CARDINAL BURKE:
KEBINGUNGAN DAN
KESESATAN DARI PARA PEMIMPIN KATOLIK MERUPAKAN PERTANDA DARI AKHIR ZAMAN
by Pete Baklinski
LOUISVILLE, Kentucky, 8 Agustus 2017 (LifeSiteNews) - "Kebingungan, perpecahan, dan
kesesatan" di dalam Gereja Katolik yang berasal dari "para gembala"
bahkan sampai pada tingkatan tertinggi menunjukkan bahwa kita berada pada saat akhir
zaman,” kata Kardinal AS Raymond Burke di sebuah wawancara di Kentucky.
Kardinal, yang berbicara pada 22 Juli dalam
acara "Church Teaches Forum" di Louisville, mengatakan bahwa, menurut
pendapatnya, saat-saat sekarang ini "secara realistis nampak apokaliptik.”
"Kita sedang hidup di masa-masa sulit di
dunia dan juga di dalam Gereja," katanya.
Burke, salah satu ahli hukum kanon terkemuka dalam
Gereja Katolik, menjelaskan bagaimana kejahatan yang sekarang sering diterima di
dalam budaya Barat yang "rusak" kini berhasil menyusup ke dalam Gereja,
melalui para gembala hingga sampai kepada domba-dombanya.
Kardinal Raymond Burke berpidato saat
Misa pembukaan dalam Forum 'Church Teaches' tahunan yang ke 27, pada tanggal 20
Juli 2017 di Glenn Rutherford
"Dengan cara yang jahat, kebingungan dan
kesesatan yang telah menyebabkan budaya manusia berada di jalan kematian dan
kehancuran kini juga masuk ke dalam Gereja, sehingga ia mendekati budaya busuk
itu tanpa menyadari identitas dan misinya sendiri, tanpa memiliki kejelasan dan
keberanian untuk mewartakan Injil Kehidupan dan Kasih Ilahi kepada budaya
radikal di dunia," demikian katanya.
Dia mencontohkan sebuah pernyataan baru-baru
ini dari presiden konferensi para uskup Jerman, Kardinal Reinhard Marx, yang
mengatakan bahwa legalisasi "pernikahan" sesama jenis di Jerman bukanlah
menjadi perhatian utama Gereja. Sebaliknya, Marx mengatakan bahwa Gereja
harus lebih memperhatikan apa yang dia sebut intoleransi terhadap orang-orang
yang memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis.
Para gembala yang bersikap diam
Burke, yang juga merupakan salah satu dari
empat Kardinal yang menandatangani dubia yang meminta kepada Paus Fransiskus
untuk mengklarifikasi ambiguitas dalam pengajarannya, Amoris Laetitia, mengatakan
bahwa ada banyak gembala yang tidak lagi
benar-benar menggembalakan umat beriman yang dipercayakan kepada mereka.
"Karena alasan apapun, banyak gembala yang
bersikap diam mengenai situasi di mana Gereja mendapati dirinya berada atau
telah meninggalkan kejelasan dari ajaran Gereja, karena kebingungan dan kesesatan
saat ini dianggap (secara keliru) menjadi penyebab dari keruntuhan total budaya
Kristiani," katanya. .
Burke mengatakan bahwa satu tanda yang jelas baginya
bahwa Gereja "telah gagal total " dalam misinya adalah bahwa Gereja
saat ini tidak lagi menerima serangan permusuhan dari media sekuler.
"Beberapa waktu yang lalu, seorang
Kardinal di Roma berkomentar bahwa sungguh baik jika media sekuler tidak lagi
menyerang Gereja, seperti yang mereka lakukan dengan sangat sengit selama masa
kepausan Paus Benediktus XVI," katanya. "Tetapi tanggapan saya adalah
bahwa persetujuan dari media sekuler itu terhadap Gereja adalah, sebaliknya,
bagi saya ini adalah sebuah pertanda bahwa Gereja telah gagal total dalam memberikan
kesaksian yang jelas dan berani ke seluruh dunia, demi keselamatan dunia,"
tambahnya.
Secara khusus dia mencatat bagaimana media
sekuler mengadu mereka yang setia kepada ajaran Katolik yang kekal melawan Paus
Fransiskus beserta ‘agenda pastoralnya’ bagi Gereja.
