These Last Days News - August 6, 2021
Francis, Si Penghancur, Dan Nubuat
St.Franciscus
https://www.tldm.org/news51/francis-the-destroyer-and-st-francis-prophecy.htm
KnightsRepublic.com reported on August 6, 2017:
by David Martin
Pada tanggal 28 Juli 2021, Uskup Agung Carlo Maria Vigano
mengeluarkan pernyataan sebagai tanggapan atas upaya paus Francis untuk
menindas Misa Tradisional Latin melalui motu proprio Traditionis Custodes yang
lalim pada 16 Juli 2021. Dalam pernyataannya, Vigano mengatakan bahwa
"tidak ada nasihat atau tekanan khusus yang diperlukan dari musuh historis Liturgi
Tridentin - dimulai dengan para sarjana Sant' Anselmo - untuk meyakinkan
Francis agar melakukan apa yang menurut dia
adalah yang terbaik: menghancurkan.
“Dimana mereka membuat gurun dan menyebut itu damai.”
Francis memang telah menunjukkan dirinya sebagai seorang perusak.
Tidak ada yang mendorongnya ke dalam tindakan ini. Bertentangan dengan apa yang
beberapa orang pikirkan, Francis-lah yang mendorong kaum modernis melakukan perusakan
di dalam Gereja dan bahkan menyebabkan beberapa kaum modernis tersipu malu. Francis-lah
yang menjadi masalah dan skandal bagi mereka, bukan sebaliknya. Bukannya
perbuatan mereka yang mempermalukan Francis, tetapi perbuatan Francis-lah yang
mempermalukan mereka.
Francis Berbeda Dari Para Pendahulunya.
Berbeda dengan para paus sebelumnya. Para paus itu ikut terseret ke dalam tindakan yang
seringkali bertentangan dengan keinginan mereka, dan mereka menghabiskan banyak
waktu untuk melawan kaum modernis, meskipun dengan keberhasilan yang terbatas. Tetapi
para paus itu berhasil menegakkan doktrin iman yang murni, apakah itu Paus
Paulus VI dengan Humanae
Vitae yang melarang pemakaian kontrasepsi, atau Yohanes Paulus
II dengan Ordinatio
Sacerdotolis yang melarang penahbisan wanita menjadi imam, atau Benediktus XVI dengan Summorum Pontificum yang
mendorong pelaksanaan yang lebih luas dan lebih bebas dari Misa Latin Tradisional.
Tapi sekarang, Francis, si perusak, telah datang untuk memusnahkan semuanya
karena dia berkomitmen untuk mengakhiri Tradisi Katolik dan bergerak maju
dengan membawa gereja-sinode yang baru, ciptaan manusia.
Perlu kita kutip disini betapa Francis telah membungkuk dan
menghormat kepada berhala-berhala, penyangkalannya terhadap mukjizat-mukjizat
Kristus, penyangkalannya akan keberadaan neraka dan kutukan kekal, penyangkalan
peran Perawan Maria sebagai Mitra- Penebus, pemecatan terhadap para imam yang
setia kepada ajaran sejati, pengkhianatan terhadap gereja bawah tanah di Cina,
dukungannya pada homoseksualitas, pujiannya terhadap pastor LGBT James Martin,
pengangkatan para kardinal pendukung LGBT ke posisi tinggi di dalam Gereja,
kolaborasinya dengan para kolaborator
homoseksual, pemberkatan terhadap "transgender," pemberkatan kepada
para perzina dan memberikan Komuni bagi mereka yang bercerai dan menikah
kembali secara sipil, persekongkolannya dengan para bidaah, pujiannya terhadap
Martin Luther, pujiannya terhadap Komunis, pujiannya terhadap tokoh aborsi
terkenal, Emma Bonino, penghargaan terhadap aktivis aborsi Lillian Ploumen,
kolusi dengan lembaga-lembaga PBB yang mendukung aborsi, penghancuran terhadap Akademi Kepausan untuk Kehidupan yang
dibentuk oleh Yohanes Paulus II, ya, semuanya adalah tentang penghancurannya terhadap iman!
Seorang Paus Yang Bukan Katolik
Uskup Agung Vigano tentu saja menjadi kunci dalam
pernyataannya pada 28 Juli lalu ketika dia berkata, "Kita telah sampai
pada titik bahwa bahkan orang-orang sederhana dengan sedikit pengetahuan
tentang masalah-masalah doktrinal, bisa memahami bahwa kita telah memiliki
seorang paus non-Katolik, setidaknya dalam pengertian khusus." Uskup Agung
Vigano mengatakan bahwa "kemurtadan" Francis ini telah menimbulkan
beberapa masalah yang bersifat kanonik.
Nubuat St. Franciscus
Karena alasan inilah umat Katolik yang peduli dan prihatin,
semakin menunjukkan sikap terbuka terhadap nubuat yang diberikan oleh St.
Fransiskus dari Assisi pada tahun 1226 tentang seorang paus yang akan datang.
Berikut ini diambil dari Works
of the Seraphic Father St. Francis of Assisi, R. Washbourne
Publishing House, 1882, hlm. 248-250, dengan imprimatur dari Yang Mulia William
Bernard, Uskup Birmingham. Sumber nubuat ini adalah Opuscola atau
Tulisan-tulisan St. Fransiskus (1623) oleh pastor Luke Wadding, yang diakui
sebagai cendekiawan dan sejarawan terkemuka dalam sejarah Gereja tentang
St.Fransiskus dari Asisi.
"Pada saat kesengsaraan nanti, ada seseorang yang
tidak terpilih secara kanonik, akan diangkat kepada jabatan paus… yang, dengan
kelicikannya, akan berusaha untuk menarik banyak orang ke dalam kesalahan ....
Beberapa pengkhotbah akan bersikap diam tentang kebenaran, dan yang lainnya
akan menginjak-injaknya di bawah kaki dan menyangkalnya. Kesucian hidup akan
dicemooh bahkan oleh mereka yang secara terbuka mengakuinya, karena pada
hari-hari itu Yesus Kristus tidak mengirim kepada mereka seorang pastor yang sejati,
tetapi seorang penghancur." St. Fransiskus dari Assisi, October 3, 1226
Apakah paus Francis memenuhi nubuat di atas atau tidak, tidak
dapat dipastikan, tetapi yang pasti adalah bahwa Prancis "bukanlah gembala
sejati, tetapi seorang perusak" yang telah "menyesatkan banyak
orang," dan alasan utamanya adalah dia "tidak terpilih secara
kanonik."
Benediktus Dipaksa Mundur
Melihat lebih dekat kepada peristiwa di seputar pengunduran
diri Benedictus XVI, memberikan keyakinan kepada kita pada tuduhan bahwa
konklaf tahun 2013 adalah tidak sah. Laporan-laporan yang dapat dipercaya dari
tahun 2015 menunjukkan bahwa Benediktus XVI dipaksa untuk mengundurkan diri,
yang secara jelas tercermin dalam pidato pengukuhan Benediktus pada 24 April
2005, ketika dia berkata: "Berdoalah
untuk saya, agar saya tidak melarikan diri karena takut pada serigala."
