Anne Catherine Emmerich terberkati : “Aku melihat
adanya relasi antara dua orang paus... Aku juga melihat betapa berbahayanya
akibat-akibat dari gereja palsu ini. Aku melihatnya semakin membesar; segala
macam bidaah masuk ke kota itu (Roma). Para klerus setempat bersikap diam, dan
aku melihat sebuah kegelapan yang besar...”
Cardinal Walter Brandmüller : Membela perubahan ajaran Gereja mengenai
perkawinan adalah bidaah, meski hal itu dilakukan oleh uskup.
From LifeSiteNews.com) – Cardinal
Walter Brandmüller berada diantara mereka yang bersuara keras mengkritik
usulan-usulan didalam Sinode Vatican 2014 lalu mengenai Keluarga, yang beresiko
merubah ajaran Katolik mengenai Sakramen-sakramen serta moralitas. Dia adalah
salah satu dari 5 orang kardinal yang menulis didalam buku Remaining in the
Truth of Christ yang mengkritik
usulan Cardinal Walter Kasper untuk memberikan Komuni kepada orang-orang
yang bermasalah dalam perkawinan mereka.
Kontributor LifeSiteNews, Dr. Maike Hickson,
mewawancari Cardinal Brandmüller bulan lalu.
LifeSiteNews: Bisakah anda sekali lagi memberikan
secara jelas kepada para pembaca kami mengenai ajaran Gereja Katolik, seperti
yang secara konsisten diajarkan selama berabad-abad ini mengenai perkawinan
serta tidak bisa terceraikannya perkawinan itu?
Cardinal: Jawabnya ada didalam Catechism of the
Catholic Church no. 1638-1642.
1638. "Dari Perkawinan sah
timbul ikatan antara suami isteri, yang dari kodratnya bersifat tetap dan
eksklusif, di samping itu dalam Perkawinan kristiani suami isteri diperkuat
dengan Sakramen khusus untuk tugas-tugas serta martabat statusnya dan
seakan-akan ditahbiskan (CIC, can. 1134).
Ikatan Perkawinan
1639. Janji yang olehnya kedua
mempelai saling memberi dan saling menerima, dimeterai oleh Allah sendiri. Dari
perjanjian mereka timbullah satu "lembaga, yang berdasarkan peraturan
ilahi, kokoh, juga di depan masyarakat" (GS 48, 1). Perjanjian suami
isteri digabungkan dalam perjanjian Allah dengan manusia: "Cinta kasih
suami isteri yang sejati diangkat ke dalam cinta kasih ilahi" (GS 48,2).
1640. Dengan demikian ikatan
Perkawinan diikat oleh Allah sendiri, sehingga Perkawinan antara orang-orang
yang dibaptis yang sudah diresmikan dan dilaksanakan, tidak pernah dapat
diceraikan. Ikatan ini, yang timbul dari keputusan bebas suami isteri dan dari
pelaksanaan Perkawinan, selanjutnya adalah kenyataan yang tidak dapat ditarik
kembali dan membentuk satu perjanjian yang dijamin oleh kesetiaan Allah. Gereja
tidak berkuasa untuk mengubah penetapan kebijaksanaan ilahi ini.
Rahmat Sakramen
Perkawinan
1641. "Dalam status hidup
dan kedudukannya suami isteri mempunyai karunia yang khas di tengah umat
Allah" (LG 11). Rahmat khusus Sakramen Perkawinan itu dimaksudkan untuk
menyempurnakan cinta suami isteri dan untuk memperkuat kesatuan mereka yang
tidak dapat diceraikan. Berkat rahmat ini "para suami isteri dalam hidup
berkeluarga maupun dalam menerima serta mendidik anak saling membantu untuk
menjadi suci" (LG 11).
1642. Kristus adalah sumber rahmat ini. Seperti "dulu
Allah menghampiri bangsa-Nya dengan perjanjian kasih dan kesetiaan, begitu pula
sekarang Penyelamat umat manusia dan Mempelai Gereja, melalui Sakramen
Perkawinan menyambut suami isteri kristiani" (GS 48,2). Ia tinggal bersama
mereka dan memberi mereka kekuatan untuk memanggul salibnya dan mengikuti-Nya,
bangun lagi setelah jatuh, untuk saling mengampuni, menanggung beban orang
lain, merendahkan diri seorang kepada yang lain "di dalam takut akan
Kristus" (Ef 5:21), dan saling mengasihi dalam cinta yang mesra, subur dan
adikodrati. Dalam kegembiraan cintanya dan kehidupan keluarganya mereka sudah
diberi-Nya prarasa dari perjamuan perkawinan Anak Domba.
"Bagaimana
saya mau melukiskan kebahagiaan Perkawinan, yang dipersatukan oleh Gereja,
dikukuhkan dengan persembahan, dan dimeteraikan oleh berkat, diwartakan oleh
para malaikat, dan disahkan oleh Bapa ?... Betapa mengagumkan pasangan itu; dua
orang beriman, dengan satu harapan, satu keinginan, satu cara hidup, satu
pengabdian ! Anak-anak dari satu Bapa. abdi dari satu Tuhan ! Tidak ada
pemisahan antara mereka dalam jiwa maupun dalam raga, tetapi sungguh dua dalam
satu daging. Bila dagingnya itu satu, satu pulalah roh mereka"
(Tertulianus, ux. 2,9).
LifeSiteNews :
Bisakah gereja menangani masalah perkawinan dengan cara pastoral yang berbeda
dengan ajaran Gereja yang ada selama ini? Bisakah Gereja merubah sama sekali
ajaran itu tanpa ia terjatuh kedalam kesesatan?
Cardinal : Nyatalah
bahwa praktek pastoral dari Gereja tak bisa menentang doktrin yang mengikat atau
mengabaikannya. Dengan cara yang sama, seorang arsitek mungkin bisa membangun sebuah
jembatan yang megah. Namun jika dia menaruh perhatian kepada hukum-hukum
struktur bangunan, maka jembatan itu akan beresiko runtuh. Dengan cara yang sama
setiap praktek pastoral haruslah mengikuti Sabda Tuhan, jika ia tidak ingin
gagal. Sebuah perubahan pada ajaran, dogma, tidaklah terpikirkan. Siapa yang melakukannya
secara sengaja, atau ingin melakukan perubahan itu, maka dia adalah seorang bidaah,
meski dia mengenakan jubah ungu imamatnya.
LifeSiteNews :
Bukankah seluruh pembicaraan mengenai diberikannya Ekaristi Kudus kepada orang-orang
yang menikah kembali, merupakan pernyataan bahwa banyak umat Katolik tidak
percaya lagi akan Kehadiran Yang Sebenarnya dari Yesus Kristus didalam Ekaristi,
bahkan mereka berpikir menerima Komuni hanya sebagai sekeping roti saja.
Cardinal : Ya,
tentu saja, ada sebuah kontradiksi batin yang tak terselesaikan pada seseorang yang
ingin menerima Tubuh dan Darah Kristus dan menyatukan dirinya dengan Kristus, sementara
pada saat yang sama dia secara sadar mengabaikan Perintah-perintah Kristus. Bagaimana
hal ini bisa terjadi? St.Paulus berkata tentang hal ini :”Barang siapa yang makan
dan minum secara tidak layak, maka dia makan dan minum penghakimannya
sendiri...” Tetapi : Kamu benar. Sejauh ini tidak semua orang Katolik percaya
akan Kehadiran Yang Sebenarnya dari Kristus didalam Hosti Kudus. Orang bisa melihat
kenyataan ini dimana ada saja orang-orang atau bahkan imam-imam yang berjalan
melewati depan tabernakel tanpa mau berlutut disitu.
LifeSiteNews :
Apa yang anda katakan tentang pernyataan Uskup Franz-Josef Bode baru-baru ini yang
mengatakan bahwa Gereja Katolik harus bisa semakin menyesuaikan diri kepada ‘realitas
kehidupan’ dari orang-orang zaman ini dan menyesuaikan (merubah) ajaran moralnya?
Saya yakin bahwa anda, sebagai seorang ahli sejarah Gereja, melihat jelas bahwa
ada contoh-contoh lain dalam sejarah Gereja dimana ia ditekan dari luar untuk merubah
ajaran Kristus. Bisakah anda menyebutkan satu saja, dan bagaimana Gereja menanggapi
serangan demikian?
Cardinal : Jelas
sekali hal itu, dan itu bukan hal yang baru, bahwa pewartaan ajaran Gereja harus
disesuaikan dengan situasi kehidupan yang kongkrit di masyarakat dan didalam diri
pribadi masing-masing, jika pesannya ingin didengarkan. Namun hal ini hanya
berlaku pada pewartaannya saja, dan sama sekali bukan pada masalah isinya yang tak
bisa dirubah. Sebuah adaptasi terhadap ajaran moral tidaklah bisa diterima. ‘Janganlah
mematuhi dunia,’ demikian kata rasul St.Paulus. Maka jika Uskup Bode
mengajarkan sesuatu yang berbeda, dia akan bertentangan dengan ajaran Gereja. Apakah
dia sadar akan hal itu?
No comments:
Post a Comment