Sinode :
Gereja sedang bermain-main dengan bidaah saat ini
Pat Buchanan: Apakah Paus sedang
bermain-main dengan bidaah?
By Patrick
J. Buchanan
Apakah Kebenaran-kebenaran Katolik tak bisa
berubah? Atau bisakah ia berubah dengan berubahnya waktu?
Inilah pertanyaan yang lebih dalam di balik
isu-isu yang berkobar selama tiga minggu Sinode tentang Keluarga dari 250 orang
uskup Katolik di Roma yang berakhir Sabtu lalu.
Setahun yang lalu, Kardinal dari Jerman, Walter
Kasper, meminta gereja untuk merubah aturan Gereja – dengan menyambut pasangan
homoseksual, dan dengan mengizinkan pasangan homosex dan pasangan Katolik yang bercerai
dan kemudian menikah lagi untuk menerima Komuni.
Reaksi kaum tradisionalis : Ini adalah bidaah.
Jika paus mengikuti sahabatnya itu, Kardinal
Kasper, dan memerintahkan perubahan pada ajaran Katolik dan praktek diosesan, maka
dia bisa memicu perpecahan di dalam Gereja.
Perubahan doktrin seperti ini akan mempertanyakan
infalibilitas kepausan. Telah dikatakan pada Konsili Vatikan 1869-1870, bahwa doktrin
yang disampaikan ketika Paus mengajarkan ex cathedra, dalam hal iman dan moral,
dia dilindungi dari kesalahan oleh Roh Kudus. Kebenaran doktrinal yang diajarkan
oleh paus dalam persekutuan dengan para uskup, telah berlangsung sepanjang
masa, dan tidak bisa berubah.
Namun jika kebenaran Katolik tentang tak
terceraikannya perkawinan dan amoralitas intrinsik dari hubungan homoseksual
dapat dirubah, maka Gereja telah melakukan kesalahan besar di masa lalu, atau Gereja sedang bermain-main dengan
ajaran sesat (bidaah) saat ini.
Sabtu, The
Washington Post menggambarkan sinode barusan sebagai "perkelahian atas
visi inklusi dari Francis’
Reporter Anthony Faiola membandingkan musyawarah Sinode
itu dengan sebuah pemberontakan ‘Tea Party’ yang diusulkan oleh anggota senat John
Boehner, dan seorang agen perubahan seperti Barack Obama, yang mendapati dirinya
dihambat dan dikecewakan oleh kaum konservatif.
Dokumen hari Sabtu dari sinode itu telah mengabaikan
ajakan kepada sikap yang baru dari Gereja terhadap hubungan homoseksual. Dan keputusan
itu tetap tidak menyetujui pemberian Komuni bagi pasangan Katolik yang bercerai
dan menikah kembali, yang dianggap oleh Gereja pasangan itu telah hidup didalam
perzinahan.
Namun, dalam khotbah hari Minggunya paus nampak
marah oleh karena pembangkangan dari para uskup yang menolak dan kesimpulan yang
dicapai dalam Sinode itu. Bagi Paus Francis, kaum tradisionalis nampaknya telah
menempatkan ketentuan hukum moral di atas perintah Injil belas kasih. (Padahal sebenarnya PF sendiri yang tidak
melaksanakan belas kasih itu secara semestinya. Sebab belas kasih tak mungkin diberikan
tanpa pertobatan).
"Tak satu pun para murid berhenti berjalan,
seperti yang Yesus lakukan" kata Francis yang mengambil contoh dari orang
buta. "Jika Bartimeus buta, maka mereka tuli. Dan masalah Bartimeus bukanlah
masalah mereka.”
"Hal ini bisa membahayakan kita. ... Iman
yang tidak tahu bagaimana cara menumbuhkan akar ke dalam kehidupan orang-orang,
tetaplah gersang dan ia bukan saja menciptakan oasis, tetapi bahkan menciptakan
gurun lainnya."
Paus nampaknya mengatakan bahwa para uskup yang
membangkang itu (para uskup tradisionalis, yang tetap mempertahankan ajaran
Gereja tradisional), apapun hukum moral yang mereka anut, tak memiliki sikap
kemurahan hati, yang merupakan tiga kebajikan teologis yang terbesar.
Dimanakah para uskup ‘Sinode mengenai keluarga’ telah
meletakkan dan meninggalkan Gereja? Dalam keadaan kebingungan, dan dengan resiko
melewati jalan yang dilalui oleh gereja-gereja Protestan yang terus menimbulkan
perdarahan pada jemaatnya.
Renungkanlah.
Dengan diterimanya keluarga berencana pada
konferensi Lambeth 1930, Gereja Inggris mulai menyusuri jalan menurun ini,
seperti yang dilakukan oleh saudara kembarnya, Gereja Episkopal. Proses itu
telah menyebabkan kemerosotan pada keduanya.
Dari keluarga berencana, hingga perceraian dan
pernikahan kembali, imam-imam wanita, para klerus gay, uskup-uskup yang homoseksual,
pernikahan sesama jenis, Gereja Episkopal lebih dahulu terpecah, dan sekarang nampaknya
secara perlahan ia mengucapkan selamat tinggal.
Memang Gereja Inggris dimulai dengan perpecahan,
ketika Henry VIII memutuskan hubungan dengan Roma setelah Paus Clement VII
menolak untuk menyetujui perceraiannya dengan Catherine dari Aragon dan
pernikahannya dengan Anne Boleyn. Menurut Kardinal Kasper, Clement seharusnya
melonggarkan beberapa aturan bagi raja Henry.
Dalam pertempuran ini antara kaum tradisionalis dalam
sinode dengan para uskup dan mereka yang mendukung penerimaan beberapa atau
semua rekomendasi Kasper itu, paus nampaknya berdiri di pihak kaum reformis
(Kasper).
Namun adalah Reformasi Protestan-lah yang
menghancurkan keutuhan Katolik, lima abad yang lalu, karena ia telah memecah bangsa-bangsa
dan menyebabkan konflik agama dan nasionalisme, seperti Perang Tiga Puluh Tahun.
Kini bagaimana Gereja Katolik bisa menghindari
kebingungan yang lebih besar di antara umat beriman - setelah ‘berkat virtual’ (dukungan)
dari Paus kepada usulan Kasper, dan penolakan sinode atas hal itu – saya belum
tahu.
Apa yang dilakukan paus sekarang?
Jika dia mengabaikan perbedaan pendapat didalam Sinode
itu dan terus mengarahkan Gereja menuju posisi Kasper, maka paus akan menyulut
perpecahan dengan kaum tradisionalis, sebuah skisma. Para uskup dari Dunia Ketiga
menolak untuk berubah.
Jika paus tidak bertindak apa-apa, dia akan
mengecewakan para uskup dari Barat, imam-imam dan para sekuler Barat yang telah
menemukan pengharapan pada paus ini bagi sebuah perubahan bersejarah didalam ajaran
dan praktek Katolik.
Jika paus mengijinkan para uskup untuk mengkuti suara
hati nurani mereka sendiri didalam diosis atau wilayah mereka sendiri, maka paus
akan semakin mendorong perpecahan didalam Gereja.
Hasil yang tak terelakkan dari semua kejadian ini
adalah bahwa paus, nampaknya, memilih untuk semakin memperbesar kebingungan diantara
umat beriman.
Dan bagi PF sendiri, bagaimanapun juga, dia tetap
harus memilih.
Dia bisa meniru Cardinal Wolsey (ikut tersesat) atau
St.Thomas More (yang menjadi martir di zaman raja Henry).
No comments:
Post a Comment