Volume
2 : Misteri Kerahiman Allah
Bab 35
Motiv didalam menolong
jiwa-jiwa suci
Kemuliaan dari karya
pertolongan ini
Pertentangan antara
Br.Benediktus dan Br.Bertrand
Ketika kita begitu gencarnya memuji dan menganjurkan doa-doa bagi orang
yang meninggal, kita tidak menarik kesimpulan bahwa perbuatan-perbuatan baik
yang lain haruslah juga dilakukan sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan yang
ada. Satu-satunya ujub yang kita perhatikan adalah memberikan pengertian yang
benar tentang kemurahan hati Tuhan terhadap orang yang meninggal serta
memberikan inspirasi kepada orang yang hidup dengan keinginan untuk menjalankan
hal itu.
Lebih lagi karya-karya kemurahan hati dimana sasarannya adalah keselamatan
jiwa-jiwa, semuanya bersifat mulia, dan biasanya kita menempatkan pertolongan
kepada orang yang meninggal lebih tinggi dari pada pertolongan kita bagi
pertobatan para pendosa.
Diceritakan didalam the Chronicles of
the Friars Preachers, bahwa sebuah kontroversi telah timbul antara dua
orang religius dari ordo itu, Br.Benediktus dengan Br. Bertrand, tentang
masalah permohonan bagi orang yang meninggal. Kejadiannya adalah sebagai
berikut : Br.Bertrand sering merayakan Misa Kudus bagi para pendosa dan selalu
berdoa demi pertobatan mereka dan dia melakukan tindakan silih yang keras
terhadap dirinya sendiri demi mereka. Namun dia jarang dijumpai ikut Misa Kudus
dengan jubah hitam bagi orang yang meninggal, sedangkan Br.Benediktus memiliki
devosi yang besar kepada jiwa-jiwa di Api Penyucian. Setelah ditanya mengapa dia
melakukan hal itu, Br.Bertrand menjawab :
“Karena jiwa-jiwa di Api Penyucian sudah pasti akan menerima keselamatan
mereka, sementara para pendosa itu terus menerus dihadapkan kepada bahaya
kejatuhan mereka kedalam neraka. Keadaan manakah yang lebih patut disayangkan
dari pada suatu jiwa yang berada dalam keadaan dosa berat ? Dia bermusuhan
dengan Allah dan diikat oleh rantai setan, tertahan didalam lembah neraka oleh
rantai kehidupan yang lemah, yang bisa putus setiap saat. Para pendosa berjalan
di jalan kemusnahan. Jika dia terus maju, dia akan jatuh kedalam lembah yang
kekal. Karena itu kita harus menolong dan mempertahankan mereka dari kemalangan
yang terbesar, dengan cara berusaha memperoleh pertobatannya. Selain itu
bukankah Putera Allah datang ke dunia ini dan mati disalib demi menyelamatkan
para pendosa. St.Denis juga meyakinkan kita bahwa hal yang paling ilahiah
adalah bekerja bersama Allah demi keselamatan jiwa-jiwa. Mengenai jiwa-jiwa di
Api Penyucian ? Mereka itu sudah pasti selamat, keselamatannya yang kekal sudah
diyakinkan. Mereka menderita, menjadi mangsa dari siksaan yang mengerikan,
namun mereka tidak takut akan bahaya neraka, dan penderitaan mereka pastilah
berakhir. Hutang mereka semakin berkurang setiap harinya dan segera mereka akan
menikmati kebahagiaan kekal. Sementara itu para pendosa terus menerus
berhadapan dengan kutukan, kemalangan yang paling mengerikan yang bisa mengenai
makhluk Allah”.
Br.Benediktus menjawab :”Semua yang kau katakan itu memang benar, namun
terdapat pertimbangan lain yang harus dipikirkan. Para pendosa itu adalah
budak-budak setan atas kemauannya sendiri yang bebas itu. Kuk mereka sudah
mereka pilih sendiri. Mereka bisa memutuskan rantai yang mengikat dirinya jika
mereka mau. Sedangkan jiwa-jiwa malang didalam Api Penyucian hanya bisa
mengeluh dan memohon pertolongan dari orang-orang yang hidup. Tidaklah mungkin
bagi mereka untuk memutuskan belenggu kaki yang membuatnya menjadi tawanan dari
nyala api itu. Andaikan saja aku berjumpa dengan dua orang pengemis, yang satu
dalam keadaan sakit, lumpuh, dan tanpa daya, betul-betul tak mampu mencari
penghasilan bagi hidupnya. Pengemis yang lain, meskipun dia sangat bersedih,
tetapi masih muda dan kuat. Manakah diantara keduanya yang lebih layak menerima
sedekahmu itu ?”.
“Tentu saja pengemis yang tak mampu bekerja itu”, jawab Br.Bertrand.
“Baiklah saudaraku yang terkasih”, lanjut Br.Benediktus, “begitu juga
halnya dengan para pendosa dan jiwa-jiwa suci didalam Api Penyucian. Mereka
tidak mampu menolong dirinya sendiri. Saat untuk berdoa, mengaku dosa, dan
melakukan perbuatan baik demi kepentingannya sendiri sudah lewat baginya. Hanya
kita sajalah yang bisa meringankan penderitaan mereka. Sungguh benar bahwa
mereka berhak menerima penderitaan itu sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka.
Namun kini mereka merintih dan menyesali dosa-dosa itu. Mereka berada didalam
rahmat dan persahabatan dengan Tuhan, sedangkan para pendosa itu menjadi
musuhNya. Tentu saja kita harus berdoa demi pertobatan para pendosa itu, namun
kita harus melaksanakan kewajiban kita terhadap jiwa-jiwa yang menderita di Api
Penyucian, yang begitu dikasihi oleh Yesus. Marilah kita menaruh belas kasihan
kepada para pendosa, tetapi janganlah kita melupakan bahwa mereka memiliki
semua sarana keselamatan di tangan mereka. Mereka seharusnya memutuskan ikatan
dosa itu dan menjauhi bahaya kutukan yang mengancam mereka. Bukankah jelas
sekali bahwa jiwa-jiwa yang menderita di Api Penyucian itu lebih membutuhkan
sebagian besar dari kemurahan hati kita ?”.
Begitu kuatnya pengaruh dari argumen-argumen ini dimana Br.Bertrand
bertahan dengan pendapatnya semula. Namun pada malam berikutnya dia mengalami
sebuah penampakan dari jiwa didalam Api Penyucian yang membuatnya mengalami
rasa sakit yang ditanggung oleh jiwa itu. Penderitaan itu begitu kerasnya
sehingga hampir-hampir tidak mungkin kita menanggungnya. Lalu seperti yang
dikatakan oleh nabi Yesaya, siksaan mendatangkan pengertian baginya Vexatio intellectum debit (Yes. 28:19),
dan dia diyakinkan bahwa dia akan melakukan lebih banyak lagi demi jiwa-jiwa
yang menderita itu. Pagi berikutnya, dengan dipenuhi oleh rasa belas kasih, dia
naik ke tangga altar dengan berpakaian hitam, dan mempersembahkan Kurban Kudus
bagi orang yang meninggal.
No comments:
Post a Comment