These Last Days News - July 29, 2021
Sosok Globalis, Bergoglio : Menindas Warisan Luhur Gereja Katolik
https://www.tldm.org/news50/globalist-bergoglio-suppressing-the-heritage-of-the-catholic-church.htm
FfrontpageMag.com reported on July 29, 2017:
by Thom Nickels
Tulisan
tangan bernada radikal terpampang di dinding saat Jorge Mario Bergoglio,
Kardinal-Uskup Agung Buenos Aires, terpilih menjadi paus pada 2013.
Pada
pidato pertamanya kepada orang banyak di lapangan Santo Petrus sebagai paus
Francis, dia menolak untuk memakai mozzetta (pakaian) kepausan. Penyimpangan yang
tampaknya tidak signifikan dengan tradisi ini adalah bendera merah pertama yang menandakan bahwa Uskup Roma yang baru itu
adalah seorang modernis. Bendera merah
kedua terjadi selama Misa pengukuhan Francis. Pada Misa itu, jubah Francis
terlihat polos, tanpa asesoris yang biasa dikenakan seorang paus. Tidak hanya
polos, tapi sangat polos. Mitra putihnya, dihiasi dengan salib merah sederhana,
cocok dengan mitra yang dikenakannya saat memimpin pertunjukan boneka dan Misa
Tango di Argentina. Berlutut di antara uskup-uskup ritus Armenia dengan mitra
tinggi berhiaskan berlian selama kebaktian doa di depan ruang bawah tanah Santo
Petrus, Francis tampaknya menunjukkan preferensinya untuk menempuh kehidupan “kesederhanaan.”
Paus
baru ini dengan sangat cepat mampu menarik kekaguman dunia ketika dilaporkan
bahwa dia membayar tagihan hotelnya dengan uang pribadi, setelah penutupan
konklaf kepausan. Orang-orang non-Katolik yang tidak pernah memperhatikan para
paus sebelumnya, sekarang memberikan perhatian yang besar kepada Francis.
Banyak orang yang melihat penekanan Francis pada sikap kesederhanaan, sebagai
atribut yang suci atas dirinya, terutama ketika dia memilih untuk tidak tinggal
di istana kepausan tetapi di apartemen Vatikan. Dia sangat cepat dijuluki
"Paus Rakyat."
Pada
tahun 2014, ‘Paus Rakyat’ ini sudah mulai memecat Kolonel Daniel Rudolf Anrig,
42thn, kepala Pengawal Swiss, karena Francis menuduhnya bertindak ‘terlalu
ketat dan otokratis’ kepada anak buahnya. Banyak laporan mengatakan bagaimana
paus ini memerintahkan seorang Pengawal Swiss, yang telah bertugas jaga dengan berdiri
tegak di luar apartemennya sepanjang malam, untuk duduk. Ketika penjaga mengatakan
bahwa hal itu melanggar perintah komandannya, Francis menjawab, "Saya yang
memberikan perintah di lingkungan sini!" dan kemudian dia segera keluar
untuk mengambilkan secangkir kopi untuk penjaga itu.
Membayar
tagihan hotelnya sendiri, dan memberikan secangkir kopi kepada Garda Swiss,
yang telah bertugas jaga dengan disiplin, adalah cerita 'merasa nyaman' yang
hanya merupakan sebagian kecil dari pria yang sangat rumit untuk dimengerti ini.
Dan ironisnya,
seiring waktu berjalan, Francis terbukti
sama otoriternya dengan komandan Garda Swiss yang dipecat dan digantinya.
Otoritarianisme Francis itu nampak secara perlahan pada awalnya, dan akhirnya
mencapai puncaknya dalam Motu Proprio 16 Juli 2021 lalu, yang membatasi
perayaan Misa Latin Tradisional, sebuah liturgi kuno ritus Romawi yang
digantikan oleh ibadah lain yang lebih ‘ramah Protestan’ pada tahun 1970
setelah KV II.
Bukan
hal yang aneh bagi seorang paus untuk terlibat dalam masalah politik. Aliansi
Paus Yohanes Paulus II dengan Lech Walesa dari Polandia, pendiri gerakan
Solidaritas, telah berbuat banyak untuk mengakhiri Komunisme di sana. Paus
Benediktus XVI secara blak-blakan berbicara tentang bahayanya kelompok anti
Katolik dan bahkan dia mengadakan pertemuan pribadi dengan jurnalis Italia,
Oriana Fallaci, penulis buku terlaris, “The
Rage and The Pride,” untuk membicarakan hal itu, sebelum kematiannya pada
tahun 2006. Francis menjadi bersifat sangat politis ketika dia mengatakan
kepada wartawan pada 2015 bahwa Donald Trump "bukan Kristen" karena
dia berencana membangun tembok di sepanjang perbatasan Amerika Serikat dengan
Meksiko untuk mencegah orang asing masuk secara ilegal. Sebagai tanggapan,
Trump, menurut media Politico,
“membalas dengan pernyataan panjang, yang menyatakan bahwa, 'Untuk seorang pemimpin
agama, mempermasalahkan tentang iman seseorang, adalah sangat memalukan.'”
Ketika
Presiden Trump mengunjungi Francis di Vatikan, media dipenuhi dengan
interpretasi tentang gerak gerik Francis selama pertemuan tersebut. Setiap
gerakan dari paus, dari gerakan kepala yang sederhana hingga pandangan sekilas
ke arah lantai, dibaca oleh media massa sebagai tanda dari ketidaksetujuannya
terhadap Trump. Demikianlah secara tiba-tiba setiap reporter telah menjadi ahli
bahasa tubuh.
Pendahulu
Francis, Benediktus XVI, pernah menjadi salah satu arsitek progresif dari KV II
(di mana dia muncul dalam foto mengenakan dasi) tetapi dia menjadi konservatif
menjelang akhir kepausannya, dengan mengeluarkan Summorum Pontificum yang
terkenal pada Juli 2007, yang membawa kehidupan baru dalam Misa Latin
Tradisional, dengan memberikan izin kepada para imam untuk merayakan TLM tanpa
izin dari uskup.
Demam
reformasi yang dihasilkan oleh KV II pada tahun 1960-an dengan menggantikan
Misa lama dengan Misa iringan gitar, himne sentimental yang menggelikan,
gadis-gadis altar dengan sandal jepit dan Ny. Broadbent dari paduan suara
gerejawi yang ikut membagikan Ekaristi sebagai ganti imam.
Arsitektur
Gereja Katolik juga layak menjadi perhatian saat ini, dimana posisi altar yang tinggi,
patung, dan mosaik, dikeluarkan dari dalam gereja dan digantikan oleh altar
meja (meja Julie Child) dan tempat pembaptisan yang menyerupai hot tub hotel
Las Vegas. Misa baru, atau Novus Ordo, secara khusus dirancang untuk membuat
Misa menjadi tidak terlalu mistis dan lebih ‘ramah Protestan.’ Bergoglio,
Jesuit dari Argentina, selalu membenci Tradisi dan Misa Latin Tradisional.
Ketika
Benediktus XVI mengeluarkan Summorum Pontifum untuk memfasilitasi TLM,
Bergoglio memang mengizinkan hal itu di sebuah paroki, tetapi jam yang dia
pilih untuk merayakan Misa itu adalah pada saat-saat ketika orang tidak suka
pergi ke Misa. Selebran untuk TLM dipilih sendiri oleh Bergoglio, tetapi para
imam ini pada umumnya sama sekali tidak menyukai Misa Latin. Dia juga
memberlakukan banyak pembatasan pada cara di mana Misa dapat dirayakan. Jesuit ‘yang
baik’ ini tidak mematuhi semangat, jika bukan surat, Motu Propio yang dibuat
oleh Paus Benediktus. Francis dengan sabar menunggu delapan tahun sebelum dia, sebagai
kepala Gereja Katolik, mengambil tindakan melawan TLM.
Selama
tahun-tahun itu fokusnya adalah ‘menavigasi perairan’ yang terkadang dirasa licin
bagi ajaran Gereja yang liberal dan konservatif. Berpihak pada orang miskin, pengungsi
ilegal, mendukung pemerataan ekonomi dan mengutuk hukuman mati, dihasilkan dari
Gereja yang sama yang mengutuk aborsi, pengendalian kelahiran dan seks di luar
nikah. Tetapi Francis, Jesuit yang selalu cerdas, memiliki bakat untuk
menyuntikkan racun ambiguitas ketika dia merenungkan atau berbicara tentang
doktrin Gereja yang paling ortodoks, hingga menyebabkan banyak umat Katolik
bertanya, “Apa yang benar-benar dipercayai oleh paus Francis ini?”
Di
bidang politik, keyakinan progresif kiri
paus paling jelas diperlihatkan dalam pidato di hadapan Kongres Amerika Serikat
pada tahun 2015. “Pada saat-saat ketika kepedulian sosial begitu penting,” kata
Francis saat itu, “Saya tidak bisa tidak menyebutkan Day Dorothy, sebagai hamba
Tuhan yang mendirikan Gerakan Pekerja Katolik. Aktivitas sosial Dorothy,
semangatnya untuk keadilan dan perjuangan kaum tertindas, diilhami oleh Injil,
imannya, dan teladan orang-orang kudus.”
Gerakan
Pekerja Katolik, yang didirikan pada tahun 1933 selama terjadinya Depresi Besar,
dimulai dengan penekanan pada upaya memberi makan mereka yang lapar dan
memberikan perlindungan kepada para tunawisma. Dorothy (1897 – 1980) adalah
seorang jurnalis dan aktivis sosial yang memeluk agama Katolik sambil
mempertahankan keyakinan anarkisnya. Saat ini Gerakan Pekerja Katolik telah
melampaui visi Day (Dorothy), yang sebagai seorang Katolik yang tegas tidak
akan mengakui gerakan itu yang menerima adanya para imam wanita yang
ditahbiskan secara tidak sah dan perayaan Misa di rumah-rumah organisasi gerakan
itu, oleh siapa pun yang dipanggil untuk melakukannya.
Sebelum
pemilihan presiden Amerika Serikat 2020, paus Francis melakukan segalanya
kecuali memberikan berkat apostoliknya untuk kampanye Biden. Biden, yang
mengaku sebagai seorang Katolik yang taat dan yang dikatakan selalu membawa
rosario di sakunya, mendukung aborsi atas permintaan, dan telah dikritik oleh
banyak uskup Katolik AS karena pandangannya itu. Pada Juni 2021, Konferensi
Waligereja Katolik AS memberikan suara untuk menyusun pernyataan tentang makna Komuni
Kudus, dan apakah Presiden Biden dan politisi lainnya harus ditolak untuk
menerima Komuni berdasarkan sikap mereka tentang aborsi.
“Kami
tidak terbiasa mendengar ucapan seorang paus, sebulan sebelum Hari Pemilihan, yang
mengkritik
sikap “nasionalisme rabun, ekstremis, benci dan agresif,” dan mengecam mereka
yang, melalui tindakan mereka, menganggap masalah imigran sebagai “kurang
layak, kurang penting, kurang manusiawi” demikian The Washington Post melaporkan pada Oktober 2020
Paus Francis
telah menuduh dengan cepat atas berbagai masalah yang bukan menjadi bidangnya dan
bukan menjadi kompetensinya, termasuk masalah
pengungsi, perubahan iklim dan kesetaraan ekonomi. Ensiklik lingkungan Juni
2015-nya “Laudato Si’ ” menyerukan
pengurangan radikal dalam penggunaan bahan bakar fosil.
Skandal
besar Francis yang pertama dalam masalah liturgi terjadi pada Oktober 2019
selama acara yang disebut Sinode Amazon, ketika patung-patung berhala yang
mewakili dewi Ibu Pertiwi, atau Pachamama, dihormati di Basilika Santo Petrus. Selama
upacara itu ada prosesi tarian yang mengusung patung berhala Pachamama, di mana
orang-orang (termasuk para klerus) bersujud di depan dua patung kayu yang
mewakili wanita telanjang dan hamil, dan patung kelamin pria yang berbaring di
punggungnya.
Acara
itu dimaksudkan untuk melambangkan “jeritan tanah Amazon dan penduduk asli.”
Ketika patung-patung itu disimpan di gereja di Traspontina, seorang aktivis
Katolik Austria, Alexander Tschunguel, mengambil berhala-berhala itu dan
melemparkannya ke sungai Tiber. Francis kemudian meminta maaf kepada orang
Amazon atas insiden tersebut.
Pada
tahun 2017, sekelompok cendekiawan dan imam Katolik menulis surat
terbuka kepada Kolese Uskup yang menuduh paus Francis melakukan bidaah.
Segalanya
menjadi tidak pasti, tetapi Francis terus berbicara tentang pembangunan
“kebaikan bersama secara global.” Francis sekarang adalah seorang populis yang
tak tertahankan atau, seperti yang dikatakan seorang kritikus, “CEO Katolik
yang mau berbuat baik dan berkeliling dunia.” Pada sebuah Misa di Lapangan
Santo Petrus pada bulan September 2019 untuk merayakan Hari Migran dan
Pengungsi Sedunia, Francis berkata, “Mengasihi sesama seperti diri kita sendiri
berarti berkomitmen kuat untuk membangun dunia yang lebih adil, di mana setiap
orang memiliki akses kepada barang-barang di dunia, di mana semua orang dapat
berkembang sebagai individu dan sebagai keluarga, dan di mana hak-hak dasar dan
martabat dijamin bagi semua orang.” Pada Januari 2021, paus Francis menguraikan
pemikirannya dan menyerukan adanya perbatasan (negara) terbuka dimana dia
menulis bahwa negara-negara memiliki kewajiban "untuk menyambut,
mempromosikan, melindungi, dan mengintegrasikan kaum pengungsi yang datang
mencari kehidupan yang lebih baik untuk diri mereka sendiri dan keluarga
mereka."
Ironisnya, Katekismus Gereja Katolik selalu membela
hak negara untuk membatasi imigran. Katekismus sebenarnya juga menyatakan bahwa
para migran harus menghormati negara tuan rumah dan berasimilasi.
Ketika Francis
terpilih sebagai paus, dia meramalkan bahwa kepausannya tidak akan lama, tetapi
prediksi itu jelas gagal. Semakin lama pemerintahan Francis berlangsung,
semakin banyak kerusakan yang dia ciptakan khususnya di dalam Gereja Katolik.
Pada 16 Juli 2021, dia melakukan apa yang oleh banyak penganut Katolik
Tradisional disebut sebagai tindakan kekerasan terhadap Gereja ketika dia
membatasi perayaan Misa Tradisional Latin.
Di
bawah pedoman baru Francis, seorang imam yang ingin merayakan ritus kuno itu
harus terlebih dahulu meminta izin kepada uskupnya, setelah itu uskup harus
meminta izin dari Roma. Sejak awal
kepausannya, Francis hanya mengangkat uskup dan kardinal progresif. Hal ini
menjamin jalan yang sulit untuk memperoleh izin bagi TLM.
Para
komentator Katolik di You Tube
seperti Taylor Marshall, Timothy Gordon, Michael Matt, Suster Meriam, Dr.
Robert Moynihan, dan banyak lainnya, menghabiskan waktu berhari-hari untuk
mencoba memahami Motu Proprio yang anti Misa Latin dari paus. Dokumen yang
tumpul dan terkadang terdengar jahat itu merupakan penyalaan kembali yang jauh
lebih keras dari apa yang dilakukan Francis terhadap komunitas Misa Latin di
Buenos Aires. Jay Dyer, seorang Katolik Tradisional yang pergi ke Gereja
Ortodoks (di mana Tradisi Katolik tidak tunduk pada mode zaman ini) meramalkan
bahwa banyak Katolik Tradisional akan memasuki Gereja Ortodoks sebagai akibat
dari caci maki Francis.
Tindakan
kekerasan Francis terhadap umat Katolik Tradisional memiliki efek riak yang
makin meluas. Sampai tulisan ini dibuat, reaksi-reaksi kecaman masih terus
meningkat dan banyak pengamat melihatnya sebagai tantangan terakhir Paus. Francis,
kata mereka, telah berhadapan dengan penolakan yang paling besar, komunitas
Misa Latin di seluruh dunia, dengan banyak seminari dan biara yang berkembang, berbagai
paroki yang penuh sesak, hal ini sangat kontras dengan bangku-bangku kosong dari
gereja-gereja modernis Pachamama, dengan gadis-gadis altar memakai sandal jepit
dan rambut ekor kuda.
-----------------
"Tanpa sejumlah
doa yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan neraca pengadilan Ilahi serta tindakan
penebusan dari manusia di dunia, akan ditempatkan di Tahta Petrus seseorang
yang akan merebut dan menempatkan jiwa-jiwa dan Rumah Allah ke dalam kegelapan
yang dalam." - Bunda Maria, Bayside, 18 Maret 1974
JANGAN TINGGALKAN GEREJA PUTRAKU
“Janganlah meninggalkan Putraku lagi dengan cara menolak Gereja-Nya. Janganlah menilai Gereja Putraku dengan pikiran manusia. Fondasinya adalah Putraku sendiri, Yesus. Dan meskipun temboknya bisa retak, namun fondasinya tetap kokoh. Anak-anakku, apakah kamu tidak ingin tetap tinggal di
dalamnya dan menambal semua keretakan itu? Kami tidak ingin kamu terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil yang penuh perselisihan. Tidak ada perpecahan yang boleh terjadi di dalam Gereja Puteraku. Bagi semua yang
dibaptis, seorang Katolik Roma harus mati sebagai orang Katolik Roma agar bisa masuk ke Surga. Penolakan terhadap lembaga kepausan,
penolakan Iman karena penalaran manusiawi, tidak akan diterima oleh Bapa Yang
Kekal di Surga. Tetaplah setia dan benar selamanya, sampai akhir." - Bunda Maria, Bayside, 20 November 1979
MDM, KK,
July 30, 2012, pesan dari Yesus
Gereja Katolik-Ku telah dicabik-cabik, namun jiwa dari Gereja-Ku tidak akan pernah bisa direbut atau dimusnahkan oleh Iblis.
------------------------------------------
Silakan membaca
artikel lainnya di sini:
Uskup
Schneider: Misa bukanlah milik pribadi paus.
Penggunaan
Meluas Atas Aplikasi Khusus Homoseksual, Grindr, Di Seantero Vatikan
Kardinal
McCarrick Didakwa Bersalah
3
Cara Berdoa Rosario Lebih Baik, Menurut St. Yohanes Paulus II
Nama-Nama
Di Balik Traditionis Custodes