SEORANG AHLI FILSAFAT KATOLIK BERKATA: AJARAN POPE FRANCIS
'BISA' MENUNTUN BANYAK JIWA MENUJU NERAKA
Gereja Setelah Amoris Laetitia : Sebuah Wawancara Dengan Josef
Seifert
Josef Seifert
by Pete Baklinski
GRANADA, Spanyol, 6 September 2017 (LifeSiteNews) – Seorang filsuf Katolik terkenal
Dr. Josef Seifert mengatakan bahwa ‘kewajiban penuh’ untuk melayani Paus dan
Gereja telah mengharuskan dirinya untuk mempublikasikan sebuah kritik terhadap anjuran
Paus Fransiskus tentang pernikahan dan keluarga (Amoris Laetitia), dimana hal ini
kemudian mengakibatkan dirinya dipecat oleh uskup agung setempat, dari
universitas Katolik tempat dia mengajar.
Seifert, dalam sebuah wawancara
dengan media OnePeterFive, mengatakan
bahwa ketika teman dan rekan sejawatnya, Rocco Buttiglione, menceritakan kepadanya
betapa anjuran pastoral Amoris Laetitia tahun 2016 akan digunakan untuk memutar-balikkan
ajaran Katolik dalam melawan kejahatan seks dan kontrasepsi, segera saja hal
itu ‘mengguncang hati saya secara dengan mendalam.’
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan
online bulan lalu, Seifert menyebut anjuran Paus Amoris Laetitia tahun 2016
sebagai sebuah ‘bom atom teologis’ yang memiliki kapasitas untuk menghancurkan
semua ajaran moral Katolik.
Filsuf Seifert : Amoris Laetitia adalah
bagaikan sebuah ‘bom atom’ yang terus berdetak dalam hitungan mundur mundur, yang
dirancang untuk menghapuskan seluruh moralitas Katolik. Silakan baca disini: https://www.lifesitenews.com/news/amoris-laetitia-is-a-ticking-atomic-bomb-set-to-obliterate-all-catholic-mor
Dalam artikelnya, filsuf tersebut berpendapat bahwa jika Paus
Fransiskus percaya bahwa perzinahan – (mengutip Amoris Laetitia) – ‘adalah apa
yang diminta sendiri oleh Tuhan’ terhadap pasangan yang berada dalam situasi ‘menyimpang’,
maka tidak ada lagi yang bisa menghentikan tindakan sesat intrinsik lainnya,
seperti misalnya kontrasepsi dan homoseksualitas, dari akhirnya semua itu akan dibenarkan.
Gereja selama ini mengajarkan bahwa penggunaan kontrasepsi
(termasuk pil, kondom, coitus interruptus/ sex terputus, dan berbagai cara lainnya
untuk menolak kehamilan) adalah tindakan ‘yang secara intrinsik adalah salah’,
yang berarti bahwa hal itu selalu dan setiap saat adalah sangat tidak bermoral.
Gereja secara definitif menyampaikan ajaran ini di dalam Ensiklik Humanae Vitae 1968 dari Paus Paulus VI.
Paus St. Yohanes Paulus II menjelaskan alasan di balik ajaran ini dalam berbagai
kesempatan ‘audiensi Rabu’, yang sekarang dikumpulkan dalam sebuah buku yang sering
disebut sebagai Teologi Tubuh.
Seifert mengatakan dalam wawancaranya, bahwa jika Paus
Fransiskus benar, bahwa Tuhan terkadang dapat meminta manusia untuk melakukan
tindakan sesat, maka tidak ada lagi tindakan sesat yang disalahkan pada satu saat,
dan kemudian tindakan yang sama dibenarkan pada saat yang lain, karena hal itu dianggap
sebagai bagian dari 'kehendak Tuhan'.
Jika ada beberapa orang pezinah yang tidak mau bertobat diijinkan
untuk menerima Sakramen-Sakramen, dan jika perzinahan mereka bahkan dianggap bahwa
‘Tuhan memang menghendaki mereka melakukan perzinahan itu di dalam kompleksitas
situasi yang mereka hadapi,' bagaimana anda bisa menolak orang-orang lain untuk
menerima Sakramen, dengan alasan yang sama, yaitu pada pasangan-pasangan yang
memakai kontrasepsi?’ demikian tanya Seifert.
"Atau bahkan Tuhan, dalam kompleksitas situasi konkret
mereka, menghendaki mereka menggunakan kontrasepsi dan sterilisasi, bukannya dengan
cara pantang berkala, karena tindakan pantang berkala ini dapat menyebabkan
suami atau istri melakukan dosa yang lebih buruk lagi?" demikian tambahnya.
"Saya yakin bahwa logika murni telah menentukan bahwa,
jika Paus Fransiskus tidak mencabut anjurannya (Amoris Laetitia), yang saya bahas
dalam artikel terakhir saya, dan jika dia tidak mau menjawab dubia dari 4 orang
Kardinal, bahwa ada perbuatan sesat secara intrinsik dilakukan, dan bahwa tindakan
ini tidak pernah bisa dibenarkan dalam situasi apapun, maka Humanae Vitae akan ditafsirkan sebagai
ide yang tidak dapat diterapkan pada semua orang; dan bahwa setelah melakukan
proses pembedaan, mereka yang menjalankan tindakan kontrasepsi (dengan atau
tanpa efek pengguguran), diijinkan untuk menerima Sakramen-sakramen dan bahwa
Tuhan sendiri, dalam beberapa situasi yang sulit, memang menginginkan mereka
menggunakan kontrasepsi,”katanya.
Seifert berkata tentang pernyataan Paus bahwa Tuhan terkadang menginginkan kejahatan “telah
sangat mengejutkan saya secara mendalam, karena hal itu tampaknya membuktikan
bahwa perubahan ajaran moral di dalam Amoris Laetitia berpotensi jauh dan jauh lebih
besar daripada apa yang diperdebatkan saat ini"
"Pikiran bahwa doktrin-doktrin yang benar dari Gereja Katolik
ini (tentang moralitas seksual) akan dihapuskan, atau dibuat menjadi relativ,
atau bahkan dirusak dengan hanya menerapkan logika pada anjuran Amoris Laetitia,
sangatlah mengganggu saya," katanya.
"Saya merasa berkewajiban untuk menulis hal ini, untuk
mencegah bom atom ‘moral-teologis’ yang menghancurkan, yang bisa membuat
keseluruhan ajaran moral Gereja Katolik menjadi runtuh. Jadi, saya memang berniat,
mengajukan pertanyaan ini dengan kejelasan yang sebaik mungkin, untuk
memberikan bantuan kepada Magisterium Paus Fransiskus untuk mencegah kerusakan
semacam itu," tambahnya.
Seifert mengatakan bahwa dia terpaksa menulis artikelnya
karena adanya "akibat-akibat logis dan potensial dari penegasan yang satu
ini (yang ada di dalam Amoris Laetitia) yang saya lihat di dalam visi batin
saya, sangatlah mengerikan."
Tapi uskup agung setempat tidak bisa menerima keprihatinan Seifert
ini. Uskup Agung Javier Martínez Fernández diberitakan dalam sebuah pernyataan
publik pada tanggal 31 Agustus 2017 lalu, mengatakan bahwa pemecatan Seifert
benar-benar disulut oleh artikel terbarunya. Dia mengatakan bahwa artikel
tersebut ‘merusak persekutuan Gereja, membingungkan iman umat Katolik, dan
menabur ketidakpercayaan terhadap penerus Petrus, yang pada akhirnya tidak
melayani kebenaran iman, tetapi hanya kepentingan dunia saja."
Uskup agung memecat seorang filsuf Katolik karena mempertanyakan
PF: silakan baca disini:
Ketika ditanya apakah dia sudah melihat konsekuensi
destruktif yang terjadi di dalam Gereja Katolik karena kebingungan yang
disebabkan oleh Amoris Laetitia, Seifert menjawab bahwa dia khawatir bahwa anjuran
Amoris Laetitia itu bahkan dapat mengakibatkan kutukan neraka pada banyak jiwa.
"Jika hanya satu atau beberapa, atau bahkan sebagian besar
pasangan berada dalam 'situasi yang menyimpang’, dan mereka sekarang menerima Sakramen-sakramen
maka hal itu berarti mereka melakukan dosa sakrilegi dan dosa berat, maka tentu
saja konsekuensi spirituil yang destruktif yang nyata dari Amoris Laetitia telah
terjadi, dan pesan Kristus kepada seorang vidente
(visiuner) di Granada adalah benar, dimana pesan itu mengatakan bahwa ajaran-ajaran
sesat 'telah menuntun banyak jiwa menuju neraka," katanya.
"Selain itu, kerugian besar terhadap jiwa-jiwa bisa terjadi
jika sekarang beberapa seminaris tidak ingin meneruskan menjadi imam, karena
mereka merasa bahwa diri mereka dipaksa untuk melawan hati nurani mereka, untuk
memberikan Sakramen kepada umat yang menikah kembali dimana pernikahan sebelumnya
tidak menerima anulasi oleh Gereja. Mereka diberi tahu bahwa pintu seminari
terbuka lebar. Tetapi jika mereka tidak mau menerima ini (pemberian Sakramen kepada
pezinah), maka mereka akan pergi. Maka banyak sekali pastor-pastor yang baik pada
masa mendatang akan pergi dan tidak akan melakukan tugas mereka demi keselamatan
jiwa-jiwa,"tambahnya.
Ketika ditanya apakah ada hasilnya dari dubia yang diajukan oleh
empat orang kardinal (dua di antaranya telah meninggal dalam dua bulan
terakhir) karena menyampaikan keprihatinan mereka kepada Paus Fransiskus, Seifert
menjawab bahwa mereka telah bertindak ‘dengan sepenuhnya benar’.
"Saya pikir empat orang kardinal pengusung dubia itu (tiga
di antaranya adalah teman saya dan salah satunya adalah teman dekat saya sejak
37 tahun lalu) telah bertindak sesuai dengan hati nurani mereka, dengan penuh
perhatian dan sangat menghormati Paus, dan mereka memang sepenuhnya benar,"
katanya. .
"Saya pikir kritikan terhadap dubia mereka adalah sangat
salah, dan bahkan lebih buruk lagi, mereka yang menyalahkan orang-orang hebat dalam
Gereja ini (empat kardinal), adalah salah besar," tambahnya.
Seifert mengatakan bahwa dua Kardinal yang tersisa (kardinal Raymond
Burke dan kardinal Walter Brandmüller) hendaknya bergabung dengan seluruh
College of Cardinals untuk meminta Paus memberikan jawaban akhir yang jelas dan
tidak ambigu terhadap dubia ini, sebuah jawaban yang dapat mengembalikan
kejernihan dan kebenaran, dan menghilangkan kebingungan besar yang semakin meluas
saat ini, dimana siapa pun yang memiliki mata untuk melihat dan pikiran untuk berpikir,
tidak akan bisa menyangkalnya."
"Bukan
dubianya sendiri yang jadi masalah, tapi tidak bersedia menjawab
dubia itu di dalam kebenaran dan dengan
kejelasan yang tidak ambigu, itulah
menabur ketidakpercayaan pada Paus dan
kebingungan," tambahnya.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment