SEORANG ILMUWAN KATOLIK BERKATA:
PENGANIAYAAN RESMI TERHADAP ORTODOXI DI DALAM GEREJA, TELAH DIMULAI
Pada tanggal 11 September, Claudio Pierantoni - sejarawan dan ilmuwan Katolik Italia dari Universitas Chile dan pembela ortodoksi yang vokal - menerbitkan sebuah artikel di jurnal akademis Jerman AEMAT; judul artikelnya - yang ditulis dalam bahasa Inggris - menunjukkan pentingnya: "Josef Seifert, Logika Murni, dan Awal Dari Penganiayaan Orthodoksi di dalam Gereja." Sandro Magister, seorang jurnalis spesialis Vatikan yang terkenal, telah menerbitkan beberapa kutipan dari artikel tersebut. Sandro Magister memberi judul sendiri dengan kata-kata yang menusuk: "Segala Alasan Dari Profesor Seifert, Dipecat Karena Terlalu Taat Kepada Gereja." (Silakan melihat artikel tentang Profesor Seifert disini)
Karena tulisan Profesor Pierantoni sebanyak sepuluh halaman, maka kami berpikir untuk menyajikan kepada pembaca beberapa pemikiran utama saja, yang musti disebarkan dan didiskusikan secara luas.
Mari kita lihat dulu apa yang dibicarakan oleh Profesor Seifert dalam tulisan terbarunya. Profesor Seifert telah dipecat oleh Uskup Agung Javier Martínez pada tanggal 31 Agustus 2017 dari jabatannya di Akademi Filsafat Internasional (IAP) di Granada, Spanyol, setelah dia menerbitkan, pada bulan Agustus, sebuah tulisan dimana dia menunjukkan ajaran yang berpotensi berbahaya yang dapat ditemukan dalam paragraf 303 anjuran apostolik Paus Fransiskus, Amoris Laetitia. Seperti yang ditunjukkan oleh Profesor Seifert, paragraf itu - yang mengatakan bahwa, dalam keadaan tertentu, sebuah situasi yang tidak bermoral ‘dengan keamanan tertentu secara moral’ bisa diminta oleh Tuhan untuk dilakukan’, meski jika itu "belum sepenuhnya ideal secara objektif ( yang sesuai dengan ‘keseluruhan kehendak ajaran Injil’) – karena hal ini bisa saja mengarah kepada relativisme moral yang justru akan melemahkan keseluruhan ajaran moral Gereja.
Profesor Pierantoni, dalam tanggapannya sendiri, kini memuji Profesor Seifert atas analisisnya itu:
Keseluruhan AL, dan khususnya Bab VIII, berisi sejumlah poin yang harus dibahas, dimana banyak kritikus yang mengatakan bab itu sebagai ajaran yang sesat. Dan menurut pandangan saya, manfaat dari artikel pendek Seifert itu adalah menunjukkan, didalam kalimat itu, sejauh mana kelemahannya yang paling besar (dari Bab VIII itu), karena ia merupakan sebuah sumber potensial penghancuran atas keseluruhan ajaran moral Gereja dan bahkan atas semua hukum alam.
Kesimpulan dari argumen dalam Amoris Laetitia itu adalah bahwa "Tuhan dapat dikatakan meminta, dalam keadaan tertentu, tindakan jahat apapun untuk dilakukan, dimana hal ini bertentangan dengan Sepuluh PerintahNya dan keseluruhan Hukum Alam."
Seperti yang dikatakan oleh Pierantoni:
Ini adalah sebuah pertanyaan tentang sesuatu yang baik secara objektif, (karena Tuhan pasti tidak dapat meminta sesuatu yang tidak baik secara objektif) atau sesuatu yang buruk secara obyektif.
Pierantoni menambahkan bahwa Amoris Laetitia memperkenalkan kontradiksi langsung kepada ‘dasar-dasar etika,’ yaitu dengan menyebut apa yang baik secara objektif sebagai hal yang buruk secara objektif, dan dengan demikian membuat kontradiksi pada hubungan antara Allah dan Hukum moral,’ dan ‘dengan demikian (Amoris Laetitia itu) menyerang pendapat Allah sendiri.’ Ilmuwan Italia ini telah mengambil sikap moralnya sendiri dan membuat kesaksiannya sendiri tentang ajaran Katolik ketika dia bersikeras bahwa, dengan Amoris Laetitia itu maka ‘arus pemikiran dan etika situasi yang relativ, yang telah diusahakan untuk dihentikan oleh tiga orang Paus sebelumnya, sekarang dengan sembunyi-sembunyi ide sesat itu memasuki halaman sebuah dokumen kepausan yang resmi.’
Profesor Pierantoni juga membela dan menghormati Profesor Seifert dengan kata-kata berikut:
Sesuatu telah terjadi dimana salah satu pembela Magisterium yang paling terkenal dan gigih selama lebih dari tiga dekade, yang secara pribadi upaya filosofisnya telah didukung dan didorong oleh St. John Paul II sebagai salah satu sekutunya yang paling berharga dalam membela doktrin moral Gereja yang sempurna, Profesor Josef Seifert, sekarang telah dipecat dan diperlakukan sebagai musuh terhadap persatuan Gereja yang sama.
Apalagi, kata Pierantoni, Seifert tidak dituduh "menabur ketidakpercayaan terhadap penerus Peter" (dalam kata-kata Uskup Agung Javier Martínez), tapi paus sendirilah yang menjadi penyebab ketidakpercayaan semacam itu:
Dengan mengizinkan penegasan atas dokumen resmi yang isinya bertentangan dengan poin-poin penting dari Magisterium sebelumnya dan doktrin ribuan tahun dari Gereja, maka Paus Fransiskus secara langsung telah melemparkan kepada dirinya sendiri ketidakpercayaan sepenuhnya dari sejumlah besar umat Katolik yang setia. Akibat yang merusak adalah bahwa ketidakpercayaan itu dilemparkan, dari dalam benak banyak orang, kepada kepausan itu sendiri.
Dengan demikian masalahnya bukanlah "usaha Seifert yang tegas dan konsisten untuk menentang kesalahan etika situasi," dimana dia telah membaktikan seluruh kehidupannya bagi karya dan komitmen kepada institusi (IAP) yang dia dirikan," tapi "karena kesesatan ini bertentangan dengan keseluruhan tradisi Kristiani" seperti yang ditemukan di dalam Amoris Laetitia. Seperti yang dikatakan Profesor Pierantoni, dengan mengacu pada kata-kata paus sendiri pada paragraf 3 dari Amoris Laetitia, dokumen kepausan ini belum mengeluarkan doktrin baru yang mengikat. Namun, hal ini tidak berarti bahwa dokumen itu tidak mengandung bahaya bagi umat beriman. Dia mengatakan, sebagai berikut:
Apa yang ingin kami tambahkan adalah bahwa meskipun Magisterium Gereja yang sejati tidak dapat dirubah oleh apa yang secara pribadi dipikirkan dan dikatakan oleh seorang paus, karena Magisterium Gereja yang sejati bersandar kepada janji dan perlindungan Yesus Kristus, tetapi sebuah pendapat pribadi yang keliru dari paus dapat memiliki dampak yang buruk, terutama karena banyak orang, di semua tingkatan, pasti akan cenderung merasa kebingungan untuk membedakan antara ‘Magisterium’ dan ‘apa yang paus katakan.’
Salah satu efek yang merusak ini adalah pemecatan atas Profesor Seifert, seperti yang dikatakan oleh Profesor Pierantoni: "Inilah kenyataan, bahwa Uskup Agung Granada secara resmi menganiaya seorang pemikir Katolik yang paling ortodoks, tepatnya dengan asumsi bahwa 'apa yang dikatakan paus di dalam Amoris Laetitia Bab VIII adalah tindakan Magisterium. Padahal bukan. Dia menyebutnya sebagai ‘penganiayaan resmi berdasarkan sebuah dokumen kepausan." Sementara itu Profesor Pierantoni menegur Uskup Agung Martínez karena ‘hukumannya yang tidak adil" terhadap Profesor Seifert, dia juga mengatakan bahwa ‘seharusnya kita berterima-kasih kepadanya.’
Pierantoni menambahkan berikut ini:
Dengan secara resmi menghukum seorang pemikir Katolik karena satu-satunya kesalahannya adalah bersifat ortodoks, maka dia (Uskup Agung Martínez) tanpa disadari telah menegaskan dan mendukung terjadinya perpecahan yang kita terima dan kita derita dari Gereja Katolik, karena adanya kesalahan besar yang menyelinap masuk ke dalam dokumen kepausan.
Mengenai situasi sekarang ini, penulis berpendapat, bahwa "adanya seorang pemikir yang merupakan pembela ortodoksi yang setia di Vaduz (Liechtenstein), dapat dihukum di Granada, maka hal itu merupakan ancaman bagi persekutuan gerejawi dan musuh paus." Situasi buruk ini tentu saja tidak bisa terjadi tanpa paus sendiri yang secara aktif berkontribusi menyulut kebingungan antara Magisterium dan pendapat pribadinya."
Setelah kalimat-kalimat yang jelas dan tegas ini - dan juga setelah mengundang pembaca kami untuk menikmati tulisan Pierantoni secara keseluruhan - marilah kita akhiri artikel ini dengan kata-kata penutupnya sendiri:
Dari semua kejadian ini, terasa semakin penting dan mendesak bahwa koreksi ‘formal’, atau, mungkin lebih baik disebut ‘koreksi kekeluargaan’ kepada Paus untuk segera dilakukan. Dan semoga Tuhan memberikan hati yang terbuka kepada PF agar mau mendengarkannya.
Silakan melihat artikel lainnya disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment