Uskup Agung Viganò:
‘Nabi palsu’ Bergoglio bersalah melakukan ‘kemurtadan habis-habisan’
“Kita mempunyai banyak perdebatan mengenai perbedaan antara ajaran sesat formal dan material, namun tidak ada satupun yang bisa menghalangi tindakan destruktif Bergoglio,” kata Uskup Agung Carlo Maria Viganò pada hari Sabtu.
Archbishop Carlo Maria ViganòArchbishop Carlo Maria Viganò
By Stephen Kokx
Tue Dec 12, 2023 - 12:54 pm EST
(LifeSiteNews) — Uskup Agung Carlo Maria Viganò menyampaikan pidato pada acara konferensi “Apakah Paus ini (Bergoglio) Katolik?” akhir pekan lalu, dengan tegas menyatakan bahwa Jorge Maria Bergoglio adalah “nabi palsu” yang cocok dengan gambaran yang dibicarakan oleh nabi Daniel bagi masa “penganiayaan terakhir” terhadap Gereja, yang kepadanya tidak ada umat Katolik yang berhutang kepatuhan atau kolaborasi “apapun”, kecuali melakukan perlawanan yang gigih terhadapnya.
“Kita telah melangkah… jauh melampaui bidaah,” kata Yang Mulia Uskup Agung Carlo Maria Viganò dan berkata bahwa “St. Robert Bellarmine tidak pernah membayangkan bahwa seorang utusan Freemasonry bisa sampai terpilih menjadi paus dengan tujuan tunggal untuk menghancurkan Gereja Katolik dari dalam, merampas dan menyalahgunakan kekuasaan kepausan itu sendiri untuk melawan kepausan. Dia juga tidak dapat membayangkan bahwa ada seorang Paus hipotetis akan berjalan menembus ajaran sesat dan menerima kemurtadan total.”
Diselenggarakan oleh Dr. Edmund Mazza, acara online tersebut disiarkan di YouTube pada hari Sabtu, 9 Desember 2023. Acara tersebut menampilkan serangkaian pembicara yang membahas apakah Bergoglio atau Francis benar-benar paus atau bukan, sebuah topik yang menurut Uskup Agung Viganò muncul setelah satu dekade “pemerintahan penuh horror dari Bergoglio” yang “lebih buruk dari apa yang kita saksikan dalam enam puluh tahun terakhir.”
Liz Yore, salah satu pembawa acara Faith & Reason dari LifeSite, juga memberikan pidato pada konferensi tersebut. Pastor Paul Kramer dan blogger Ann Barnhardt juga muncul dalam acara tersebut. Kramer telah menulis banyak buku tentang subjek ini, termasuk, “Tentang Paus yang Benar dan yang Palsu: Kasus Melawan Bergoglio.”
Pesan berdurasi 50 menit dari Uskup Agung Viganò (yang dipotong, kata Mazza kepada LifeSite, menjadi 34 menit untuk streaming) merupakan penilaian yang akurat terhadap keadaan Gereja saat ini. Dia juga menyinggung kejadian terkini di Gaza, yang menuduh “sesat” terhadap Zionisme sambil menyebutkan Pulau Epstein dan “pemerasan” yang dilakukan pejabat intelijen Israel terhadap politisi untuk mengendalikan mereka. Namun pada akhirnya, pidatonya merupakan tanggapan terhadap kritik terhadap pernyataannya mengenai kepausan dalam beberapa bulan terakhir.
“Kita mempunyai banyak keraguan mengenai perbedaan antara ajaran sesat formal dan material, namun tidak ada satupun yang mampu menghalangi tindakan destruktif Bergoglio,” kata Viganò, yang baru-baru ini mendirikan rumah pembinaan di Italia untuk calon imam. “Kita tidak bisa bertindak seolah-olah kita sedang menyelesaikan suatu permasalahan dalam Hukum Kanonik. Tidak. Tuhan sedang marah, Gereja sedang dipermalukan, dan jiwa-jiwa tersesat karena seorang perampas kekuasaan tetap berada di Tahta (Vatikan).”
Pada saat yang sama, beliau mengatakan bahwa “apa yang tidak dapat kami lakukan, karena kami tidak memiliki wewenang, adalah secara resmi menyatakan bahwa Jorge Mario Bergoglio bukanlah Paus. Kebuntuan mengerikan yang kita alami saat ini membuat solusi apa pun yang dilakukan manusia menjadi mustahil.”
Yang Mulia Uskup Agung Viganò membuat pernyataan serupa dalam pesan “Konsensus Vitium” pada tanggal 1 Oktober 2023. Saat itu, Uskup Agung Viganò berpendapat bahwa umat Katolik harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa Jorge Bergoglio memperoleh jabatan kepausan dengan “niat kriminal” untuk “melakukan kudeta” di dalam Gereja dan membawa nabi Antikristus ke Tahta Petrus.” Dia meninggikan pernyataannya pada hari Sabtu dengan menyebutkan bahwa “kecerdasan Luciferian” sedang bekerja saat ini.
“Kita tahu bahwa John Podesta bekerja atas nama Hillary Clinton dan Obama – dan para elit globalis pada umumnya – untuk mempromosikan 'revolusi berwarna pelangi' di dalam Gereja yang menggulingkan Benediktus XVI dari kepausan, kemudian memilih seorang paus yang ultra-progresif, dan secara substansial memodifikasi Magisterium Katolik dengan membuatnya menerima tuntutan Agenda Global 2030: kesetaraan gender, pengenalan ideologi gender dan doktrin LGBTQ+, demokratisasi tata kelola Gereja, kolaborasi dalam proyek Great Reset neo-Malthus, kerja sama dalam bidang imigrasi dan budaya penyesatan,” ujarnya.
“Tampak jelas bagi saya bahwa proyek subversif ini telah menemukan realisasi sempurna dalam penunjukan Bergoglio sebagai paus -– dan saya sengaja menggunakan kata 'penunjukan' – dan hal ini ditegaskan oleh pola tindakan pemerintahan dan pengajaran magisterialnya yang konsisten, baik di bidang hukum publik maupun swasta, selama dekade yang paling tidak menguntungkan sekarang ini.”
Uskup Athanasius Schneider dari Kazakhstan dan Profesor Roberto de Mattei dari Lepanto Institute juga telah mengeluarkan pernyataan publik (silakan baca di sini dan di sini) yang menyatakan persetujuan mereka terhadap berbagai aspek argumen Uskup Agung Viganò. Keduanya mempermasalahkan aspek-aspek berbeda dari klaimnya bahwa niat (dan tindakan) Francis telah membatalkan kepausannya sendiri dan bahwa “penerimaan” dirinya oleh Gereja sebagai Paus setelah konklaf tahun 2013 tidak cukup untuk menyelesaikan status dirinya yang sebenarnya.
“Heterogenitasnya terhadap kepausan kini terbukti dan dirasakan baik oleh umat awam maupun oleh sebagian besar pastor, dan bahkan oleh berbagai media,” kata Viganò pada hari Sabtu. “Konsensus dan dukungan terhadap Jesuit Argentina ini datang secara signifikan dari sayap ultra-progresif dan pro-kesesatan yang mensponsori pemilihannya: semua anggota deep church (gereja bayangan) yang terkenal kejam dan terkait erat dengan lobi homoseksual dan pedofil dari deep state (negara bayangan).”
“Keberatan bahwa menuduh ‘Paus yang berkuasa’ melakukan bidaah atau murtad dapat menyebabkan perpecahan dan skandal, dibantah oleh bukti perpecahan dan skandal yang sudah banyak terjadi di tubuh gerejawi justru karena bidaah dan kemurtadan Bergoglio,” lanjutnya.
“Niat untuk merusak Gereja Kristus dengan bertindak atas nama kekuatan musuh tidak sejalan dengan penerimaan kepausan, dan oleh karena itu terdapat cacat persetujuan yang diberikan oleh kehendak orang yang dipilih – yang ditegaskan oleh kata-kata dan perbuatannya selama masa jabatannya terutama dalam sepuluh tahun terakhir ini.”
