PAUS FRANCIS
TELAH ‘DIHADAPKAN KEPADA PENGADILAN’ DI HADAPAN SELURUH DUNIA
by Louie, 5 hours ago
Telah menjadi pemahaman umum dan cukup
jelas bahwa “seorang bidaah yang telah pasti, tak bisa menjadi paus; karena itu
PF akan dikenal oleh seluruh dunia sebagai seorang anti-paus.”
Sementara semakin banyak orang saat ini
semakin mengetahui, bahwa kardinal-kardinal Walter
Brandmüller, Raymond L. Burke, Carlo Caffarra dan Joachim Meisner telah merilis sebuah dubia (tulisan yang berisi keraguan atau
kebingungan) secara terbuka yang dikirimkan langsung kepada PF, dan juga kepada
Kardinal Gerhard Muller,
kepala dari CDF, untuk meminta jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ atas lima buah
pertanyaan yang sangat khusus.
Menurut para penulis dubia itu terdapat
‘ketidak-pastian, kebingungan dan disorientasi’ pada Amoris Laetitia.
Seperti yang telah saya tulis baru-baru
ini, PF telah dihadapkan kepada ‘pengadilan’ di hadapan seluruh dunia, melalui dubia itu, dimana dia hanya memiliki
tiga macam pilihan jawaban atas masing-masing dari lima pertanyaan yang
diajukan oleh empat orang kardinal itu:
1. Dia bisa menjawab dengan semakin meneguhkan
Iman yang sejati, karena hal ini sudah menjadi tugas dan kewajibannhya.
2. Dia bisa menjawab dengan menyangkal Iman
yang sejati, dimana hal ini akan semakin meneguhkan dugaan khalayak ramai bahwa
dia adalah seorang bidaah yang pasti.
3. Dia bisa menjawab dengan bersikap diam; dan harap diperhatikan
bahwa ‘sikap diam adalah sebuah jawaban’ juga.
Pada skenario #1 maka Francis harus membatalkan
agendanya sendiri; dimana disini dia musti menyadari dan menyesali
kesalahan-kesalahannya selama ini, sebuah niatan dimana dia harus berdoa dan
berpuasa secara tulus. Memang cukup jelas bagi umat Katolik yang masih
berpegang kepada ajaran Kristus yang sejati bahwa pilihan inilah yang kita
kehendaki, namun nampaknya pilihan ini adalah yang paling kecil sekali untuk dilakukan.
Skenario #2 adalah lebih mudah: Francis akan
menyatakan dirinya sebagai seorang bidaah yang pasti dan dengan begitu dia
adalah seorang ‘anti-paus’. Dengan melihat sejarahnya dimana dia adalah seorang
yang cerdik dan penuh perhitungan untuk bisa melanjutkan agendanya sendiri (hal
ini nyata sekali nampak di dalam sinode tentang keluarga tahun 2014 &
2015), namun hal inipun sangat mungkin tidak akan dilakukannya.
Skenario #3, menurut saya, inilah yang paling
mungkin dilakukan. Karena sikap seperti ini telah dilakukannya berkali-kali sebelumnya
dan amat membingungkan.
Tentu saja orang akan penasaran apa
akibatnya jika PF memilih untuk mengabaikan dubia
ini; seperti yang sering dilakukannya selama ini terhadap berbagai saran atau
teguran bawahannya.
This is one of the
questions that was posed by Edward Pentin of National Catholic Register in
an interview with Cardinal Raymond Burke. His Eminence responded:
Inilah pertanyaan yang diajukan oleh Edward Pentin dari
National Catholic Register dalam sebuah wawancara dengan Cardinal Raymond Burke.
Cardinal Burke
menjawab:
Maka kita harus memperhatikan situasi
yang ada. Di dalam Tradisi Gereja sudah ada praktek untuk meluruskan ataupun
mengoreksi Paus Roma. Memang hal itu jarang dilakukan. Namun jika tidak ada
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kami ini, maka saya bisa mengatakan bahwa
haruslah ada sebuah tindakan koreksi yang formal atas sebuah kesalahan yang
berat.
Selanjutnya Pentin bertanya: Jika
seorang paus mengajarkan kesalahan yang besar atau bidaah, siapakah yang secara
sah berhak menyatakan hal ini dan apa akibatnya?
Cardinal Burke menjawab:
Dalam kasus seperti itu adalah
kewajiban, dan secara historis hal itu telah terjadi, dari para kardinal dan
para uskup untuk menyatakan secara jelas bahwa paus sedang mengajarkan
kesesatan dan meminta kepada paus untuk memperbaikinya.
Marilah kita melihat lebih dekat…
Sepintas nampaknya seolah
pertanyaan-pertanyaan ini disampaikan dalam urutan yang ‘salah’, tetapi Edward
Pentin bukanlah seorang amatir dan Cardinal Burke bukanlah orang yang terburu-buru dan
bernafsu.
Sejak awal dari wawancara itu Cardinal Burke
melihat bahwa Amoris Laetitia ‘ sedang menyebarkan kebingungan dan membawa umat
kepada kesesatan’. Saat itu dia tidak menyalahkan hal ini sepenuhnya kepada PF.
Namun di dalam dubia Burke memandangnya sebagai undangan yang resmi kepada PF,
sebuah sebuah tindakan ‘kemurahan hati’ terhadap paus, untuk meluruskan situasi
yang berkembang saat ini di dalam Gereja.
NB: Hanya jika PF menolak melakukannya
maka Cardinal Burke
akan secara tegas mengatakan bahwa ‘paus sedang mengajarkan kesesatan’.
Saya tidak berpikir bahwa tata urutan
pertanyaan ini bersifat acak. Kenyataannya, orang bisa membayangkan bahwa si
pewawancara dan orang yang diwawancarai menyatukan usaha mereka untuk
menyajikan keadaan yang sebenarnya.
Namun bagaimanapun juga, meski sudah
cukup jelas bahwa PF secara aktiv sedang mengajarkan kesesatan, tetapi
wawancara ini mewakili sebuah upaya yang dilakukan dengan baik oleh Pentin
maupun Cardinal Burke, yang bagi Cardinal Burke, dia terus bergerak maju dengan cara
yang formal dan penuh kesadaran. Puji Tuhan !
Pertanyaan berikutnya (mungkin orang
tidak melihat adanya pertanyaan yang logis disini):
Seandainya PF menolak menjawan dubia,
bagaimana dengan validitas kepausannya?
Saya kita pertanyaan ini tidak
disampaikan (atau diterbitkan) karena Cardinal Burke tidak siap dengan jawabannya – paling
tidak, tidak disampaikan secara terbuka, karena Cardinal Burke berharap dengan pendekatan ‘mana yang
datang lebih dahulu, didahulukan’.
Cukup adil memang, tetapi marilah kita
membayangkan jika kita yang menjadi Cardinal Burke.
Adalah satu hal untuk merasa penasaran
bagaimana peristiwa-peristiwa akan terjadi dimana ‘tindakan pelurusan atas PF
itu dilakukan,’ dan bagaimana bentuknya jika PF tidak mau menjawab dubia itu. Cukup sulit untuk menduga
akibat-akibatnya.
Seperti yang sebelumnya, kita merasa
tidak pasti, namun dalam hal yang terakhir ini, tidaklah seperti itu.
Jika memang telah menjadi sebuah
keperluan (dengan mengutip perkataan Cardinal Burke lagi) agar ‘kardinal-kardinal dan
uskup-uskup memberikan keterangan yang jelas bahwa PF sedang mengajarkan
kesesatan’ dan hal ini dilakukan setelah melakukan penentangan secara terbuka
terhadap PF dan menganjurkan PF untuk tidak berbuat kesalahan dan menegaskan
Iman yang sejati – maka bisa dikatakan, tanpa ragu lagi, bahwa PF telah
‘mengadili’ dirinya sendiri (atau mengungkapkan jati dirinya) bahwa dirinya
adalah seorang bidaah yang pasti.
Kita semua tahu bahwa seorang bidaah
tak boleh menjadi paus; karena itu Farncis akan dikenal oleh semua orang
sebagai anti-paus.
Sementara itu keadaan yang ada saat ini
bisa dibilang sangat istimewa, kita juga bisa merenungkan kasus dari Paus
Honorius I (Tahun 625 sampai 638)
Kita tidak usah membicarakan detil dari
masalah yang masih diperdebatkan. Tetapi telah diakui bahwa Honorius telah
gagal dalam mempertahankan doktrin iman melawan kaum Monothelit saat itu,
seperti yang nampak dalam berbagai surat yang dikirim kepada Sergius, Patriarch
dari Konstantinopel, sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Patriarch ini
yang dikirim ke Roma.
Untuk itu maka Honorius telah
dinyatakan sebagai bidaah dan dikutuk di dalam Konsili Konstantinopel III:
“We decide that Honorius also, who was Pope of elder Rome, be with
them cast out of the Holy Church of God, and be anathematized with them,
because we have found by his letter to Sergius that he followed his opinion in
all things, and confirmed his wicked dogmas.”(Third Council of
Constantinople, Session XIII, 28 March 681)
Hal ini kemudian ditegaskan lagi oleh
konsili-konsili berikutnya. [For more, see Roberto de
Mattei, The Heretic Pope ]
Perhatikanlah bahwa Honorius dikutuk
secara anumerta. Dengan kata lain, dia tidak memiliki kesempatan, seperti
halnya PF saat ini, untuk memperbaiki kesalahannya, untuk meluruskan kembali
dan menegaskan doktrin Gereja yang bersifat kekal.
Namun meski begitu, Honorius secara
resmi telah dikeluarkan dari Gereja Kudus Allah.
Akankah PF tidak bersedia menjawab dubia dari ke empat orang kardinal ini,
untuk kemudian menegaskan doktrin yang otentik dari Gereja Katolik, karena
mungkin saja PF beralasan dengan kemauannya sendiri dia tidak membahayakan
nasib Gereja Katolik?
Read the full article at aka Catholic
No comments:
Post a Comment