KARDINAL-KARDINAL
MENEGASKAN KEMBALI DOKTRIN MENGENAI PERKAWINAN DAN KOMUNI
posted Tuesday, 10 Apr 2018
Cardinal Walter Brandmüller (CNS)
Enam buah poin doktrinal ditegaskan kembali dalam
sebuah konferensi di Roma, di mana para pembicaranya merefleksikan kembali peran
kepausan saat ini.
Dua orang kardinal telah mendukung deklarasi
doktrin tradisional, sebagai tanggapan terhadap apa yang mereka sebut sebagai "bahaya
besar bagi iman dan kesatuan Gereja".
Kardinal Walter Brandmüller dan Raymond Burke,
yang secara terbuka menandatangani dubia yang ditujukan kepada Paus
Francis, ikut hadir ketika pernyataan yang menegaskan kembali enam poin doktrinal
itu dirilis. Deklarasi itu dilakukan pada hari Sabtu, 7 April 2018, pada akhir
konferensi untuk menghormati kardinal ketiga penanda-tangan dubia, Carlo
Caffarra, yang meninggal dunia tahun lalu.
Pertanyaan dalam Dubia, yang tidak
menerima balasan dari Paus Fransiskus, telah meminta paus untuk mengklarifikasi
bahwa Amoris Laetitia haruslah sejalan dengan ajaran Katolik. Pernyataan yang baru
ini (Sabtu, 7 April 2018) membahas poin yang sama namun dengan cara yang
berbeda.
Setelah mengatakan bahwa ada “ketidakpuasan dan
kebingungan yang terus berkembang” menyusul diterbitkannya Amoris Laetitia, ia
mengutip kalimat dari hasil Konsili Vatikan II tentang pentingnya memberikan
kesaksian akan iman. Pernyataan itu menegaskan bahwa “Pernikahan yang
diratifikasi dan terwujud antara dua orang yang telah dibaptis dapat dihentikan
hanya dengan kematian”, dan dalam keadaan seperti itu, dimana pernikahan masih
sah, maka pernikahan kembali selalu merupakan perzinahan.
Deklarasi ini juga menegaskan kembali
keberadaan "perintah moral absolut" yang melarang tindakan
"jahat intrinsik" tertentu dalam setiap keadaan apapun.
Para penulis juga membenarkan pengajaran
tradisional Gereja yang menyatakan bahwa umat yang bercerai dan menikah lagi
(dengan pasangan yang baru), jika hidup dalam hubungan seksual, mereka tidak
dapat menerima Komuni. Beberapa uskup telah
menunjuk kepada Amoris Laetitia yang jelas-jelas melanggar ajaran ini.
“Kami yakin,” para kardinal dan yang lain-lainnya
menegaskan, “bahwa penilaian tentang kemungkinan memberikan absolusi
sakramental tidak didasarkan pada ketidak-mampuan mengenali dosa yang
dilakukan, tetapi pada niat peniten untuk meninggalkan cara hidup yang
bertentangan dengan perintah-perintah Ilahi."
Selama konferensi, Kardinal Burke menekankan
batas-batas otoritas kepausan, dengan mengatakan: “Setiap pernyataan doktrin
atau praktek kehidupan yang tidak sesuai dengan Wahyu Ilahi yang terkandung di
dalam Kitab Suci dan Tradisi Gereja, tidak dapat menjadi acuan otentik bagi kerasulan
dan perutusan Petrus dan karena itu ia harus ditolak oleh umat yang setia
kepada Kristus. ”
Mengutip sejarawan John Watt, Kardinal Burke
mengatakan: “Jika, menurut hati nurani yang terbentuk dengan baik, seorang
anggota umat beriman terpaksa harus berpendapat bahwa tindakan tertentu dari kuasa
kepausan adalah dosa, maka sebagai konsekuensinya, karena dia tidak dapat
berdamai dengan hati nuraninya sendiri mengenai masalah yang dipertanyakan, 'maka
Paus haruslah tidaklah perlu dipatuhi, dan konsekuensi dari ketidak-patuhan ini
hendaklah diderita di dalam kesabaran Kristiani'. ”
Dalam ceramahnya, Cardinal Brandmüller
berbicara tentang "peran penting dari kesaksian iman umat awam",
termasuk selama krisis Arian dulu, ketika "para uskup gagal dalam tugas
dan peranannya".
