NEWSCATHOLIC
CHURCHTue Apr 10, 2018 - 12:32 pm EST
Professor
Roberto de Mattei, ahli sejarah Gereja :
PARA
KARDINAL BISA MENYATAKAN BAHWA PAUS YANG SESAT TELAH ‘KEHILANGAN JABATANNYA.’
by Stephen Kokx
DEERFIELD, IL, 10 April 2018 (LifeSiteNews) - Kesetiaan sejati kepada Tahta St. Peter sangatlah penting bagi
kehidupan spiritual Kristiani. Tetapi saat ini ada sebuah "devosi palsu" kepada Paus yang
mengklaim bahwa dia (paus) "harus selalu dipatuhi, tidak peduli apapun
tindakannya,” demikian kata sejarawan Gereja terkenal, Roberto de Mattei, pada
pertemuan umat Katolik di luar kota Chicago pekan lalu.
Professor
Roberto de Mattei speaking at the 2018 Catholic Family News conference.
Berbicara pada konferensi yang diadakan
oleh media Catholic
Family News tahun 2018, Profesor de Mattei meminta umat awam dan klerus untuk
menentang "kesalahan teologis" dari "papolatry" (pemujaan
berlebihan terhadap paus) dan menjalani "pengabdian sejati" terhadap paus.
“Pengabdian sejati kepada Tahta Petrus bukanlah penyembahan terhadap manusia yang menduduki jabatan itu,
tetapi adalah rasa kasih dan penghormatan atas misi yang diberikan Yesus Kristus kepada Petrus dan para penggantinya.”
Pidato Profesor de Mattei ini disampaikan kepada sekitar 100
umat Katolik yang berasal dari berbagai benua – yang menyentuh berbagai topik,
termasuk kolegialitas, pengunduran diri Paus Benediktus XVI, dan klaim bahwa
Paus Fransiskus telah jatuh ke dalam ajaran sesat dan tidak lagi menjadi paus.
Ketaatan kepada Tuhan adalah yang pertama
Inti dari paparan de Mattei selama satu jam itu adalah
permintaan mendesak kepada umat Katolik untuk mengekspos nama-nama pastor yang tindakannya
bertentangan dengan ajaran Gereja yang kekal.
Menentang kesalahan saja tidaklah cukup, demikian kata Profesor
de Mattei. “Kita perlu memiliki keberanian untuk mengatakan: 'Bapa Suci, anda
adalah yang pertama bertanggung jawab atas kebingungan yang terjadi saat ini di
dalam Gereja. Bapa Suci, anda adalah orang pertama yang bertanggung jawab atas kesesatan
yang sedang beredar di dalam Gereja saat ini.’ ”
Kaum papolatry (orang yang mendewa-dewakan paus) memandang
Paus sebagai “Kristus baru.” Mereka berpendapat bahwa “tidak perlu khawatir
tentang apapun juga atas semua tindakan paus” dan bahwa paus selalu “menyempurnakan
doktrin pendahulunya, dan menyesuaikannya dengan perubahan zaman.”
Sebenarnya, kaum papolatry itu telah "menipu diri mereka
sendiri" dan "menenteramkan" hati nurani mereka dengan berpikir
bahwa paus adalah "selalu benar, bahkan ketika ia bertentangan dengan
dirinya atau para pendahulunya."
Dalam kenyataannya, "Tradisi tetaplah menjadi kriteria
untuk membedakan apa yang Katolik dan apa yang bukan." "Tradisi
datang sebelum Paus, dan bukan Paus datang sebelum Tradisi." Jika tidak, maka
magisterium kekal Gereja akan digantikan dengan magisterium "hidup"
yang memiliki "aturan iman yang tunduk kepada otoritas saat itu, dan bukan
tunduk pada objek kebenaran yang diwariskan."
Kepatuhan kepada Paus "memiliki batas-batas tertentu
dalam Hukum Alam dan Ilahi, dan dalam Tradisi Gereja, di mana Paus adalah penjaga dan bukan pencipta Tradisi."
Umat Katolik tak boleh berdiam diri
Profesor de Mattei, yang akan berbicara pada acara Roman
Life Forum yang diadakan oleh media LifeSiteNews
pada Mei 2018, juga mengatakan bahwa umat Katolik tidak boleh tunduk pada
mentalitas “katakombe” (mentalitas bersembunyi agar dirinya aman) dalam
menanggapi krisis dalam Gereja saat ini.
Umat Katolik tidak dapat "mundur dari medan
perang" dan berpikir bahwa mereka dapat "bertahan hidup tanpa
pertempuran." Tidaklah layak bagi seorang Kristiani untuk meninggalkan
sikap militan mereka. "Menjadikan sikap diam sebagai aturan bagi perilakunya
... adalah sebuah kesalahan." Hal itu berarti dia berbuat dosa diam atau dosa
pasiv atau dosa pembiaran.
Lalu siapa yang harus berbicara dan apa yang harus mereka
lakukan? Profesor de Mattei mengatakan bahwa tanggung jawab ini tidak hanya ada
pada umat Katolik biasa (umat awam) tetapi juga ada pada para Kardinal, yang melalui
sikap diam mereka berarti mereka “tidak menjalankan kewajiban mereka.” Tugas
ini juga ada pada pundak Paus Emeritus Benedictus XVI.
"Perilaku ‘bersikap diam’ ini telah menjadi penjara yang
memenjarakan banyak kaum konservatif." "Saat ini adalah saat untuk
berbicara." Telah terjadi sebuah "infiltrasi modernis di dalam
Gereja" yang "mendatangkan malapetaka" di Roma. Umat Katolik
harus menentang infiltrasi ini dengan penolakan yang damai, bukan dengan
sarkasme, ketidaksopanan, semangat yang merusak, atau dengan kecongkakan.
Apakah paus ini Katolik?
Profesor de
Mattei kemudian menyampaikan pemikirannya tentang pengunduran diri Paus
Benediktus yang bersejarah itu. Adalah "tidak benar" bagi Benediktus
untuk menyebut dirinya sebagai Paus Emeritus. Mengutip Cardinal Brandmüller, de
Mattei mengatakan "Hukum Kanon tidak mengenal adanya sosok Paus
Emeritus." Bagi Benediktus untuk tetap mengenakan jubah kepausan putih dan
masih tinggal di Vatikan berarti dia "menciptakan kebingungan," demikian
de Mattei mengatakan kepada media LifeSiteNews.
Benediktus “nampaknya diyakinkan masih menjadi Paus.”
Tetapi “tidaklah mungkin ada dua orang Paus pada saat yang sama.
Kepausan tidak dapat diturunkan. Jadi hanya ada satu Vikaris Kristus.”
Profesor de Mattei juga membahas pertanyaan yang semakin
relevan saat ini dan semakin penting, apakah Paus Francis masih tetap paus.
Setelah mengutip pendapat banyak ilmuwan Katolik yang telah
menyatakan bahwa Francis telah jatuh ke dalam ajaran sesat, de Mattei
mengatakan "kita harus mengakui bahwa Paus Fransiskus sendiri telah mempromosikan
dan menyebarkan kesesatan dan bidaah di dalam Gereja." Tetapi,
"seperti pohon yang masih dapat hidup dalam waktu tertentu setelah akarnya
dipotong, demikian juga jurisdiksi Paus Fransiskus hanya dapat dipertahankan untuk
sementara waktu saja ... meski dia telah jatuh ke dalam kesesatan. Yesus
Kristus masih mempertahankan pribadi Paus yang sesat dalam yurisdiksinya untuk sementara
waktu, sampai Gereja mengakui penurunannya dari jabatannya.”
Berbicara kepada LifeSiteNews,
de Mattei mengatakan "tidak ada yang bisa melengserkan paus" tetapi para
Kardinal bisa, pada prinsipnya, "menyatakan dan mengakui bahwa dia (paus) telah
menjadi sesat, maka dia (paus) telah kehilangan jabatannya."
Sampai saat itu tiba, de Mattei menambahkan, umat Katolik harus
"mengklarifikasi kepada orang-orang bahwa, sayang sekali, (Paus Fransiskus)
telah menyebarkan ajaran sesat." Namun, Francis "tidak kehilangan
jabatannya sampai ajaran sesatnya itu menjadi nyata" dan meluas. Dan ini masih
"belum terjadi."
Memegang kekuasaan di Roma
Profesor de Mattei melanjutkan dengan menyampaikan apa yang
tampak sebagai sebuah peringatan bagi umat Katolik yang sangat prihatin dengan tuntunan
Francis dalam memimpin Gereja.
“Kita perlu berhati-hati untuk berbicara tentang 'gereja
Bergoglian,' atau 'Gereja baru.' Gereja saat ini diduduki oleh orang-orang
gereja yang mengkhianati atau mengubah pesan Kristus, dimana ia belum tergantikan
oleh gereja yang lain. Hanya ada satu Gereja Katolik, di mana mereka hidup
bersama dalam cara yang sangat membingungkan dan terpisah-pisah, dengan menerapkan
teologi dan filosofi yang berbeda dan bertentangan. Adalah lebih tepat untuk mengatakannya
sebagai 'teologi Bergoglian,' atau 'filsafat Bergoglian,' atau jika seseorang
menginginkannya: 'agama Bergoglian' atau 'tidak beragama' sama sekali."
Tidak ada dua Gereja, tetapi hanya ada satu Gereja, demikian lanjut
Profesor de Mattei. Tetapi yang sudah pasti, ia adalah sebuah Gereja di mana
tendensi yang buruk telah diperkenalkan, tetapi itu adalah Gereja yang masih
diperintah secara kasat mata oleh Wakil Paus Francis, yang pemilihannya masih belum
diperebutkan oleh Kardinal manapun.
Profesor de Mattei mendesak umat Katolik untuk bersatu padu dengan
"para imam yang baik" di dalam satu Gereja.
Membantu pembongkaran otomatis Gereja
Berdasarkan pengetahuannya yang luas tentang sejarah Gereja,
Profesor de Mattei menjelaskan bagaimana dukungan Paus Francis untuk
desentralisasi dan kolegialitas dalam gereja telah merusak dan melemahkan lembaga
kepausan.
Mengingatkan para pendengarnya tentang bagaimana
ultramontanis berhasil menang dalam Konsili
Vatikan I, Profesor de Mattei mencatat bahwa protagonis (pendukung) nyata dari Konsili
Vatikan II adalah kaum Katolik Liberal, dan bahwa di antara banyak hal lainnya
umat Katolik Liberal ini berusaha mengubah "konstitusi monarkis dan
hierarkis Gereja menjadi demokratis dan berstruktur parlemen."
Profesor de Mattei menunjukkan bahwa inilah yang tepatnya sedang
dilakukan oleh Francis. Dia ingin mengantar “gereja polisentrik atau multi-sisi”
di mana kepausan “dianggap sebagai bentuk pelayanan,” untuk melayani gereja-gereja lain, dan mengabaikan Keunggulan yuridis Gereja
Katolik atau pemerintahan Petrus.”
Profesor de Mattei melanjutkan, pandangan tentang kepausan seperti
ini bertentangan dengan apa yang telah diwariskan selama berabad-abad. Paus
tidaklah setara dengan Uskup-uskup lainnya. "Yesus Kristus mempercayakan
misi untuk memerintah kepada Petrus, setelah Kebangkitan-Nya." Mendemokrasikan
Gereja dan "membawanya kepada dimensi yang murni sakramental" adalah suatu
"transisi dari Gereja yuridis kepada Gereja sakramental, Gereja
persekutuan."
Selain itu, Profesor de Mattei menambahkan, menghancurkan Keunggulan
Petrus berarti melaksanakan apa yang telah dicoba untuk dilakukan oleh
musuh-musuh Kristus selama berabad-abad ini, karena “setan sungguh memahami
bahwa Keunggulan Petrus itu meliputi landasan yang kelihatan dari Tubuh Mistik Kristus.”
Editor's note: Read the full text of
Professor de Mattei’s talk here.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment