Surat terbuka Uskup Agung Jan Pawel Lenga mengenai krisis didalam Gereja
Aslinya lihat disini : http://rorate-caeli.blogspot.com/2015/02/rorate-exclusive-open-letter-by.html
“Sulit untuk dipercaya bahwa Paus Benediktus
XVI secara bebas mengundurkan diri dari jabatannya sebagai penerus Petrus.”
“Saya terpaksa menulis melalui sarana publik ini
karena saya merasa takut jika melalui sarana lainnya ia akan menghadapi sebuah
dinding tebal pembungkaman dan pengabaian.”
“... Semakin jelas bahwa Vatikan, melalui Sekretariat Negara, telah menempuh jalan pembenaran secara politik."
“... Semakin jelas bahwa Vatikan, melalui Sekretariat Negara, telah menempuh jalan pembenaran secara politik."
Surat ini, yang ditulis oleh Yang Mulia
Uskup Agung Jan Pawel
Lenga, uskup emeritus
dari Keuskupan Karaganda,
Kazakhstan, mudah-mudahan akan menjadi panggilan
yang sangat membangunkan yang dibutuhkan
oleh umat Katolik yang telah menguburkan
kepala mereka didalam pasir terlalu lama.
Marilah
kita berdoa lebih banyak lagi bagi para uskup agar mereka memiliki iman – dan
tulang punggung – untuk bertahan dan agar didengarkan sebelum tidak ada lagi
yang bisa dibela.
***
Perenungan
atas berbagai krisis saat ini didalam Gereja Katolik
Saya memiliki pengalaman hidup bersama para imam yang berada didalam
penjara dan kamp-kamp Stalin
namun yang masih tetap setia kepada Gereja. Selama masa
penganiayaan yang mereka alami, maka mereka
melaksanakan tugas imamat mereka dengan
penuh rasa kasih dalam memberitakan doktrin Katolik sehingga hal itu menuntun mereka kepada kehidupan yang bermartabat untuk meniru Kristus, Guru
Surgawi mereka.
Saya menyelesaikan studi imamat
saya di Seminari
bawah tanah di Uni Soviet. Saya ditahbiskan
menjadi imam secara diam-diam pada
malam hari oleh seorang uskup
yang saleh dimana dia sendiri menderita
demi imannya. Pada
tahun pertama dari imamat saya,
saya memiliki pengalaman diusir dari
Tadzhikistan oleh KGB.
Selanjutnya, selama tiga puluh tahun saya tinggal di
Kazakhstan, saya melayani 10 tahun sebagai
imam, merawat orang-orang
beriman di 81 daerah. Kemudian
saya menjabat sebagai uskup selama 20
tahun, awalnya sebagai uskup
di lima negara di Asia Tengah dengan luas wilayah total sekitar empat
juta kilometer persegi.
Dalam pelayanan saya sebagai uskup, saya sering mengadakan kontak dengan
Paus Santo Yohanes Paulus II, dengan banyak sekali uskup, imam dan umat di berbagai negara dan dalam situasi yang berbeda. Saya adalah anggota dari
beberapa majelis Sinode
Uskup di Vatikan yang
mencakup tema-tema seperti "Asia"
dan "Ekaristi".
Pengalaman ini serta beberapa pengalaman yang lain memberikan dasar kepada saya untuk menyatakan pendapat pribadi saya mengenai
krisis yang ada saat ini didalam Gereja Katolik. Ini adalah keyakinan saya
dan hal itu didorong oleh rasa kasih saya kepada Gereja dan oleh
keinginan saya akan pembaharuan yang otentik atas Gereja di dalam Kristus. Saya terpaksa menulis melalui sarana publik ini karena saya merasa takut
jika melalui sarana lainnya ia akan menghadapi sebuah dinding tebal
pembungkaman dan pengabaian.
Saya sadar akan reaksi yang mungkin timbul
atas surat terbuka saya ini. Tetapi
pada saat yang sama suara hati nurani saya tidak mengizinkan saya
untuk tetap diam, sementara itu karya-karya Allah sedang difitnah.
Yesus Kristus mendirikan
Gereja Katolik dan menunjukkan kepada kita didalam kata dan perbuatan bagaimana seseorang harus memenuhi kehendak Allah. Para rasul, kepada siapa Dia menyerahkan otoritas didalam Gereja, dipenuhi dengan
semangat yang menyala-nyala kepada tugas yang dipercayakan kepada mereka, dimana
mereka menderita demi kebenaran yang harus
diberitakan, karena mereka “lebih mematuhi Allah dari
pada manusia."
Sayangnya di
hari-hari kita sekarang ini semakin jelas
bahwa Vatikan, melalui Sekretariat Negara, telah menempuh jalan pembenaran secara politik. Beberapa duta besar Vatikan telah menjadi
alat propaganda liberalisme dan modernisme. Mereka telah
memperoleh keahlian didalam prinsip
"sub secreto Pontificio", dimana seseorang akan
memanipulasi dan membungkam
mulut para uskup. Dan bahwa apa yang
dikatakan oleh Duta Besar (Vatikan) kepada mereka, hal itu
seolah dan hampir pasti adalah merupakan keinginan
Paus. Dengan metode
tersebut seseorang akan memisahkan uskup yang satu dari yang lainnya, hingga
akibatnya para uskup dari suatu negara
tidak bisa lagi berbicara dengan satu
suara dengan semangat Kristus dan
Gereja-Nya dalam mempertahankan iman dan moral. Ini berarti bahwa, agar tidak sampai ‘tidak disukai’ oleh Duta Besar, maka beberapa uskup akan menerima
begitu saja rekomendasi mereka, yang sering kali hanya didasarkan pada kata-kata mereka sendiri. Alih-alih rajin menyebarkan
iman, atau dengan berani memberitakan ajaran Kristus, dengan berdiri tegak dalam membela kebenaran dan moral, tetapi pertemuan-pertemuan Konferensi Uskup sering berurusan dengan isu-isu yang tidak ada hubungannya dengan sifat
dan tugas pokok mereka sebagai penerus para
rasul.
Orang bisa melihat pada semua
tingkatan dalam Gereja adanya penurunan yang nyata dari "sakrum". "Semangat duniawi" telah
menyuapi para gembala. Orang-orang
berdosa telah memberi petunjuk kepada Gereja bagaimana ia harus melayani
mereka. Dengan tertunduk malu para Pastor bersikap diam atas masalah yang ada saat ini dan mereka
mengabaikan domba-dombanya sambil mereka
rajin menyuapi dirinya sendiri. Dunia
tergoda oleh iblis
dan menentang ajaran Kristus.
Namun demikian Pastor wajib mengajarkan kebenaran
yang menyeluruh tentang Allah dan manusia, baik
itu "ketika sedang musimnya ataupun diluar musimnya".
Namun, pada masa pemerintahan beberapa
Paus suci terakhir
ini orang bisa mengamati didalam Gereja
adanya kekacauan yang terbesar dalam hal kemurnian dari ajaran dan kesucian dari liturgi, di
mana Yesus Kristus tidak menerima
kehormatan seperti yang selayaknya Dia terima. Tidak
sedikit konferensi-konperensi yang dihadiri oleh para
uskup yang terbaik adalah merupakan "persona non grata"
(tidak dipercaya). Dimanakah para pembela bagi saat-saat
ini, yang akan mengumumkan kepada orang-orang secara jelas dan bisa
dipahami adanya ancaman risiko kehilangan iman dan keselamatan?
Pada saat-saat sekarang ini suara
mayoritas uskup lebih menyerupai keheningan dan ketakutan
dari domba-domba yang sedang menghadapi
serigala yang marah, dan umat
beriman dibiarkan begitu saja seperti
domba yang tak berdaya. Kristus
diakui oleh orang banyak sebagai salah
satu tokoh yang berbicara dan
bekerja, tokoh yang memiliki kekuasaan dan kekuatan dan hal ini Dia diberikan kepada para
rasul-Nya. Di dunia saat ini para
uskup haruslah membebaskan diri
dari semua ikatan duniawi dan - setelah mereka melakukan penebusan dosa – agar mereka mendekati Kristus, agar dikuatkan oleh Roh Kudus hingga mereka bisa
memberitakan Kristus sebagai satu-satunya
Juru Selamat. Pada akhirnya kita harus bertanggung-jawab kepada Allah
atas semua hal yang telah kita lakukan
dan atas segala hal yang tidak kita lakukan.
Menurut pendapat saya
suara yang lemah dari banyak uskup ini merupakan konsekuensi dari
kenyataan, bahwa dalam
proses pengangkatan uskup-uskup
baru, para calon kurang
diperiksa dalam hal ketabahan mereka
yang tak diragukan dan keberanian mereka didalam membela iman, berkaitan dengan kesetiaan
mereka kepada tradisi berabad-abad dari Gereja dan dalam hal kesalehan pribadi mereka. Dalam isu
pengangkatan uskup baru dan bahkan kardinal-kardinal,
menjadi semakin jelaslah bahwa kadang-kadang referensi diberikan kepada
orang-orang yang hanya memiliki ideologi
yang sama atau kepada beberapa kelompok yang asing bagi
Gereja namun mereka menugaskan pengangkatan
calon tertentu. Selain itu tampak
bahwa kadang-kadang pertimbangan
diberikan juga untuk mendukung
media massa yang biasanya membuat olok-olok terhadap calon tertentu
dengan memberikan gambaran negatif
atas mereka, sedangkan calon yang berada dalam
tingkatan yang lebih rendah namun memiliki
semangat Kristus dipuji
sebagai berikap terbuka dan modern.
Di sisi lain calon
yang unggul dalam semangat kerasulan, memiliki
keberanian dalam mewartakan ajaran Kristus dan menunjukkan
kasih bagi semua hal yang suci
dan sakral, dia sengaja
disingkirkan.
Seorang Duta Besar pernah mengatakan
kepada saya: "Sayang sekali bahwa
Paus [Yohanes Paulus II] tidak ikut serta secara pribadi di dalam
pengangkatan para uskup. Paus mencoba untuk mengubah sesuatu dalam Kuria Romawi,
namun dia belum berhasil. Dia menjadi semakin tua dan segala sesuatu kembali pada perjalanan semula".
Pada awal masa kepausan Paus Benediktus XVI, saya
menulis surat kepadanya di mana saya memintanya untuk menunjuk beberapa uskup yang suci. Saya melaporkan kepadanya
kisah seorang umat awam Jerman yang dalam menghadapi degradasi Gereja di
negaranya setelah Konsili Vatikan
II, tetap setia kepada Kristus
dan mengumpulkan orang-orang
muda untuk melakukan adorasi
dan berdoa. Pria
ini telah mendekati saat kematiannya
dan ketika dia mengetahui tentang
pemilihan Paus yang baru, dia berkata: "Jika Paus Benediktus bisa menggunakan kuasa kepausannya semata-mata untuk memilih
dan menunjuk uskup-uskup yang layak,
yang baik dan yang setia, maka dia
telah menjalankan tugasnya dengan benar".
Sayangnya, hal ini
menyiratkan dengan jelas bahwa Paus
Benediktus XVI sering kali tidak
berhasil dalam masalah ini. Sulit untuk
dipercaya bahwa Paus Benediktus XVI secara bebas mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai penerus Petrus. Paus Benediktus XVI
adalah kepala Gereja, dan para
pembantunya hampir tidak bisa menerjemahkan
ajarannya menjadi kenyataan, secara diam-diam mereka sering mengabaikannya atau bahkan menghalangi keinginannya untuk menjalankan reformasi yang otentik atas Gereja, atas liturgi, atau mengenai cara membagikan Kudus
Komuni. Secara diam-diam nampaklah bagi banyak uskup,
bahwa di Vatikan, tidaklah mungkin
untuk membantu Paus dalam tugasnya sebagai kepala
dan pemimpin dari seluruh Gereja.
Tidaklah berlebihan kiranya jika saya mengingatkan saudara-saudara saya di keuskupan akan penegasan
yang dibuat oleh pondok masonik Italia di tahun 1820: "Tugas kami adalah sebuah tugas
seratus tahun. Marilah kita
meninggalkan para orang tua dan mari kita
pergi menemui kaum muda. Para frater kelak akan menjadi
imam dengan ide-ide liberal kita. Kita
tidak akan menyanjung diri kita dengan harapan
palsu. Kita tidak akan membuat
Paus menjadi seorang Freemason. Namun uskup-uskup yang liberal, yang akan bekerja sama dengan Paus sebagai
sebuah kelompok, akan mengusulkan
kepada dia dalam tugas mengatur Gereja dengan pikiran
dan ide-ide yang
menguntungkan kita dan Paus akan menerapkannya ke dalam kehidupan".
Niatan dari kelompok Freemason
ini dilaksanakan semakin terbuka,
tidak hanya melalui musuh-musuh Gereja, tetapi secara diam-diam melalui
saksi-saksi palsu yang menempati beberapa jabatan hirarki
tinggi didalam Gereja. Bukanlah tanpa
alasan yang Paulus
VI Terberkati mengatakan: "Semangat Setan telah menembus melalui celah di
dalam Gereja". Saya kira
bahwa retakan ini telah menjadi semakin lebar di saat-saat
kita sekarang ini dan iblis menggunakan segala kekuatan untuk menumbangkan Gereja
Kristus. Guna menghindari hal ini, perlu sekali untuk kembali kepada pernyataan yang tepat dan jelas dari Injil di semua
tingkatan pelayanan gerejawi,
karena Gereja memiliki semua kekuasaan dan rahmat yang diberikan Kristus kepadanya:
"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa
di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mt 28, 18-20), dan “kamu
akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (John 8, 32) dan “Jika ya, hendaklah kamu
katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari
pada itu berasal dari si jahat.”(Mat 5, 37). Gereja tidak
bisa menyesuaikan diri dengan roh
dunia ini, tetapi ia harus
merubah dunia dengan semangat Kristus.
Sangat jelas bahwa di
Vatikan terjadi sebuah kecenderungan untuk menyerah lebih jauh kepada suara dari media massa. Memang tidak jarang terjadi bahwa
demi kepentingan sesuatu yang tak diketahui maka ketenangan dan sikap
diam dari putra-putra terbaik dan
para hamba Gereja dikorbankan untuk memuaskan
media massa. Namun musuh-musuh Gereja
tidak akan mau menyerahkan hamba pengikut setia mereka meski tindakan
mereka jelas-jelas buruk.
Ketika kita ingin
tetap setia kepada Kristus didalam kata dan perbuatan, Dia sendiri akan menemukan cara untuk
mengubah hati dan jiwa manusia,
dan dunia juga akan
dirubah pada saat yang tepat.
Dalam saat-saat yang kritis didalam Gereja, maka demi pembaruan
yang sebenarnya dari Gereja, Allah sering
menggunakan pengorbanan, air mata dan doa-doa
dari anak-anak dan para hamba Gereja
yang di depan mata dunia ini dan di depan birokrasi gerejawi mereka dianggap tidak signifikan atau mereka itu dianiaya dan terpinggirkan karena kesetiaan mereka
kepada Kristus. Saya percaya bahwa dalam saat yang sulit ini hukum Kristus
sedang dinyatakan dan bahwa Gereja akan memperbaharui
dirinya berkat pembaharuan
dalam diri kita masing-masing.
January 1st
2015, Solemnity of the Blessed Virgin Mary, Mother of God
+ Jan Pawel Lenga
No comments:
Post a Comment