri dari kota.
Aku melihat dia berlari seperti orang gila di Lembah Himmon bersama dengan Setan, dalam wujud yang mengerikan, di sisinya. Setan, untuk membuat Yudas putus asa, membisikkan ke telinganya semua kutukan yang pernah diucapkan para Nabi di lembah ini, di mana orang Yahudi pernah mengorbankan anak-anak mereka kepada dewa berhala.
Tampak bagi Yudas bahwa semua laknat itu ditujukan kepada dirinya sendiri, seperti, misalnya: “Mereka akan keluar, dan melihat bangkai orang-orang yang telah berdosa terhadap-Ku, yang ulatnya tidak akan mati, dan yang apinya tidak akan pernah padam.” Lalu terdengar lagi di telinganya: “Cain, dimana adikmu Habel? Apa yang telah kau lakukan? Darahnya berteriak kepadaku: Terkutuklah engkau di bumi, pengembara dan buronan!"
Dan kemudian ketika Yudas sampai di sungai Cedron dan melihat Bukit Zaitun, dia gemetar dan mengalihkan pandangannya, sementara di telinganya terdengar kata-kata: "Teman, dari mana kamu datang? Yudas, apakah kamu mengkhianati Anak Manusia dengan sebuah ciuman?"
Oh, kemudian kengerian memenuhi jiwanya! Penalarannya mulai gagal, dan Iblis kembali berbisik ke telinganya: “Di sinilah Daud menyeberangi Cedron saat melarikan diri dari Absalom. Absalom meninggal tergantung di pohon. Daud juga bernyanyi tentang dirimu ketika dia berkata: 'Dan mereka membalas kebaikanku dengan kejahatan. Semoga dia memiliki seorang hakim yang keras! Semoga Setan berdiri di sebelah kanannya, dan semoga setiap pengadilan menghukumnya! Biarkan hari-harinya tinggal sedikit, dan peran imamatnya diambil alih orang lain! Semoga kesalahan bapanya diingat di hadapan Tuhan, dan jangan biarkan dosa ibunya dihapuskan, karena dia menganiaya orang miskin tanpa belas kasihan dan membunuh orang yang patah hati! Dia menyukai kutukan, dan itu akan datang kepadanya. Dan dia mengenakan kutukan seperti pakaian, dan seperti air masuk ke dalam perutnya, seperti minyak ke dalam tulangnya. Semoga itu baginya seperti pakaian yang menutupinya, dan seperti ikat pinggang semoga itu mengikatnya selamanya!’”
Di tengah siksaan hati nurani yang mengerikan ini, Yudas menuju tempat terpencil yang penuh dengan sampah, kotoran dan air rawa, di sebelah tenggara Yerusalem, di kaki Gunung Skandal, di mana tidak seorang pun dapat melihatnya. Dari kota terdengar suara keributan yang berulang-ulang, dan Setan berbisik lagi: "Sekarang Dia dibawa menuju kematian! Kamu telah menjual Dia! Apakah kamu tidak tahu bagaimana hukum bekerja: Dia yang menjual jiwa di antara saudara-saudaranya dan menerima harganya, biarkan dia mati? Akhiri dirimu sendiri, dasar orang celaka! Akhiri dirimu sendiri!"
Dikuasai oleh rasa putus asa, Yudas mengambil ikat pinggangnya dan menggantung dirinya di pohon. Pohon itu terdiri dari beberapa batang, dan tumbuh dari lubang di tanah. Saat dia tergantung, tubuhnya hancur berkeping-keping, dan isi perutnya tumpah ke bumi.
-------------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Biarawati membuka kasus seorang imam, yang dekat dengan paus Francis…
Cardinal Burke: Nasihat Kepada Imam-Imam Jerman Yang Tetap Setia
Seorang guru di Italia dihukum karena menganjurkan doa Salam Maria & Bapa Kami
Ideologi Progresif Telah Menggantikan Kekristenan Di Banyak Sekolah Katolik Kita