Kardinal Burke menuduh "suara-suara
sekuler" itu mempromosikan Paus Fransiskus sebagai "pembaharu yang
revolusioner, yaitu sebagai seorang yang melakukan reformasi Gereja dengan cara
melanggar Tradisi, aturan iman (regula fidei) serta aturan hukum (regula iuris)."
"Mengenai berbagai pernyataan Paus Fransiskus
yang sering dilakukannya, saat ini sedang dan telah berkembang sebuah pemahaman
umum bahwa setiap pernyataan Bapa Suci haruslah diterima sebagai ajaran
kepausan atau magisterium. Media massa tentunya ingin memilih dan mengutip di
antara sekian banyak pernyataan Paus Fransiskus, untuk menunjukkan bahwa Gereja
Katolik sedang mengalami sebuah revolusi dan merubah ajarannya secara radikal dalam
hal isu-isu penting mengenai tentang iman dan terutama moral," katanya.
Mengidolakan kepausan
Kardinal Burke mencatat bagaimana PF tidak mengatasi
situasi yang berkembang saat ini dengan secara teratur memilih untuk
"berbicara dalam percakapan sehari-hari, baik itu dilakukannya selama
wawancara yang diberikan di pesawat terbang atau kepada media-media berita,
atau dalam ucapan spontan kepada berbagai kelompok tertentu."
Kardinal Burke mengatakan bahwa umat Katolik harus
berusaha untuk tetap setia kepada Kristus, dan Gereja yang didirikanNya harus
belajar membedakan antara ‘perkataan manusia yang kebetulan menjadi paus’ dengan
perkataan Paus sebagai Wakil Kristus di bumi.’
"PF telah memilih untuk banyak berbicara pada
tubuh pertamanya, yaitu tubuh orang yang kebetulan menjadi paus. Kenyataannya,
bahkan di dalam dokumen-dokumen, yang di masa lalu telah mewakili pengajaran
yang lebih penting, dia mengatakan dengan jelas bahwa dia tidak memberikan pengajaran
magisterial, tetapi pemikirannya sendiri," demikian kata Kardinal Burke.
"Tapi mereka yang telah terbiasa dengan berbagai
cara berbicara Kepausan yang berbeda pada masa lalu, ingin membuat setiap
pernyataan PF saat ini sebagai bagian dari Magisterium. Jika seseorang bersikap
seperti ini maka dia bertentangan dengan akal dan apa yang selalu dipahami oleh
Gereja. Adalah salah dan berbahaya bagi umat untuk menerima setiap pernyataan
dari Bapa Suci dengan menganggap bahwa hal itu sebagai ungkapan pengajaran
kepausan atau magisterium," tambahnya.
Burke sebelumnya
telah menyebut pernyataan kontroversial PF mengenai Amoris Laetitia "bukanlah
tindakan magisterium" tapi sebuah "renungan pribadi dari PF."
Anjuran Apostolik itu telah ditafsirkan oleh banyak uskup dan kardinal seolah mengizinkan
umat Katolik yang bercerai dan menikah kembali dan hidup di dalam perzinahan,
untuk menerima Komuni Kudus. Penafsiran semacam itu bertentangan dengan ajaran
Katolik sebelumnya.
Kardinal Burke mengatakan bahwa membedakan
antara "perkataan manusia yang kebetulan menjadi paus dengan perkataan Paus
sebagai Wakil Kristus di bumi" adalah sangat penting untuk menunjukkan
"penghormatan tertinggi" kepada Jabatan Kepausan sementara mereka
masih tetap setia pada ajaran kekal dari Iman Katolik.
"Tanpa perbedaan ini, maka kita akan
dengan mudah kehilangan rasa hormat terhadap Kepausan atau dituntun untuk
berpikir bahwa jika kita tidak setuju dengan pendapat pribadi orang yang menjadi
Paus, maka kita telah memutuskan hubungan dengan Gereja," katanya.
Dia memperingatkan umat Katolik tentang tindakan
‘mengidolakan kepausan’ yang merupakan ‘penyembahan berhala atas jabatan kepausan’
di mana setiap kata yang diucapkan oleh paus akan diperlakukan seolah-olah itu
adalah doktrin, ‘bahkan meski perkataan itu bertentangan dengan firman Kristus,
misalnya tentang tidak terceraikannya pernikahan.’
“Setiap pernyataan paus,” kata Burke, “harus
dipahami ‘dalam konteks pengajaran dan praktik Gereja yang menetap,’ sebab jika
tidak, maka kebingungan dan perpecahan tentang pengajaran dan praktik Gereja akan
masuk ke dalam tubuh Gereja dan menimbulkan gangguan terhadap keselamatan jiwa
dan menjadi bahaya besar bagi pewartaaan Injil kepada dunia."
"Umat beriman tidaklah harus mengikuti
pendapat-pendapat teologis dari pejabat Gereja yang bertentangan dengan doktrin
yang terkandung dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, dan ditegaskan oleh
Magisterium, walaupun pendapat teologis ini disiarkan secara luas di dalam Gereja
dan tidak diluruskan oleh para pastor, karena para pastor wajib untuk melakukan
apa yang diperintahkan oleh atasannya," tambahnya.
Dengan sedih Kardinal Burke memperingatkan umat
Katolik atas situasi saat ini di dalam Gereja, bahkan ada yang berpikir untuk
melakukan pemisahan, yaitu memisahkan diri mereka dari Gereja Katolik yang
dipimpin oleh PF dengan harapan untuk menciptakan Gereja yang lebih baik.
"Tidak ada tempat dalam pikiran kita untuk
bertindak memisahkan diri, yang selalu dan dimana saja adalah salah,"
katanya.
"Skisma adalah buah dari cara berpikir
duniawi, yang berpikir bahwa Gereja berada di tangan kita, bukan di tangan
Kristus. Gereja di zaman kita sekarang sangat membutuhkan pemurnian dari segala
macam pemikiran duniawi," tambahnya.
Mengatasi krisis
Burke mengemukakan sejumlah cara praktis agar umat
Katolik berusaha untuk dapat merespons krisis yang ada di dalam Gereja saat ini.
Mereka harus:
- Berdoa memohon iman yang lebih besar lagi kepada Tuhan
Yesus Kristus, ‘Yang hidup bagi kita di dalam Gereja dan Yang tak pernah
salah dalam mengajari kita tentang kesucian, dan menuntun kita semua di
dalam Gereja’ dan ‘Yang ajaran-ajaranNya tidak pernah berubah.’
- Belajar lebih tekun lagi mengenai ajaran-ajaran Iman
yang ada di dalam Katekismus Gereja Katolik, dan mempersiapkan diri untuk
membela ajaran-ajaran itu melawan segala kepalsuan yang melemahkan Iman
dan persatuan Gereja.
- Berkumpul bersama untuk memperdalam Iman dan saling
menguatkan satu sama lain.
- Datang kepada Perawan Maria Terberkati, untuk memohon
pengantaraan Keibuannya,
- Selalu menyerukan pengantaraan dari St.Michael sepanjang
hari.
- Berdoa setiap hari kepada St.Yosef, terutama dengan
melalui gelarnya sebagai ‘Kengerian bagi setan’ untuk memohon damai di
dalam Gereja, dan memohon perlindungannya dalam menghadapi segala bentuk
kebingungan dan perselisihan yang selalu merupakan usaha dari setan.
- Berdoa bagi paus, terutama melalui pengantaraan
St.Petrus.
- Berdoa bagi para kardinal agar mereka menjadi pembantu
yang sejati bagi Bapa Suci dalam melaksanakan tugasnya.
- Tetap bersikap tenang karena Iman kita kepada Kristus
yang tidak mengijinkan ‘gerbang-gerbang neraka’ bisa menang atas Gereja.
- Menjaga kepercayaan kita kepada Jabatan Petrus dan kasih
kita kepada penerus St.Petrus, yaitu PF.
Kardinal Burke mendesak umat Katolik untuk
tidak "khawatir apakah masa-masa ini bersifat apokaliptik atau tidak, tetapi
agar kita tetap setia, murah hati dan berani dalam melayani Kristus di dalam Tubuh
MistikNya, Gereja."
"Karena kita telah tahu bahwa bab terakhir
dari kisah zaman ini telah dituliskan. Ia adalah kisah kemenangan Kristus atas
dosa beserta buahnya yang paling mengerikan: kematian kekal," katanya.
"Tetapi kita harus tetap menulis, bersama dengan
Kristus, bab-bab yang diisi oleh perbuatan kita: kesetiaan, keberanian, dan
kemurahan hati kita sebagai rekan kerja sejati dari Kristus, sebagai prajurit Kristus
yang sejati. Maka kita harus menjadi hamba yang baik dan setia yang selalu menanti
untuk membukakan pintu bagi Guru kita, pada saat KedatanganNya nanti," demikian
tambahnya.
Silakan melihat artikel
lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment