Volume
2 : Misteri Kerahiman Allah
Bab 33
Keringanan bagi
jiwa-jiwa suci
Bagi siapa kita berdoa
?
Para pendosa berat
Pastor Ravignan dan
Jendral Exelmans
Janda yang berduka dan
Cure d’Ars Venerabilis
St.Catherine dari
St.Agustinus dan pendosa yang mati didalam gua
Pastor Ravignan seorang pengkhotbah yang ulung dan suci dari the Society of
Jesus, juga berharap sangat besar bagi kesejahteraan para pendosa yang
meninggal secara mendadak, ketika mereka selalu membenci hal-hal yang berasal
dari Tuhan. Pastor Ravignan berbicara tentang sebuah saat yang istimewa, dan
nampaknya hal itu menjadi pendapatnya bahwa banyak pendosa menjadi bertobat
pada saat-saat terakhir dan diperdamaikan dengan Allah tanpa memberikan
tanda-tanda dari luar. Didalam kasus kematian tertentu, terdapat
misteri-misteri kerahiman dimana mata manusia tidak bisa melihatnya kecuali
hukuman penghakiman saja. Sebagai sebuah kedipan cahaya terakhir, Tuhan
kadang-kadang menyatakan DiriNya kepada jiwa-jiwa yang kemalangannya yang
terbesar adalah berupa mengabaikan DiriNya. Dan dengan melalui keluhan yang
terakhir, yang hanya diketahui olehNya saja yang bisa menembusi setiap hati
manusia, bisa menjadi sebuah keluhan yang mengundang pengampunan. Yaitu yang
berupa sebuah tindakan penyesalan hati yang sempurna. Jenderal Exelmans seorang
saudara dari Pastor Ravignan, tiba-tiba dibawa ke kubur karena kecelakaan, dan
sayang sekali dia dalam keadaan tidak setia menjalankan imannya. Dia telah
berjanji bahwa pada suatu saat nanti dia akan mengaku dosa, namun belum sampai
dia melakukan hal itu. Pastor Ravignan yang sudah sejak lama berdoa baginya,
dipenuhi dengan rasa terkejut ketika mendengar kematian itu. Pada hari yang
sama, ada seorang yang sudah terbiasa menerima komunikasi adikodrrati merasa
dia mendengar sebuah suara batin yang berkata kepadanya :”Siapakah yang tahu
besarnya kerahiman Allah ? Siapakah yang tahu dalamnya lautan, atau berapa
banyak air yang terkandung didalamnya ? Akan banyaklah pengampunan bagi mereka
yang berdosa karena ketidak-tahuannya”.
Penulis biografi dari kisah ini, Pastor de Ponlevoy, selanjutnya
mengatakan, “Umat Kristiani yang berada dibawah hukum Pengharapan, tidaklah
lebih buruk dari pada dibawah hukum Iman dan Kemurahan Hati, dan kita harus
terus mengangkat diri kita dari dalam penderitaan kita menuju kepada pikiran
akan kebaikan Allah yang tak terbatas. Tak ada batas bagi rahmat Allah
diletakkan disini, sementara disana masih tersisa sekilas kehidupan, tak ada
yang tidak bermanfaat bagi jiwa. Karena itu kita harus terus berharap dan
memohon kepada Tuhan dengan keteguhan kerendahan hati. Kita tidak tahu hingga
seberapa besar kita didengarkan. Para kudus dan doktor Gereja telah bertindak
jauh didalam memuji manfaat yang besar dari doa bagi orang yang meninggal,
betapapun malangnya nasib mereka nanti. Suatu saat nanti kita akan tahu
keajaiban-keajaiban yang tak terkatakan dari Kerahiman Ilahi. Kita tidak boleh
berhenti memohon hal itu dengan kepercayaan yang besar”.
Berikut ini adalah sebuah kejadian yang bisa dibaca didalam buku the Petit Messager du Caeur de Marie,
Nopember 1880. Ada seorang religius mengajarkan tentang tugas misi kepada para
wanita di Nancy, mengingatkan mereka dalam sebuah konperensi agar kita tidak
perlu kecewa atau khawatir akan keselamatan suatu jiwa, dan kadang-kadang
tindakan yang paling sederhana saja di mata manusia sudah akan diterima oleh
Allah pada saat kematian kita. Ketika religius itu akan meninggalkan Gereja,
seorang wanita berpakaian kain kabung mendekatinya sambil berkata :”Pastor,
anda telah menganjurkan kami untuk percaya dan berharap. Apa yang terjadi pada
diriku sangat mendukung perkataan anda itu. Aku memiliki seorang suami yang
sangat baik dan penuh perhatian dan meskipun dia menjalani kehidupan yang tak
dapat dicela, tetapi dia sama sekali tidak menjalankan ajaran agama. Doa-doa
dan permohonanku tak ada hasilnya. Selama bulan Mei yang mendahului
kematiannya, di kamarku aku mendirikan sebuah altar kecil, seperti yang biasa
kulakukan, dari Bunda Terberkati, dan aku menghiasinya dengan bunga-bunga yang
sering kuganti dengan yang segar. Suamiku menghabiskan hari Minggu di luar
kota, dan setiap kali dia kembali dia membawakan aku berbagai jenis bunga yang
dia petik sendiri. Dan dengan bunga-bunga itu aku menghiasi kamar doaku itu.
Apakah suamiku mengetahui hal ini ? Apakah dia melakukan hal itu untuk
menyenangkan aku atau karena dia mengasihi Bunda Terberkati ? Aku tidak tahu,
namun dia tak pernah terlambat membawakan aku bunga”.
“Pada awal dari bulan berikutnya, tiba-tiba dia meninggal secara mendadak,
tanpa sempat menerima penghiburan rohani. Aku merasa sedih terutama karena aku
melihat semua harapanku akan pertobatannya telah hilang. Akibat dari
kesedihanku ini, kesehatanku menjadi menurun dan keluargaku mendorong aku untuk
melakukan perjalanan ke Selatan. Karena aku harus melewati Lyons, maka aku
ingin mengunjungi Cure d’Ars. Lalu aku menulis kepadanya meminta untuk bisa
bertemu dengannya dan aku meminta doa-doanya bagi suamiku yang meninggal itu.
Aku tidak memberinya keterangan lebih jauh lagi”.
“Ketika aku tiba di Ars, aku memasuki kamar Cure Venerabilis, dan betapa
mengejutkan, dia menyapaku :”Nyonya, anda bersedih. Tetapi apakah anda lupa
akan buket bunga yang dibawa kepadamu setiap hari Minggu di bulan Mei itu ?”.
Tidaklah mungkin untuk menceritakan keherananku setelah mendengar M.Vianney
mengingatkan aku akan peristiwa yang tidak kukatakan kepada siapapun juga itu
dimana dia hanya mengetahui hal itu melalui pencerahan Ilahi saja. Dia
melanjutkan :”Tuhan telah berbelas kasih kepadanya, yang telah menghormati
IbuNya yang suci. Pada saat kematiannya, suamimu bertobat. Jiwanya ada didalam
Api Penyucian. Doa-doa kita dan perbuatan baik kita akan mendatangkan kebebasan
baginya”.
Kita bisa membaca didalam biografi seorang religius yang suci, Sr.Catherine
dari St.Agustinus, bahwa di tempat dimana dia tinggal terdapatlah seorang
wanita yang bernama Mary, yang pada masa mudanya telah menyerahkan dirinya
kepada kehidupan yang tidak baik du dunia ini, dan sementara perjalanan usianya
tidak membawa pertobatan kepadanya, tetapi sebaliknya, dia menjadi semakin
keras kepala didalam kejahatannya, dan para tetangga yang tidak bisa lagi
menerima perbuatannya itu, mengusir dia keluar kota. Dia tidak mendapatkan
tempat perawatan lagi kecuali sebuah gua didalam hutan dimana setelah beberapa
bulan kemudian dia meninggal tanpa menerima bantuan dari Sakramen-sakramen.
Tubuhnya tergeletak disebuah padang seolah dia mengandung sebuah penyakit
menular.
Sr.Catherine yang bisa memohonkan kepada Allah bagi jiwa-jiwa yang
meninggal, bukannya mendoakan orang itu, langusng dia menilai bahwa jiwa orang
itu pastilah dikutuk.
4 bulan kemudian, hamba Allah itu mendengar sebuah suara :”Sr.Catherine,
betapa malangnya diriku ! Engkau memohonkan jiwa-jiwa kepada Allah, tetapi akulah
satu-satunya yang tidak kau kasihani !”. “Siapakah engkau ?”, tanya
Sr.Catherine. “Aku adalah Mary yang malang itu, yang meninggal didalam gua”.
“Apa ? Mary ? apakah kamu selamat ?”. “Ya, karena Kerahiman Ilahi aku selamat.
Pada saat kematianku, aku merasa ngeri jika mengingat akan kejahatanku, dan
melihat diriku diabaikan oleh semua orang. Maka aku berseru kepada Perawan
Terberkati. Didalam kebaikannya yang lembut itulah dia mendengarkan aku dan dia
mendapatkan rahmat pertobatan yang sempurna bagiku, dengan sebuah keinginan
untuk mengaku dosa pada diriku. Begitulah aku menerima rahmat Allah dan aku
lolos dari api neraka. Namun aku diharuskan untuk tinggal didalam Api Penyucian
dimana aku sangat menderita sekali. Waktuku disini akan dipersingkat dan aku akan
segera dibebaskan jika ada beberapa kali Misa Kudus dipersembahkan bagiku. Oh,
rayakanlah Misa Kudus bagiku, Suster yang terkasih, dan aku akan selalu
mengingatmu dihadapan Yesus dan Maria”.
Sr.Catherine segera memenuhi permintaan ini dan setelah beberapa hari jiwa
itu nampak kepadanya lagi dengan tubuh bercahaya seperti bintang dan dia
berterima-kasih atas kemurahan hatinya.
No comments:
Post a Comment