Kita tahu dari mendiang Kardinal Danneels dari Brussel bahwa
dia adalah bagian dari kelompok reformis "mafia" radikal yang
menentang Benediktus XVI. Danneels, yang dikenal karena dukungannya terhadap
aborsi, hak LGBT dan pernikahan gay, mengatakan dalam wawancara yang direkam
pada September 2015 bahwa dia dan beberapa kardinal adalah bagian dari klub
"mafia" (disebut juga sebagai Mafia St.Gallen) dan inilah yang menyerukan perubahan
drastis di dalam Gereja, untuk membuatnya "jauh lebih modern," dan
bahwa rencananya adalah untuk menggulingkan Benediktus dan mengangkat Kardinal
Jorge Bergoglio untuk memimpinnya. http://www.ncregister.com/blog/edward-pentin/cardinal-danneels-part-of-mafia-club-opposed-to-benedict-xvi
Persekongkolan terkenal ini terdiri dari anggota kunci
"lobi gay," yaitu Mafia St.Gallen di Vatikan yang telah menyerukan
pengunduran diri Benediktus, dimana dulu
Mafia ini hampir berhasil mencegah pemilihannya pada tahun 2005. Saat konklaf
tahun 2013 semakin dekat, Mafia ini mengadakan serangkaian pertemuan tertutup,
yang dikenal sebagai kongregasi, dengan seorang Kardinal Bergoglio yang tampil
sebagai pembicara utama dalam pertemuan itu. https://fromrome.wordpress.com/2014/12/09/the-great-reformer-francis-and-the-making-of-a-radical-pope/
Pada malam konklaf, Kardinal Óscar Rodríguez Maradiaga sibuk berbicara di
telepon dengan para kardinal pemilih dari kedutaan Honduras di Roma.
Upaya lewat telepon ini adalah akhir dari kampanye lobi Mafia St.Gallen yang
intens untuk mengamankan suara untuk terpilihnya Kardinal Bergoglio sebagai
Paus.
Pada hari yang sama, Kard.Maradiaga menghadiri
pertemuan pribadi para pendukung Bergoglio, termasuk para pemain kunci
di 'Mafia St. Gallen," dan bersama-sama mereka mengumpulkan janji hingga
dua puluh lima suara untuk Bergoglio. Tidak mengherankan jika Bergoglio dibuka
dengan dua
puluh enam suara pada hari pertama konklaf, meskipun jumlah itu akan
meningkat menjadi 77 pada hari kedua, yang menunjukkan bahwa upaya kampanye kelompok
ini mulai berkembang. Tiga hari kemudian, paus Francis yang baru terpilih
meminta Kard.Maradiaga untuk memimpin dewan kardinal barunya yang berkuasa,
yang dikenal sebagai "Dewan Sembilan". Pada 27 Agustus 2018,
koresponden Vatikan, Edward Pentin, menyampaikan keprihatinanya lewat Twitter
tentang kampanye politik yang busuk ini.
"Kard. Danneels & Kard. McCarrick berkampanye agar
Bergoglio menjadi Paus, seperti yang dilakukan oleh Kard.Maradiaga pada malam
konklaf, menelepon berbagai kardinal dari kedutaan Honduras di Roma. Terlepas
dari masa lalu kelam mereka,
ketiga uskup itu, sejak itu telah direhabilitasi nama dan jabatannya oleh Francis
atau diangkat menjadi penasihat khususnya."
Aturan Dan Regulasi Dilanggar
Jelaslah disini ada lobi politik yang intens dan pemungutan
suara telah terjadi di sebelum
konklaf, yang secara langsung melanggar Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis tahun 1996,
yang mengatur tata cara pemilihan kepausan. Di dalamnya Edward Pentin
menjelaskan bahwa di antara para Kardinal pemilih, pemeriksaan atas suara
dilarang keras dan akan mendatangkan ekskomunikasi otomatis. Perhatikan hal-hal
berikut dari Konstitusi atau aturan konklaf:
“Para Kardinal pemilih selanjutnya harus menjauhkan diri dari
segala bentuk pakta, kesepakatan, janji atau komitmen lain dalam bentuk apa pun
yang dapat mewajibkan mereka untuk memberikan atau menolak suara mereka kepada
seseorang atau beberapa orang. Jika ini benar-benar dilakukan, bahkan di bawah
sumpah, saya mengatakan bahwa komitmen semacam itu akan batal demi hukum dan
tidak seorang pun terikat untuk mematuhinya; dan dengan ini saya menjatuhkan
hukuman ekskomunikasi otomatis kepada mereka yang melanggar larangan ini.” (81)
Larangan ini berlaku tidak hanya untuk pemilihan itu sendiri,
tetapi juga untuk waktu sebelum pemilihan, ketika segala persiapan sedang
berlangsung, karena selama waktu inilah aktivitas politik terbesar akan bisa memberikan
pengaruhnya pada pemungutan suara. "Setiap bentuk pakta" yang
mewajibkan pemilih "untuk memberikan atau menolak suara mereka kepada
seseorang" harus dihindari dan harus disepakati sebelum pemilihan, melalui
sumpah.
Paus Yohanes Paulus mengatakan dalam Konstitusi:
“Mengkonfirmasi aturan para pendahulu saya, saya juga
melarang siapa pun, bahkan meski dia seorang Kardinal, selama hidup seorang Paus
dan tanpa berkonsultasi dengannya, untuk membuat rencana tentang pemilihan
penggantinya, atau menjanjikan suara, atau membuat keputusan tentang hal ini
dalam pertemuan-pertemuan pribadi." (79)
Sekelompok Kardinal ternyata telah membuat rencana (diakui sendiri
oleh Kard. Danneels – anggota Mafia St.Gallen) untuk memaksa Benediktus XVI mengundurkan
diri dan mengkampanyekan "pemilihan penggantinya," dimana ada 25 orang
kardinal yang menjanjikan suara kepada Bergoglio
sehari sebelum pemilihan, ini terjadi melalui "berbagai pertemuan
pribadi," dan dengan demikian hal ini mengungkapkan perilaku busuk yang
melanggar hukum yang dilakukan oleh para kardinal pemilih itu.
Dengan sanksi ekskomunikasi otomatis, Paus Yohanes Paulus melarang "setiap Kardinal pemilih,
sekarang dan yang akan datang, serta Sekretaris Dewan Kardinal dan semua orang
lain yang ikut ambil bagian dalam persiapan dan pelaksanaan segala sesuatu yang
diperlukan untuk pemilihan" melarang segala bentuk kemungkinan campur
tangan, oposisi dan saran di mana otoritas sekuler dari urutan dan tingkat apa
pun, atau individu atau kelompok mana pun, yang mungkin berusaha untuk mempengaruhi
pemilihan Paus." (80)
Sayangnya, campur tangan
sekuler dan politik memainkan peran penting dalam pemilihan Francis. Menurut
Yohanes Paulus II, campur tangan tersebut menjadikan pemilihan kepausan batal
demi hukum.
Jika pemilihan dilakukan dengan cara selain yang ditentukan
dalam konstitusi ini, atau jika kondisi yang ditetapkan di sini tidak dipatuhi,
maka pemilihan itu karena alasan ini (1) batal demi hukum, tanpa perlu ada
pernyataan tentang masalahnya; dan akibatnya, pemilihan itu tidak memberikan
hak kepada orang yang dipilih. (76) Universi
Dominici Gregis (February 22, 1996) | John Paul II
Oleh karena itu semakin banyak dugaan bahwa konklaf tahun
2013 menegaskan bahwa "tidak ada hak pada orang yang terpilih (Bergoglio)" karena pemilihan itu berlangsung "dengan cara
selain yang ditentukan dalam konstitusi saat ini." Memang disini terlihat bahwa nubuat St.Fransiskus tentang paus yang
dipilih secara non-kanonik telah terjadi.
Bukti Seorang Paus Yang
Tidak Sah
Bukti seorang paus "yang tidak terpilih secara kanonik" adalah keberhasilan dalam menarik "banyak orang ke dalam kesalahan,"
sesuatu yang telah berlangsung sejak pemilihan Francis. Misalnya, pada 4
Februari 2019, dia menandatangani pernyataan bersama dengan kepala Masjid
Al-Azhar Mesir, yang menyatakan bahwa "keberagaman agama" adalah
"kehendak Tuhan." Ini secara terang-terangan bertentangan dengan
ajaran Gereja bahwa tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik, namun bidaah
ini sekarang dikhotbahkan di mana-mana dari mimbar-mimbar Gereja, atas izin Francis.
Ada juga masalah kolusi Francis yang sedang berlangsung
dengan kaum globalis dan PBB. Pada Oktober 28, 2019, Akademi Ilmu Pengetahuan
Kepausan bermitra dengan badan-badan PBB pendukung aborsi untuk berjanji setia kepada
SDG (the Sustainable Development Goals - Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), yang diperjuangkan oleh kaum sosialis pemberontak seperti
George Soros dan Jeffrey Sachs. SDG berupaya untuk menjadikan "Ibu Pertiwi"
sebagai tempat yang lebih aman melalui pengendalian populasi dan para aktivis
aborsi PBB telah berulang kali diundang ke Vatikan untuk berbicara dengan
Gereja mengenai "tugasnya" untuk membantu planet ini melalui
pengendalian populasi (alias aborsi).
Dan tentu saja, dunia terperanjat atas penyembahan berhala Francis
di St. Petersburg. Basilika Santo Petrus selama Sinode Amazon, Oktober 2019.
Paus dan beberapa kardinal dalam video terlihat melantunkan, menari dan berdoa
di hadapan patung berhala Pachamama sebagai bagian dari upaya sinode untuk
membuat "tindakan penebusan" kepada "Ibu Pertiwi" atas "dosa
lingkungan” yang dilakukan oleh manusia terhadapnya. Silakan lihat disini: https://www.catholicworldreport.com/2019/10/25/pope-francis-apologizes-that-amazon-synod-pachamama-was-thrown-into-tiber-river/
Dan sekarang ada yang terbaru dengan penindasan tangan besi Francis
terhadap Misa Tradisional sepanjang masa. Selama delapan tahun terakhir dia
telah menggerutu dan mengecam umat Katolik yang setia yang berpegang pada
tradisi dan ajaran Katolik, dan dia menyebut mereka "penyembah
berhala," "tidak taat," "memecah belah," dan
"skismatis," dan dengan demikian bersaksi tentang pemisahan dirinya
sendiri dari Iman.
Seperti yang dikatakan
Vigano, Francis adalah “paus non-Katolik.”
https://www.youtube.com/watch?v=FH36_VIpcuI
Attachments area
Preview YouTube video BREAKING:
Viganò: Deep State & Church will bring New World Religion and Order
BREAKING: Viganò: Deep State & Church will bring New World Religion
and Order
Di menit ke 5:26
dari
video ini Uskup Agung Vigano berkata:
“...
Banyak orang yang telah mengetahui adanya penyimpangan ini, semacam bipolaritas
psikis dari seorang paus, yang tidak memiliki kepercayaan layaknya seorang
paus, tidak berperilaku layaknya seorang paus, tidak berbicara layaknya seorang
paus. ...*
Pada menit ke 8:23 Uskup Agung
Vigano berkata:
“... Kita telah sampai pada titik bahwa bahkan
orang-orang sederhana sekali pun, dengan sedikit pengetahuan tentang
masalah-masalah doktrinal, akan bisa memahami bahwa kita sedang memiliki
seorang paus non-Katolik, setidaknya dalam artian
yang khusus..."*
Benediktus Masih Paus?
Tuduhan bahwa terpilihnya Francis “tidak kanonik” semakin
diperkuat oleh peristiwa yang nyata dari kepausan
Benediktus XVI. Menjelang pengunduran dirinya, dia berkata:
“Siapa pun yang menerima tugas pelayanan Petrus tidak lagi memiliki privasi.
Dia selalu dan sepenuhnya milik semua orang, seluruh Gereja... Kata 'selalu' juga berarti 'selamanya'
– tidak bisa lagi kembali ke ranah pribadi. Keputusan saya untuk mengundurkan
diri dari pelaksanaan aktif perutusan Petrus tidak mencabut hal ini.” (Audiens Umum, 27
Februari 2013)
Dari teks tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa tidak ada
pencabutan jabatan Benediktus. Menurut hukum kanon, seorang paus harus
sepenuhnya menyerahkan jabatannya agar pengunduran dirinya menjadi sah. (Kanon
332) Teks tersebut menunjukkan bahwa Benediktus XVI memilih untuk
mempertahankan jabatannya "selamanya", itulah sebabnya dia terus mengenakan pakaian kepausan putih dan menggunakan
nama Benediktus XVI.
Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan oleh Uskup
Agung Georg Gänswein, yang menjabat sebagai Prefek Rumah Tangga Kepausan.
Berbicara pada presentasi buku baru tentang kepausan Benediktus di Universitas
Kepausan Gregorian pada tanggal 20 Mei 2016, dia mengatakan kepada pers bahwa
Benediktus XVI tidak meninggalkan kepausan seperti yang dilakukan paus Celestine V pada tahun 1294, melainkan Benedictus tetap berusaha untuk melanjutkan jabatan kepausannya dengan cara yang lebih mengakomodasi kelemahannya.
“Dia meninggalkan Tahta Kepausan namun, dengan langkah yang
dia ambil pada 11 Februari 2013, dia tidak meninggalkan pelayanan ini,”
menambahkan bahwa pelepasan jabatannya akan “sangat tidak mungkin setelah
penerimaannya yang tidak dapat ditarik kembali dari jabatan itu pada April
2005.”
Dalam wawancara panjang di tahun 2016 oleh Peter Seewald
dengan Benediktus XVI, Bapa Suci Benedictus memberi
tahu wartawan: "Situasi [Paus] Celestine V sangat aneh dan sama sekali tidak
dapat disebut sebagai preseden saya." https://www.fromrome.info/2021/05/04/pope-benedict-xvi-i-have-not-abdicated/?fbclid=IwAR2oDl0qIYV3z43ScV3v5gTEW_JWhz6i88PR1xrI6Ef79Iwlmivu4ELA0o8
‘Situasi aneh' Paus Celestine
V adalah bahwa dia sepenuhnya turun dari tahta kepausan, yaitu, dia memberhentikan munus kepausannya dan kembali menjadi
biarawan sederhana Pietro da Morrone,
dan bukan Paus Emeritus seperti yang dilakukan Benediktus XVI. Apa yang
dikatakan Benediktus adalah bahwa dia "sama sekali tidak" berhubungan
dengan apa yang dilakukan Celestine, bahwa pengunduran diri sepenuhnya dari
kepausan adalah apa yang tidak dia lakukan.
"Inilah alasan mengapa sebutan yang tepat untuknya
adalah 'Yang Mulia,'" kata Gänswein. “Ini akhirnya menjadi alasan mengapa dia tidak pensiun dan pergi
ke biara terpencil, tetapi masih di dalam tembok Vatikan.”
Perlunya Pemeriksaan
Episkopal
Sudah saatnya sebuah komite
uskup mempertimbangkan dengan serius pengunduran diri Benediktus dan pemilihan Francis agar “disorientasi jahat” Francis saat ini yang mengarah
pada gerhana total Iman, tidak terus terjadi. Bunda Maria di La Salette bernubuat bahwa “Gereja akan berada dalam gerhana” dan bahwa
“Roma akan kehilangan Iman dan menjadi takhta Antikristus.” Jadi sangat mendesak agar
mereka yang memiliki otoritas gerejawi membuat kebenaran diketahui semua
orang tanpa keraguan lebih lanjut, untuk mencegah kegelapan menguasai Gereja.
-----------------------------
JANGAN TINGGALKAN
Sosok
Globalis, Bergoglio : Menindas Warisan Luhur Gereja Katolik
Francis
Menemui Uskup Agung Yang Diberhentikan Oleh Benediktus XVI
Metode
Francis: Sistem Mata-Mata...
Great
Reset: Rencana Elite Global Untuk Mengubah Kehidupan...
Ned
Dougherty – 2 Agustus 2021