Volume 1 : Misteri Keadilan
Allah
Bab 11
Rasa sakit inderawi
Siksaan api dan dingin
Bede dan Drithelm Venerabilis
Jika
rasa sakit karena kehilangan hanya memiliki arti yang kecil saja bagi kita,
maka berbeda sekali dengan rasa sakit inderawi karena siksaan oleh api, siksaan
karena suhu dingin yang menggigit dan tajam, yang mengenai indera kita. Inilah
sebabnya Kerahiman Ilahi sambil berharap untuk memberikan rasa takut yang suci
kepada jiwa kita, hanya berbicara sedikit saja tentang rasa sakitnya kehilangan
itu, namun kita terus diperlihatkan kepada api, suhu dingin, dan
siksaan-siksaan lain, yang mewakili sakit inderawi. Inilah yang kita dapatkan
didalam Injil, dan pada berbagai pewahyuan pribadi, dengan mana Tuhan berkenan
menyatakan kepada hamba-hambaNya dari saat ke saat tentang misteri-misteri dari
kehidupan dunia sebelah sana. Marilah kita menyebut satu saja dari pewahyuan
ini. Pertama-tama marilah kita melihat apa yang dikatakan oleh orang kudus dan
pintar ini, Cardinal Bellarmine, yang diambil dari perkataan Bede Venerabilis.
Bede menulis :”Inggris telah menyaksikan sebuah keajaiban di zaman ini, yang
bisa dibandingkan dengan keajaiban-keajaiban dari zaman permulaan Gereja dulu.
Untuk mendorong agar orang-orang memiliki rasa takut terhadap kematian jiwa
maka Tuhan mengijinkan manusia setelah menjalani tidur kematiannya, dia bisa
kembali kepada kehidupan duniawi ini lagi dan kemudian menceritakan apa yang
telah dia lihat di dunia sebelah sana. Detil yang amat mengerikan yang dia
ceritakan, serta kehidupan silihnya yang luar biasa itu, yang sesuai dengan
perkataannya sendiri, menghasilan suatu perasaan emosi yang bergelora diseluruh
negeri. Kini aku akan menceritakan secara ringkas peristiwa itu.
Di
Northumberland adalah seorang pria yang bernama Drithelm yang bersama
keluarganya telah menjalani kehidupan Kristiani yang baik. Suatu saat dia jatuh
sakit dan penderitaannya itu semakin besar hari demi hari, hingga sampailah dia
pada akhir hayatnya, dia meninggal. Anak istrinya sangat bersedih akan hal ini.
Keluarganya menghabiskan malam itu dengan tangis sedu sedan. Namun pada hari
berikutnya, sebelum pemakamannya, mereka melihat tiba-tiba Drithelm hidup
kembali, bangkit dan duduk sendiri. Demikianlah semua orang menjadi terkejut
dan merasa ketakutan sehingga mereka berlari menjauh, kecuali istrinya, yang
dengan gemetaran masih tetap berada disamping suaminya itu. Pria itu meyakinkan
istrinya :”Janganlah takut”, demikian katanya, “Tuhanlah yang mengembalikan aku
kepada kehidupan ini. Dia ingin menunjukkan, melalui diriku, bahwa ada orang
yang bisa bangkit dari mati. Aku telah lama hidup di dunia ini, tetapi
kehidupanku yang baru disebelah sana, sangatlah berbeda dari kehidupanku
disini”. Kemudian dia pulih sehat sama sekali, dan dia berjalan menuju ke kapel
atau Gereja setempat. Disana dia berdoa hingga lama sekali. Lalu dia kembali ke
rumahnya untuk berpamitan kepada orang-orang yang dia kasihi dulu, kepada siapa
dia menyatakan bahwa dia hanya hidup untuk mempersiapkan dirinya bagi kematian,
dan dia menasihati mereka untuk berbuat hal yang sama seperti itu. Lalu dia
membagi-bagikan hartanya menjadi 3 bagian, yang satu dia berikan kepada
anak-anaknya, yang satu lagi kepada istrinya, dan yang sisanya dia berikan
sebagai sedekah. Ketika dia telah selesai membagi-bagikan hartanya kepada
orang-orang miskin, dan telah menjadikan dirinya sendiri dalam keadaan miskin
sama sekali, dia pergi menuju sebuah biara dan mengetuk pintunya. Dia memohon
kepada kepala biara untuk menerima dia sebagai rohaniwan peniten dan bersedia
menjadi hamba dari semua orang disitu.
Kepala
biara itu memberinya sebuah kamar istirahat yang dia huni hingga akhir
hidupnya. Dia menghabiskan waktunya disitu untuk tiga macam kegiatan : berdoa,
bekerja keras dan melakukan penebusan dosa yang luar biasa beratnya. Puasa yang
sangat ketat masih belumlah apa-apa baginya. Pada musim dingin, terlihat dia
menceburkan dirinya kedalam air beku dan tetap tinggal disitu selama berjam-jam
lamanya sambil berdoa, sambil dia mendaraskan seluruh Mazmur Daud.
Kehidupan
matiraga yang dijalani oleh Drithelm ini, serta matanya yang nampak kelelahan,
potongan tubuhnya yang kurus, telah menggambarkan suatu jiwa yang dikuasai oleh
rasa takut akan penghakiman Tuhan. Dia tetap berada didalam keheningan
hidupnya. Namun karena desakan untuk menceritakan pengalamannya itu, dan demi
kepentingan orang lain, tentang apa yang telah dinyatakan oleh Tuhan kepadanya
setelah kematiannya itu, lalu dia menceritakan pengalamannya :
“Setelah
meninggalkan tubuhku, aku diterima oleh seorang yang amat ramah sekali, yang
kemudian menuntun aku. Wajahnya tampak bercahaya dan dia dikelilingi oleh
cahaya pula. Dia sampai pada sebuah lembah yang dalam dan luas sekali, yang
pada satu sisinya berisi api, dan pada sisi yang lain berisi es dan salju. Di satu
pihak, terdapat tungku pembakar yang bernyala-nyala, dan pada pihak yang lain
terdapat tiupan angin yang sangat dingin menggigit”.
“Lembah
yang misterius itu dipenuhi dengan amat banyak sekali jiwa-jiwa yang
diombang-ambingkan oleh angin badai yang dahsyat, dimana jiwa-jiwa itu
terlempar dari satu sisi ke sisi yang lain. Ketika mereka tak lagi mampu
menanggung kejamnya nyala api itu, mereka mencari keringanan ditengah-tengah es
dan salju. Tetapi disitu jiwa-jiwa itu hanya menemukan siksaan yang lain. Lalu
mereka melemparkan kembali dirinya ke tengah nyala api kembali”.
“Dengan
perasaan gemetar aku merenungkan siksaan-siksaan yang amat mengerikan ini yang
terjadi terus menerus, dan sejauh penglihatanku bisa memandang, aku melihat
banyak sekali jiwa-jiwa yang menderita tanpa bisa beristirahat walau hanya
sejenak. Keadaan mereka yang seperti itu sungguh menakutkan diriku. Semula aku
mengira bahwa aku melihat neraka. Namun pemanduku tadi, yang berjalan
didepanku, berpaling kepadaku dan berkata :”Bukan, ini bukan seperti yang kau
duga, neraka bagi orang-orang yang durhaka”. “Tahukah kamu”, dia melanjutkan,
“tempat apakah ini?”. Aku menjawab :”Tidak”. Dia berkata lagi :”Ketahuilah, ini
adalah lembah dimana kamu melihat api yang besar dan hamparan es yang luas, ini
adalah tempat dimana jiwa-jiwa dari mereka yang dihukum, yang selama hidupnya
di dunia tidak mau mengakukan dosa-dosa mereka, dan yang telah menunda-nunda
pertobatan mereka hingga saat akhir. Terima kasih atas kemurahan hati yang
sangat istimewa dari Allah sehingga mereka bisa memiliki kebahagiaan dengan
menyesali sungguh segala dosa-dosa mereka sebelum mereka meninggal, dengan
mengakukan dan membenci dosa-dosa mereka. Itulah sebabnya mereka tidak dikutuk,
dan pada hari penghakiman yang besar itu mereka akan memasuki Kerajaan Surga.
Beberapa dari mereka akan dibebaskan sebelum saat itu, karena jasa dari
doa-doa, sedekah dan puasa yang dipersembahkan oleh orang-orang yang hidup demi
mereka, dan terutama atas jasa keutamaan dari Kurban Kudus (Misa Kudus), yang
dipersembahkan demi mereka”.
Begitulah
penjelasan Drithelm. Ketika ditanya mengapa dia memperlakukan tubuhnya sendiri
dengan begitu kejamnya, mengapa dia menceburkan dirinya kedalam air es yang
dingin membeku, dia menjawab bahwa dirinya telah menyaksikan siksaan-siksaan
serta rasa dingin yang menggigit di dunia sana yang lebih berat lagi untuk
ditanggung
Ketika
semua saudaranya menyatakan kekaguman mereka karena dia telah mampu menanggung
semua penyiksaan yang luar biasa itu, maka dia menjawab :”Aku telah
menyelesaikan tindakan penebusan dosa yang lebih mengagumkan lagi”. Hingga pada
hari dimana Tuhan memanggilnya pulang kepadaNya, dia tak pernah berhenti
melakukan tindakan matiraga, dan meskipun tubuhnya dimakan usia, dia tidak mau
menerima pengurangan atas penderitaan tubuhnya itu.
Hal
ini menimbulkan perhatian yang besar di Inggris. Banyak sekali pendosa yang
tersentuh oleh perkataan Drithelm serta mereka tergugah oleh kesederhanaan dan
kerasnya kehidupannya hingga mereka menjadi bertobat.
Kenyataan
ini, kata Bellarmine, merupakan kebenaran yang tak dapat dibantah. Karena
selain hal itu sejalan dengan sabda Kitab Suci, “Biarlah dia berjalan dari air
salju menuju panas yang berlebihan”, juga Bede Terberkati menganggap hal itu
sebagai peristiwa yang baru terjadi dan cukup terkenal. Lebih dari pada itu,
hal itu kemudian diikuti oleh pertobatan dari sejumlah besar pendosa, yang
merupakan tanda dari karya Allah, yang sudah biasa melaksanakan karya-karya
keajaiban untuk menghasilkan buah didalam jiwa-jiwa.
No comments:
Post a Comment