"Sensus fidei", kata Cardinal
Brandmüller, “dapat membantu Gereja untuk memperdalam pemahamannya tentang
kebenaran - dan dapat bertindak sebagai “sistem kekebalan spiritual, yang
memungkinkan umat beriman secara naluriah untuk mengenali dan menolak kesalahan
apa pun."
Kardinal merekomendasikan kriteria dari Blessed
John Henry Newman untuk membedakan perkembangan doktrinal yang sejati dari yang
palsu.
Sebagai contoh yang baru dari sensus fidei ini, Kardinal Brandmüller
menunjuk pada petisi tahun 2015 untuk membela ajaran Gereja, yang dilaporkan ditandatangani
oleh 790.000 umat Katolik. Pembicara lain, Uskup Athanasius Schneider, yang
mengatakan tentang peran
historis kepausan, dengan alasan bahwa peran kepausan itu adalah berupa mewariskan
ajaran Katolik sebagai seorang "pelayan" kebenaran.
“Melalui izin yang tak dapat diselidiki dari
Penyelenggaraan Ilahi,” Uskup Schneider mengemukakan, serangan Setan terhadap
kepausan “dalam kasus yang jarang terjadi, memiliki efek pelemahan sementara
dan terbatas terhadap Magisterium Kepausan, ketika beberapa Paus Roma telah membuat
pernyataan doktrinal yang rancu, sehingga menyebabkan situasi kebingungan
doktrinal yang bersifat sementara dalam kehidupan Gereja ”.
Teks lengkap deklarasi
ini:
Karena interpretasi yang bertentangan terhadap seruan
Apostolik "Amoris Laetitia,"
maka ketidakpuasan dan kebingungan menyebar luas di antara umat beriman di
seluruh dunia.
Permintaan mendesak untuk klarifikasi yang
disampaikan kepada Bapa Suci oleh sekitar satu juta umat beriman, lebih dari
250 ilmuwan dan beberapa kardinal, tidak mendapat tanggapan.
Di tengah bahaya besar bagi iman dan kesatuan
Gereja yang telah muncul, maka kami, sebagai anggota umat Allah yang telah
dibaptis dan menerima Sakramen Krisma, merasa terpanggil untuk menegaskan
kembali iman Katolik kami.
Konsili Vatikan II memberi wewenang kepada kami
dan mendorong kami untuk melakukan hal ini, yang dinyatakan dalam “Lumen
Gentium,” n. 33: “Demikianlah setiap umat awam, berdasarkan karunia yang
dianugerahkan kepadanya, pada saat yang sama bisa menjadi saksi dan sarana yang
hidup dari misi Gereja itu sendiri 'yang sesuai dengan anugerah Kristus'
(Efesus 4: 7). ). "
Beato John Henry Newman juga mendorong kami untuk
melakukan hal ini. Dalam esai profetiknya
“On Consulting the
Faithful in Matters of Doctrine” (1859), dia berbicara tentang pentingnya umat
awam menjadi saksi iman.
Karena itu, sesuai dengan tradisi Gereja yang
otentik, kami bersaksi dan mengakui bahwa:
1) Sebuah pernikahan yang sah dan sempurna
antara dua orang yang telah dibaptis dapat dibubarkan hanya dengan melalui kematian.
2) Karena itu, umat Kristen yang telah dipersatukan
oleh pernikahan yang sah, yang kemudian berhubungan dengan orang lain sementara
pasangan mereka yang sah masih hidup, maka dia telah melakukan dosa berat, yaitu
perzinahan.
3) Kami yakin bahwa ada perintah-perintah moral
absolut yang selalu mewajibkan dan tanpa pengecualian.
4) Kami juga yakin bahwa tidak ada
penilaian subyektif dari hati nurani yang dapat membuat perbuatan yang jahat
secara intrinsik menjadi baik dan sah.
5) Kami yakin bahwa penilaian tentang
kemungkinan memberikan absolusi sakramental tidak didasarkan kepada sulitnya
mengenali dosa yang dilakukan, tetapi pada niat dari si peniten untuk
meninggalkan cara hidup yang bertentangan dengan perintah ilahi.
6) Kami yakin bahwa orang-orang yang
bercerai dan menikah lagi secara sipil, dan yang tidak mau hidup berpantang dalam
hubungan sex, maka mereka hidup dalam situasi yang secara obyektif bertentangan
dengan hukum Tuhan, dan karena itu mereka tidak dapat menerima Komuni Kudus.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment