KEBENARAN ADALAH KEKUATAN, KEBOHONGAN ADALAH KELEMAHAN
Kebohongan,
‘setengah-benar’, serta menutup-nutupi masalah, semua ini merupakan manifestasi
dari kelemahan yang fatal. Dan inilah yang sedang terjadi di dalam Gereja Katolik
saat ini.
Ketika kita tak lagi bisa berkata tentang
kebenaran, karena kebenaran itu justru membuka seluruh kedok kebusukan, status
quo yang sangat rapuh, dan membawanya ke dalam tumpukan janji serta kebohongan yang
menjijikkan, maka kita telah sampai kepada penyelewengan peranan dan fungsi yang
sempurna.
Anda tahu sebuah panduan penting bagi
"kepemimpinan" dalam sistem disfungsional yang sedang hancur: ketika sebuah keadaan menjadi sangat serius,
maka anda harus berbohong. Dengan kata lain, status quo dari allah sekuler
adalah ‘TINA’ (There Is No Alternative) - tidak ada alternatif lain, selain
untuk berkata bohong, karena kebenaran
akan membawa seluruh struktur yang busuk menjadi tumbang.
Inti dari dinamika salah-fungsi dan
tidak sehat ini adalah ‘neraca yang tidak seimbang’, yang berarti bahwa tindakan menyembunyikan kebenaran
adalah merupakan dinamika inti dalam hubungan disfungsional, di dalam rumah
tangga, masyarakat, perusahaan, kota, perusahaan, negara bagian, aliansi,
negara dan kerajaan: ketika kebenaran tidak dapat disampaikan karena hal itu
akan bisa mengancam struktur kekuasaan status quo, maka status quo itu pasti
akan runtuh.
Kebohongan,
‘setengah-benar’, serta menutup-nutupi masalah, semua ini merupakan manifestasi
dari kelemahan yang fatal. Apa yang ingin dikatakan oleh tindakan kebohongan, ‘setengah-benar’,
serta menutup-nutupi masalah ini adalah: kita
tak bisa lagi memperbaiki masalah-masalah yang kita hadapi, dan daripada kebenaran
ini muncul ke publik, maka kita harus menutupinya dibalik segala kebohongan dan
janji-janji palsu. (Misalnya: Allah adalah maharahim, maka segala dosa pasti
diampuni, meskipun tanpa penyesalan; dosa itu tidak ada, setan itu tidak ada, neraka
itu tidak ada; perlunya pendampingan pastoral terhadap pendosa, yang ujung-ujungnya
mengijinkan pendosa menerima Komuni Kudus tanpa Pengampunan Dosa dan tobat).
Kebenaran adalah kekuatan, kebohongan adalah kelemahan. Dan apa yang kita terima saat ini adalah serba kebohongan, dengan
statistik yang sengaja dirancang untuk menyesatkan serta berbagai janji palsu
agar status quo itu tetap stabil dan permanen. Kebenaran adalah kekuatan karena
ia adalah dinamika inti dari penyelesaian masalah. Kebohongan, statistik yang dimanipulasi,
serta janji-janji palsu adalah fatal karena ia melemahkan upaya yang sungguh-sungguh
untuk memperbaiki apa yang berantakan, sebelum sistem itu mencapai titik atau
keadaan yang tak bisa kembali lagi (the point of no return.)
Dan saat ini kita telah melampaui
titik itu. ‘Kebijaksanaan’ kebohongan telah membuat kita menjadi hancur. Iman dan
nilai-nilai moral berantakan.
Catatan-catatan yang jujur dari
perusahaan-perusahaan yang sangat sukses dan berhasil, telah berbagi satu ciri
utama mereka: dalam setiap kasus, para manajer ditekan untuk menyembunyikan
kebenaran dari manajemen puncak, yang kemudian ia akan menyembunyikan kebenaran
dari para investor dan klien.
Inilah dinamika kunci dalam oligarki yang gagal: jika berkata hal yang benar akan membuat anda dihukum dan dikirim
ke Siberia (atau yang lebih buruk lagi), maka tidak ada orang, yang memiliki
naluri untuk mempertahankan diri, akan mengatakan apa yang sebenarnya.
Jika mengaburkan kebenaran bisa menyelamatkan
jabatan seseorang, maka itulah yang akan dilakukan orang banyak. Jika tindakan ini bisa
merusak organisasi maka hal itu menjadi ‘urusan belakangan’ bagi orang-orang yang
hanya berusaha mempertahankan (kedudukan) dirinya sendiri.
Nampaknya wajar, bukan?
Tapi Tuhan tak pernah tidur…
Silakan melihat artikel
lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment