Monday, September 20, 2021

Senjata dari Mafia St. Gallen adalah Sinodalitas

 


 

Benedict & Martini 

 

Senjata dari Mafia St. Gallen adalah Sinodalitas 

https://onepeterfive.com/the-weapon-of-the-st-gallen-mafia-is-synodality/?fbclid=IwAR3ORuj7sWlrkLPR6_oYbWmvp7gHn07fdXu7c-jNR5FGdNWzDk4vk8aMguU 

 

 

Julia Meloni September 20, 2021 

 

(Almarhum) Kardinal Martini Masih Hidup Terus.

 

 

Ini adalah kisah tentang asal mula “sinode tentang sinode.

 

 

Ini adalah kisah tentang mimpi dan juga tentang déjà vu.

(Déjà vu, dari bahasa Prancis, secara harfiah berarti "pernah dilihat", adalah fenomena merasakan sensasi kuat bahwa suatu peristiwa atau pengalaman yang saat ini sedang dialami sudah pernah dialami di masa lalu. Déjà vu adalah suatu perasaan bahwa dirinya telah mengetahui sesuatu)

 

Sepanjang hidupnya, Carlo Maria Martini (gambar atas) adalah seorang pemimpi. Dalam film dokumenter Italia Vedete, Sono Uno di Voi, kita mendengar keyakinan Martini bahwa hanya mimpi yang membuat kenyataan dapat ditanggung seseorang.

 

Sebagai seorang anak laki-laki, impian Martini adalah untuk mempelajari Alkitab. Ia tumbuh menjadi sarjana Alkitab yang dihormati sampai Paus Yohanes Paulus II memisahkan Yesuit yang pemalu itu dari buku-bukunya untuk menjadi Uskup Agung Milan yang baru.

 

Saat itulah mimpi yang lain mencengkeramnya.

 

Pada tahun 1981 kata penulis biografi Marco Garzonio Martini “mulai berbicara tentang ‘Gereja sinode,’” yang mengkategorikan tujuan ini sebagai “mimpi.” Menurut Garzonio, ini adalah "mimpi" karena "sebagai orang yang realistis, serta seorang Yesuit yang bijaksana, dia memahami bahwa argumennya bukan merupakan sambutan yang memuaskan bagi pihak pemimpin."

 

“Dia mempresentasikan idenya itu sebagai gol atau tujuan yang mungkin masih jauh, tapi dia tidak tinggal diam,” kata Garzonio.

 

Ketegangan antara mimpi dan kenyataan terus menggerogoti Martini dan pada 1999, dia tidak bisa lagi menunggu realisasi mimpinya.

 

Bagi Martini cendekiawan Alkitab yang kutu buku ini dia memiliki sebuah rahasia. Sejak pertengahan 1990-an, dia telah memimpin mafia St. Gallen. Itu adalah kelompok klandestin (bawah tanah) yang terdiri dari beberapa pejabat tinggi gereja yang menentang Kardinal Joseph Ratzinger saat itu. Orang-orang ini menyukai desentralisasi dan revolusi Gereja dan konon, pada awalnya mereka menginginkan Martini menjadi paus.

 

Pada pertemuan mafia St.Gallen Januari 1999 (menurut biografi resmi anggota mafia itu,  Godfried Danneels), Martini men-share perwujudan terbaru dari mimpinya. Dia bilang dia ingin adanya sebuah konsili yang baru.

 

Sebuah konsili baru. Itu adalah mimpi terdalam dari seorang pria yang suatu hari akan memberitahu Aldo Maria Valli bahwa waktu Vatikan II adalah periode terbesar dalam hidupnya (Valli, Storia di un Uomo: Ritratto di Carlo Maria Martini).

 

Belakangan di tahun itu, di sebuah sinode di Eropa, Martini berdiri dan membagikan versi baru dari “mimpinya” ini. Mengacu pada ingatan tentang Vatikan II, dia berbicara tentang “konsultasi kolegial dan otoritatif di antara semua uskup di masa depan.” Kemudian dia membuat daftar “isu-isu kunci” untuk ditangani secara kolegial, dari “seksualitas” hingga “kekurangan para utusan (pastor) yang ditahbiskan.”

 

“Meskipun Martini tidak pernah menggunakan kalimat 'sebuah konsili baru,' namun pers Italia meluangkan waktu untuk melaporkan komentarnya seperti itu,” kata vaticanista John Allen, Jr. “Namun, orang-orang yang lain mengatakan bahwa Martini sedang berbicara tentang instrumen baru antara sinode dan konsili.”

 

Namun menurut Garzonio, ada nada “kepahitan dan kekecewaan” dalam suara Martini. Karena ketika milenium baru mendekat, mimpinya tetap sulit dipahami, dan tidak terwujud.

 

Waktu berlalu. Martini mengungkapkan bahwa dia sakit Parkinson dan pensiun dan pergi ke Yerusalem pada tahun 2002; Ratzinger terpilih sebagai Paus Benediktus XVI pada tahun 2005; mafia St. Gallen diduga bubar sekitar tahun 2006; Martini meninggal pada tahun 2012.

 

Saat itulah déjà vu Martini dimulai.

 

 

***

 

“Ketika Kardinal Martini berbicara tentang fokus pada konsili dan sinode, dia tahu berapa lama dan betapa sulitnya untuk pergi ke arah itu. Lembut, tetapi tegas dan ulet.”

 

Saat itu Oktober 2013, dan seorang paus baru, Francis, memberi tahu wartawan Eugenio Scalfari (teman lama dan akrab Francis, seorang atheis tulen) tentang rencananya untuk menjalankan fokus pemikiran Martini pada “konsili dan sinode.” Segera, paus Francis mengumumkan sebuah sinode tentang keluarga dan mengajak alumnus mafia St. Gallen, Kardinal Walter Kasper, untuk menyampaikan pidato penetapan agenda di sebuah konsistori utama. Subjek dari perang salib Kasper adalah: mengusulkan pemberian Komuni bagi orang yang bercerai dan menikah lagi secara sipil, yang secara resmi dikutuk Ratzinger melalui Kongregasi untuk Ajaran Iman pada tahun 1994.

 

Bagian yang menakutkan adalah bahwa pada tahun 2009 Martini sendiri mengatakan kepada Scalfari yang atheis itu, bahwa mimpinya adalah untuk mengadakan, pertama-tama, sebuah konsili yang berbicara tentang masalah perceraian (Scalfari, Il Dio Unico e la Societ Moderna, hal. 21). Begitulah manuver sinode pembukaan kepausan Francis telah diramalkan bertahun-tahun sebelumnya oleh wawancara Scalfari lainnya.

 

Pada tahun 2015, vaticanista Sandro Magister mulai menerjemahkan pidato “mimpi” Martini tahun 1999 sebagai cetak biru untuk kepausan Francis. Melihat kesamaan yang luar biasa antara daftar keinginan lama Martini dan sinode Francis, Sandro Magister secara akurat meramalkan bahwa sinode berikutnya setelah sinode keluarga, akan membahas penahbisan pria yang sudah menikah untuk menjadi imam serta pengangkatan imam wanita.

 

Sementara itu, pada tahun 2016, vaticanista Edward Pentin penulis buku penting tentang kecurangan sinode pertama paus Francis yang menerbitkan sebuah laporan yang menyoroti kekhawatiran tentang potensi subversif sinode. Seperti yang dikatakan Pentin:

beberapa orang khawatir bahwa sinodalitas Francis pada dasarnya adalah bertujuan untuk 'mem-protestan-kan' Gereja Katolik, mengubahnya menjadi republik kuasi-demokratis, bukannya monarki kepausan yang melindungi dan membela doktrin Gereja.

 

Seorang pengamat Gereja, seorang ahli dalam eklesiologi… percaya bahwa sinodalitas seperti yang saat ini sedang dibahas, memiliki konotasi dengan pemikiran Trotzky ('sinodalitas permanen' yang identik dengan 'revolusi permanen' komunis).

 

Penekanan saat ini pada sinodalitas sebagian berasal dari aspirasi mendiang Kardinal Carlo Martini, Jesuit yang mengharapkan 'semacam dewan wali permanen untuk Gereja, di samping Paus.' Dia, Martini, adalah salah satu orang pertama yang mengusulkan model  Gereja sinode’, di mana Paus tidak lagi memerintah sebagai raja absolut.

 

Ini berarti bahwa “sinode tentang sinodalitas” yang akan datang bukan hanya latihan birokrasi yang mengacu pada diri sendiri.

 

“Mengingat ketegangan dan kepahitan yang terkait dengan sinode baru-baru ini, dan terutama 'Jalur Sinode' nasional yang sedang berlangsung di Jerman, yang menurut para kritikus dapat menyebabkan Gereja di negara itu jatuh ke dalam perpecahan (skisma), kekhawatiran juga tumbuh tentang efek perpecahan dari jenis pemerintahan Gereja seperti ini, dan kecenderungannya untuk digunakan dalam memperkenalkan heterodoksi (modernisme) ke dalam Gereja,” demikian catat Pentin.

 

Dokumen persiapan resmi sinode tentang sinode’ ini tidak banyak membantu meredakan rasa ketakutan ini. Menyebutkan beberapa versi istilah “sinode”, “jalan sinode”, atau “sinodalitas” lebih dari enam puluh lima kali, dokumen tersebut tampaknya terpaku pada konsep-konsep khayalan yang ingin dijadikan senjata oleh Martini. Teks Vademecum yang menyertainya, khususnya, menyinggung “perjalanan sinode” yang kontroversial di Jerman. Dan itu tidak memperingatkan atau mengutuk bahaya yang berpotensi skismatis ini; sebaliknya, ia mendesak negara itu (Jerman) untuk “secara kreatif mengartikulasikan proses sinode yang sudah berlangsung disana.”

 

Ketika dokumen persiapan, sementara itu, melanjutkan dengan menyarankan "tetap terbuka terhadap kejutan bahwa Roh pasti akan mempersiapkan bagi kita," déjà vu Martini tidak dapat disangkal: dalam Percakapan Malam, Martini telah berbicara tentang sikap "terbuka terhadap kejutan dari Roh Kudus."

 

Sebab, hampir satu dekade setelah kematiannya, Martini masih belum mau melepaskan angannya.

 

Sinode tentang sinode akan menjadi pertempuran lain untuk melepaskan diri dari cengkeraman mimpi yang menolak untuk mati. Dengan sinode tentang senjata dari mafia St. Gallen sebuah sinode yang tampaknya menyetujui jalan sinode Jerman yang jelas menuju perpecahan Gereja ini bisa menjadi permainan akhir: impian Martini menjadi kenyataan.

 

 

    Julia Meloni

Julia Meloni adalah penulis The St. Gallen Mafia (TAN, 2021). Dia menulis dari Pacific Northwest. Dia memegang gelar sarjana dalam bahasa Inggris dari Yale dan gelar master dalam bahasa Inggris dari Harvard. 

Tulisan lain dari Julia Meloni silakan lihat di sini: Mafia St. Gallen Dan Misa Latin 

------------------------------------ 

Silakan membaca artikel lainnya di sini: 

Sebuah Berhala Berikutnya Dibawa Masuk Kedalam Vatikan

Ned Dougherty, 11 September 2021

Mengapa Bunda Maria Fatima Begitu Khawatir Dengan Rusia?

Bill Gates Dituduh Mendanai Skema Genosida Seluruh Dunia

LDM, 14 September 2021

5 Alasan Yang Benar Untuk Menjadi (Atau Tetap Menjadi!) Seorang Katolik

YA DAN TIDAK