Pada tanggal 1 Juli 2023, Uskup Agung Viganò mendirikan organisasi Exsurge Domine setelah awalnya mendukung Koalisi untuk imam-imam yang disingkirkan yang berbasis di AS. Dia berkomentar di media X awal bulan ini bahwa dia “melepaskan diri” dari Koalisi itu secara pribadi pada tahun 2021 karena perilaku salah satu pendiri organisasi, pastor John Lovell, yang kemudian dipecat karena dugaan keputusan pribadi, keuangan, dan manajerial yang sembrono. Viganò kemudian mendirikan Exsurge Domine USA untuk membantu para religius dan pastor yang tinggal di Amerika. Anda dapat mengunjungi situsnya di sini.
Dalam sambutannya hari Sabtu, Uskup Agung Viganò menyinggung tulisan St. Robert Bellarmine. Bellarmine, seorang Jesuit, lahir pada abad ke-16 dan merupakan Pujangga Gereja. Tulisannya, De Romano Pontifice, sering dirujuk karena teorinya tentang bagaimana seorang Paus bisa kehilangan jabatannya karena mengajarkan ajaran sesat. Yang Mulia Viganò mengatakan bahwa meskipun banyak umat Katolik dapat melihat kekacauan yang terjadi di Vatikan saat ini, mereka tidak bisa menarik kesimpulan yang diperlukan.
“Bagi mereka, mengkritik Bergoglio diperbolehkan, tetapi hanya dengan syarat bahwa seseorang tidak pernah mengkritik berhala konsili [Vatikan II], yang menjadi pemujaan kaum Montinian yang tidak dapat disentuh.”
“Kesesatan dan kemurtadan Bergoglio” adalah “puncak gunung es dari krisis Hirarki dan klerus yang jauh lebih buruk dan lebih luas yang dimulai enam puluh tahun yang lalu dan kini hampir mencapai puncaknya,” Viganò juga menjelaskan: KV II “secara tepat didefinisikan oleh para arsiteknya sendiri sebagai 'Gereja tahun 1789.' Yohanes XXIII, Paulus VI, Yohanes Paulus I, Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI tidak lupa menekankan bagaimana prinsip-prinsip revolusioner dan Masonik – liberté, égalité, fraternité – dalam beberapa hal dapat dibagikan dan dijadikan milik agama Katolik.”
Viganò sekali lagi menegaskan bahwa “kita tidak sedang menghadapi situasi di mana seorang Paus menganut satu bidaah tertentu (yang, terlebih lagi, telah dilakukan oleh Bergoglio berulang kali).” Sebaliknya, “tidak ada Pujangga Gereja yang pernah memikirkan kemungkinan terjadinya seorang paus yang murtad seperti ini atau kemungkinan terjadinya pemilihan paus yang dipalsukan dan dimanipulasi oleh kekuatan-kekuatan yang terang-terangan memusuhi Kristus, karena besarnya hal tersebut hanya dapat terjadi dalam konteks yang unik dan luar biasa seperti konteks penganiayaan terakhir yang dinubuatkan oleh Nabi Daniel dan dijelaskan oleh Santo Paulus. Peringatan Tuhan kita videritis abominationem desolationis – ketika kamu melihat kekejian yang membinasakan (Mat 24:15) – harus dipahami dengan tepat karena keunikannya yang mutlak.”
Yang Mulia Uskup Agung Viganò juga mengangkat, dua kali, Serikat Imam St. Pius X, yang didirikan oleh Uskup Agung Perancis Marcel Lefebvre (1905-1991) pada tahun 1970. Di masa lalu, Viganò memuji Lefebvre karena menjaga iman setelah Konsili Vatikan Kedua. Pada hari Sabtu, dia tampak mengeluarkan peringatan kepada kelompok tersebut.
“Vexata quæstio – ‘Apakah Bergoglio itu Katolik?’ – dibahas dari berbagai sudut pandang sesuai dengan kriteria berbeda yang berasal dari berbagai warisan budaya,” katanya. “Sudut pandang skolastik tradisional; yang moderat dan konsiliar, atau, bisa kita katakan, sudut pandang Montinian; dan yang bimbang, bisa dikatakan, di antara dua pantai, mengakui Bergoglio sebagai Paus meskipun secara de facto secara kanonik independen darinya (saya mengacu pada SSPX). Namun kita harus menyadari bahwa saat ini, bersama dengan banyak imam dan umat awam, kita bisa merasakan kegelisahan yang serius dan skandal yang serius karena kehadiran Jesuit Argentina yang sesat ini.”
“Hierarki membatasi diri untuk menunjukkan kepengecutan atau keterlibatan dengan tiran, dan beberapa suara sumbang tidak berani menarik kesimpulan yang diperlukan dalam menghadapi ajaran sesat dan omong kosong dari penghuni gedung Santa Marta (nama gedung di Vatikan) itu.”
“Dan di sini kita sampai pada punctum dolens,” lanjutnya, “yaitu, kontradiksi besar yang menyatukan para pendukung KV II dengan penentang historisnya – Serikat St. Pius X in primis – dalam keinginan untuk melanjutkan evaluasi fakta-fakta yang secara obyektif luar biasa dengan menggunakan norma-norma evaluasi yang biasa.”
“Seperti yang sering saya katakan, menurut saya beberapa komentator lebih mementingkan doktrin kepausan daripada keselamatan jiwa, sehingga mereka lebih memilih untuk diperintah oleh Paus yang sesat dan murtad ini daripada mengakui bahwa seorang yang sesat atau murtad tidak dapat menjadi pemimpin Gereja dimana yang bersangkutan bukan lagi merupakan anggotanya.”
“Tugas kita bukanlah untuk terlibat dalam spekulasi abstrak para penganut kanonis, tetapi untuk melawan dengan segenap kekuatan kita – dan dengan bantuan Rahmat Tuhan – tindakan yang jelas-jelas merusak dari Jesuit Argentina ini, dengan berani dan tegas menolak kolaborasi apa pun, bahkan secara tidak langsung kolaborasi dengan dia dan kaki tangannya.”
Yang Mulia Uskup Agung Viganò mengakhiri sambutannya dengan menyatakan bahwa umat Katolik “yakin secara moral” bahwa “penghuni gedung Santa Marta ini adalah nabi palsu.” Dengan demikian, mereka “diberi wewenang dalam hati nuraninya untuk mencabut ketaatan kita kepadanya”, karena dia bertindak seperti “babi hutan dalam Alkitab” yang “tidak mempedulikan domba-dombanya”.
“’Masalah Bergoglio ini’,” katanya lebih lanjut, “tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa: tidak ada masyarakat yang dapat bertahan dari kebusukan total yang dilakukan oleh otoritas yang mengaturnya, dan juga Gereja.”
“Selama masyarakat dan Gereja terus disandera oleh musuh-musuh Kristus Raja dan Bunda-Nya yang Terberkati, kita tidak akan dapat berharap akhir dari pencobaan yang paling menyakitkan ini, karena kita tidak akan bisa mengambil tindakan yang diperlukan, pilihan pihak yang Tuhan harapkan dari kita agar kita ikut ambil bagian dalam kemenangan total dan definitif-Nya atas Setan.”
Silakan klik di sini untuk membaca komentar lengkap Yang Mulia Uskup Agung Viganò di situs web Exsurge Domine.
-------------------------------------
Silakan membaca artikel lainnya di sini:
Bergoglio Secara Resmi Menyetujui Pemberkatan Atas Dosa
Normalisasi Sodomi: Warisan Sejati Dari Fransis
Uskup Strickland mendesak para uskup untuk berkata 'TIDAK'…
Uskup Agung melarang imam-imamnya untuk memberikan ‘berkat’ kepada pasangan homosex