Volume 1 : Misteri Keadilan Allah
Bab 2
Doa bagi yang meninggal
Rasa takut dan kepercayaan
Doa
bagi orang yang meninggal, kurban serta doa permohonan bagi orang mati
membentuk sebagian dari penyembahan umat Kristiani, dan devosi kepada jiwa-jiwa
di Api Penyucian adalah sebuah devosi yang diilhamkan oleh Roh Kudus sendiri,
dengan kemurahan hatiNya, kepada hati umat beriman. Kitab Suci mengatakan :”Dari
sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan kurban penebus salah untuk semua orang
yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka” (2 Mak.
12:45).
Untuk
bisa menjadi sempurna, devosi kepada jiwa-jiwa di Api Penyucian haruslah
digerakkan oleh rasa takut yang suci dan semangat kepercayaan. Di satu pihak,
Kesucian Allah dan KeadilanNya mengilhami kita dengan rasa takut yang penuh
hormat. Dan di pihak lain, KemurahanNya yang tak terbatas itu memberi kita rasa
percaya yang tak bertepi.
Allah
adalah Kesucian itu sendiri, lebih besar dari pada matahari sebagai cahaya, dan
tak ada bayangan dosa bisa hadir dihadapan WajahNya. “MataMu terlalu suci
untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman” (Hab.
1:13). Ketika ketidak-adilan menyatakan diri didalam makhluk, Kesucian Allah
menandinginya dengan silih dan ketika silih ini dilakukan didalam segala
keadilan yang keras, maka ia amatlah mengerikan. Atas alasan inilah maka Kitab
Suci mengatakan :”Kudus dan mengerikan adalah NamaNya” (Mzm. 110),
seolah ia mengatakan bahwa PengadilanNya itu mengerikan, karena KesucianNya tak
terbatas.
Pengadilan
Allah itu mengerikan, dan ia menghukum dengan amat kerasnya bahkan terhadap
kesalahan yang kecil saja. Alasannya adalah karena kesalahan ini, yang nampak
ringan di mata kita, tidaklah seperti itu dihadapan Allah. Dosa yang terkecil
sekalipun amat tidak menyukakan Dia besar sekali, dan dalam kaitannya dengan
KesucianNya yang tak terbatas itu, yang selalu kita tentang, maka penyimpangan
yang sedikit saja sudah menjadi bagian yang amat kentara, dan hal ini juga
menuntut penebusan yang amat besar pula. Hal ini menjelaskan rasa sakit yang
luar biasa besarnya dari kehidupan dunia yang lain itu, dan hal ini hendaknya
mengilhami kita dengan rasa takut yang suci.
Rasa
takut akan Api Penyucian ini adalah merupakan rasa takut yang penuh hormat.
Pengaruhnya bukan saja bisa menggerakkan kita untuk memiliki rasa belas kasih
dan kemurahan hati kepada jiwa-jiwa malang yang sedang menderita itu, tetapi
juga memberi kita semangat yang bernyala-nyala demi kesejahteraan jiwa kita
sendiri. Renungkanlah api dari Api Penyucian dan anda akan berusaha untuk
menghindari kesalahan yang terkecil sekalipun. Renungkanlah api dari Api Penyucian,
maka anda akan melaksanakan tindakan silih, agar anda bisa memuaskan rasa
Keadilan Ilahi di dunia ini dari pada di dunia sebelah sana nanti.
Tetapi marilah kita menjaga agar tidak sampai mengalami rasa takut yang
berlebihan, serta kemudian kehilangan kepercayaan. Marilah kita tidak melupakan
Kerahiman Allah, yang tidak kurang besarnya dibandingkan dengan KeadilanNya.
“KerahimanMu, Tuhan, adalah besar melebihi langit”, demikian kata nabi (Mzm.
107), “sebab Tuhan itu pemurah dan pengampun : sabar, murah hati (Mzm. 144).
“Kerahiman yang tak dapat diucapkan dengan kata-kata ini hendaknya bisa
menenangkan pengertian kita yang paling besar dan memenuhi kita dengan rasa
percaya yang bersifat suci dan sesuai dengan Sabda :“In te, Domine, speravi,
non confundar in aeternum” (KepadaMu Tuhan aku berharap, jangan
biarkan aku kebingungan; Mzm. 70)
Jika kita tergerak oleh dua perasaan ini, jika kepercayaan kita akan
kerahiman Tuhan sebesar rasa takut kita, dengan mana PengadilanNya mengilhami
kita, maka kita akan memiliki semangat yang benar dari devosi kepada jiwa-jiwa
di Api Penyucian.
Dua perasaan ini muncul secara alamiah dari dogma mengenai Api Penyucian
yang bisa diterima - sebuah dogma yang berisi dua misteri, Pengadilan dan
Kerahiman.: dari Pengadilan yang bersifat menghukum, dari Kerahiman yang
bersifat mengampuni. Dari dua titik pandang inilah maka kita akan membicarakan
Api Penyucian dan menjelaskan ajaran-ajarannya.
No comments:
Post a Comment