Volume
2 : Misteri Kerahiman Allah
Bab 41
Motiv-motiv dari
pengadilan
St.Bernardine dari
Siena dan janda yang tidak setia
Restitusi terselubung
Lupa melaksanakan
keinginan terakhir
St.Bernardine menceritakan ada sepasang suami-istri yang tak memiliki anak.
Mereka membuat perjanjian, jika salah satu dari mereka meninggal, maka dia yang
hidup akan membagikan harta yang menjadi jatah pasangannya demi istirahat bagi
jiwa yang meninggal itu. Ternyata suaminya meninggal lebih dahaulu, tetapi
kemudian janda itu lupa memenuhi janjinya. Ibu dari janda itu masih hidup dan
suami yang meninggal itu menampakkan diri kepada ibu mertuanya itu, dan
memintanya untuk segera menemui anaknya dan demi nama Allah memintanya untuk
memenuhi janjinya. “Jika dia menundanya”, kata jiwa suami itu, “untuk
membagikan sedekah kepada orang yang miskin, katakanlah kepadanya bahwa Allah
berkehendak dalam waktu 30 hari dia akan meninggal secara mendadak”. Ketika
janda yang kurang percaya kepada Tuhan itu mendengar peringatan yang keras ini,
dia hanya menganggapnya sebagai mimpi belaka, dan dia bertahan didalam
pendiriannya untuk tidak setia kepada janjinya. 30 hari telah berlalu dan
wanita yang malang itu pergi ke lantai atas rumahnya. Tiba-tiba dia terjatuh
melalui jendela dan mati seketika.
Sikap tidak adil kepada orang yang meninggal seperti yang kita ceritakan
ini, serta alasan yang dicari-cari untuk bisa lolos dari kewajiban melaksanakan
janji yang suci itu, adalah merupakan dosa berat, kejahatan yang layak menerima
hukuman kekal di neraka. Kecuali jika ada pengakuan dosa yang tulus dan pada
saat yang sama melakukan tindakan restitusi, maka dosa itu bukannya menghadapi
pemurnian didalam Api Penyucian, melainkan di neraka.
Celaka sekali ! terutama di dunia sana, dimana Pengadilan Ilahi akan
menghukum perampok harta orang mati itu.
“Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang yang
tidak berbelas kasihan”, demikian Sabda Roh Kudus (Yak 2:13). Jika kalimat ini benar, betapa
kerasnya pengadilan telah menunggu mereka yang bersifat kikir, yang membiarkan
jiwa orang tuanya, pengasuhnya, selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, mungkin
berabad-abad, berada didalam siksaan-siksaan yang amat mengerikan didalam Api Penyucian.
Kejahatan ini, seperti telah kita katakan diatas, adalah dukup berbahaya,
karena dalam banyak hal, permohonan-permohonan yang diminta oleh orang yang
meninggal bagi jiwanya itu, adalah juga merupakan restitusi yang terselubung
bagi keluarga yang masih hidup. Kenyataan ini dalam beberapa hal sering diabaikan.
Orang-orang lebih suka berbicara tentang kejelekan orang lain dan ketamakan
clerical. Alasan yang terbaik digunakan untuk mengaburkan permintaan terakhir
dari orang yang meninggal, yang dalam banyak hal, merupakan sebuah restitusi
yang amat perlu baginya. Imam adalah sebagai pengantara didalam tindakan yang
tak dapat dihindari ini, dan dia terikat kepada kerahasiaan yang mutlak oleh
aturan dari perutusan sakramentalnya.
Marilah kita menjelaskan lebih jauh lagi. Ada seorang yang meninggal yang
berdosa melalui ketidak-adilan selama hidupnya. Hal ini ternyata lebih sering
terjadi dari pada yang kita bayangkan, termasuk pada orang yang kelihatannya
jujur di mata dunia. Pada saat ketika dia akan hadir dihadapan Allah, pendosa
ini melakukan pengakuan dosa. Dia berharap untuk bisa melakukan penebusan dosa
secara penuh, karena dia memang terikat untuk melakukan hal itu, atas semua
perlukaan yang dia lakukan terhadap tetangganya. Namun dia tak memiliki waktu
untuk melakukannya sendiri, dan dia tidak menyatakan rahasia yang menyedihkan
itu kepada anak-anaknya. Apakah yang dilakukannya ? Dia menutupi restitusinya
dengan kedok warisan yang suci.
Kini jika warisan ini tidak dibayar, dan akibatnya, ketidak-adilan itu
belum terpuaskan, apa yang terjadi atas jiwa orang yang meninggal itu ? Apakah
dia ditahan selama waktu yang tak terbatas didalam Api Penyucian ? Kita tidak
tahu semua hukum-hukum dari Pengadilan Ilahi, namun dari berbagai penampakan
telah memberi kita pengertian sedikit mengenai masalah ini, karena mereka semua
menyatakan bahwa mereka tak dapat diterima didalam kebahagiaan kekal sepanjang
sebagian dari hutang keadilan itu tetap tersisa dan belum terpuaskan. Lebih
lagi, bukankah jiwa-jiwa ini telah bertindak jahat karena telah menunda-nunda
hingga kematiannya untuk membayar
Keadilan yang telah dia hutang begitu lama ? Dan jika kini para ahli warisnya
lupa untuk membayar hutang itu demi mereka, bukankah hal itu merupakan akibat
yang patut disesalkan dari dosa mereka, karena kejahatan mereka dengan menunda-nunda
pembayaran itu ? Melalui kesalahan mereka sendiri maka barang-barang yang
diperoleh secara tidak benar itu tetap tinggal didalam keluarga itu, dan mereka
tak akan berhenti menangisi semua itu sepanjang restitusi itu belum
dilaksanakan. Res clamat domino ---
harta benda itu akan berteriak mencari pemiliknya yang sah. Ia berteriak
melawan pemilik yang tidak adil.
Jika karena kebencian dari para ahli warisnya restitusi itu belum juga
dilaksanakan, tentu saja jiwa itu tak bisa tetap berada didalam Api Penyucian
untuk selamanya. Namun dalam hal ini, penundaan yang lama untuk masuk ke Surga
nampaknya menjadi pemurnian yang layak bagi tindakan ketidak-adilan dari jiwa
itu, yang ditanggung oleh jiwa itu, dan hal itu memang benar, dimana hukuman
itu masih melekat didalam penyebab utamanya. Karena itu marilah kita berpikir
tentang akibat-akibat yang berat ini jika kita membiarkan hari-hari,
minggu-minggu, bulan-bulan atau tahun-tahun berlalu secara sia-sia sebelum kita
membayar suatu hutang yang begitu suci.
Celaka sekali ! betapa kecilnya iman kita ! Jika ada binatang piaraan,
misalnya anjing kecil, terjatuh kedalam api, apakah anda akan menunda-nunda
untuk segera menariknya keluar ? Dan lihatlah, orang tua anda, pengasuh anda,
orang-orang yang anda kasihi, mereka merana ditengah nyala api dari Api Penyucian
dan anda tidak mau menghiraukan mereka, mengabaikan kewajiban anda yang amat
mendesak untuk menolong mereka. Anda menunda-nunda, anda membiarkan hari-hari
yang panjang dari penderitaan berjalan bagi jiwa-jiwa mereka, tanpa berusaha
sama sekali melakukan perbuatan-perbuatan yang baik yang bisa melepaskan mereka
dari rasa sakitnya itu.
No comments:
Post a Comment