Amoris Laetitia – Beberapa Ulasan, Komentar dan Tanggapan
Dear All,
Sejak dirilisnya pada tanggal 8 April 2016, Amoris
Laetitia – Seruan/Anjuran Apostolik Paus Fransiskus
berdasarkan Sinode 2014-2015 – telah mengundang banyak kritikan, protes dan
komentar dari sejumlah jurnalis dan media Katolik.
Dokumen yang tebalnya lebih dari dua ratus halaman itu
memuat banyak bagian-bagian yang baik dan mencerminkan kesetiaan kepada ajaran
Katolik, namun demikian, itu semua tidak dapat menutupi bagian-bagian yang
melemahkan ajaran dan praktek Gereja Katolik, yang kemudian menjadi topik
hangat dalam ulasan dan pembahasan di media-media dan blog-blog Katolik.
Bagian yang paling disorot dan mengundang banyak kritikan
dan protes adalah “celah” yang dibuka oleh Paus Fransiskus untuk memberikan
'Sakramen' kepada umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi [secara sipil],
termasuk Sakramen Rekonsiliasi dan Komuni Kudus.
Voice of Family (VOF)
Dalam ulasannya berjudul “Catholics
Cannot Accept Elements of Apostolic Exhortation that Threaten Faith and Family”,
VOF antara lain menulis bahwa, Amoris Laetitia (AL) oleh Paus Fransiskus
menandai kesimpulan dari proses sinode yang telah didominasi oleh upaya-upaya
untuk melemahkan ajaran Katolik, yang berkaitan dengan kehidupan manusia,
perkawinan dan keluarga (perkawinan tak terceraikan, kontrasepsi, metode-metode
reproduksi buatan, homoseksualitas, 'ideologi gender' dan hak-hak orang tua dan
anak-anak).
VOF mengulas beberapa bagian AL yang dirasa berpotensi
melemahkan ajaran Katolik, antara lain:
Pemberian ijin bagi umat yang "bercerai dan menikah
lagi" untuk menerima Komuni Kudus
Bab 8 (paragraf 291-312) mengusulkan sejumlah pendekatan
yang menyiapkan jalan bagi pasangan Katolik yang "bercerai dan menikah
lagi" untuk menerima Komuni Kudus tanpa pertobatan sejati dan perubahan
hidup.
Juga ditemukan adanya beberapa bagian yang mengutip
dokumen-dokumen Gereja sebelumnya secara tidak benar, yang hanya mengutip
bagian-bagian tertentu saja, sehingga mengaburkan makna yang sebenarnya. Salah
satunya adalah Paragraph 298, dimana terdapat kutipan dari pernyataan Paus St.
Yohanes Paulus II di dalam dokumen "Familiaris Consortio”, yang
menyebutkan bahwa, terdapat situasi, di mana untuk alasan yang serius, seperti
pendidikan anak-anak, maka pria dan wanita tidak dapat memenuhi kewajiban untuk
berpisah.
Namun di AL, paruh kedua dari kalimat Paus St. Yohanes
Paulus II itu dihilangkan, yaitu yang menyatakan bahwa, pasangan tersebut
"mengambil bagi diri mereka sendiri, kewajiban untuk hidup dalam pantang
sepenuhnya, yaitu berpantang dari tindakan layaknya pasangan yang
menikah." (Familiaris Consortio, No. 84).
Uraian VOF selengkapnya tentang bagian ini bisa dibaca di voiceofthefamily.
Hak orang tua dan pendidikan seks
Amoris Laetitia juga memuat bagian yang berjudul
"Kebutuhan akan Pendidikan Seks” (paragraf 280-286). Bagian ini mencakup
lebih dari lima halaman namun tidak memuat satu pun referensi bagi orang tua,
dan sebaliknya, ada referensi untuk "lembaga pendidikan". Tetapi
pendidikan seks adalah "hak dasar dan kewajiban orang tua" yang harus
selalu diterapkan di bawah bimbingan orang tua sepenuhnya, baik di rumah maupun
di pusat-pusat pendidikan yang dipilih dan diatur oleh mereka. (Paus St.
Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, No. 37).
Penghilangan ajaran ini benar-benar melemahkan orang tua
di saat mana hak orang tua sehubungan dengan pendidikan seks [anaknya] sedang
diserang secara serius dan berkelanjutan di banyak negara di dunia, juga di
lembaga-lembaga internasional.
VOF juga mengulas tentang Perkawinan Homoseksual, Ideologi
Gender, Serangan terhadap kehidupan manusia yang tak berdosa, dan Kontrasepsi.
Silahkan menuju ke link voiceofthefamily
untuk membaca uraian selengkapnya.
Pandangan Kardinal Brandmüller
OnePeterFive : "Cardinal
Brandmüller Again Warns About Amoris Laetitia".
Pada hari Sabtu, 9 April 2016, Kardinal Brandmüller secara
eksplisit mengomentari AL dan memperingatkan adanya pelemahan terhadap ajaran
Gereja Katolik. Kardinal berbicara kepada tabloid Jerman, Die Bild, sebagaimana
dilansir oleh situs Uskup Jerman, katholisch.de.
Banyak dari laporan yang dikutip nampaknya identik dengan
pernyataan yang telah dipublikasikan oleh Kardinal Brandmüller
dua hari sebelum AL dirilis, maka adalah penting bahwa sekarang ini, dengan
tegas Kardinal mengulangi kembali beberapa pernyataan ini, untuk disebarkan
secara luas melalui surat kabar di Jerman, setelah dokumen resmi AL dirilis di
Roma.
Menurut katholisch.de,
kardinal memperingatkan 'pelunakan' ajaran Gereja melalui "kesalahan
tafsir” atas dokumen itu [AL]. Ini bisa merusak “kredibilitas pernyataan
Gereja". Siapa saja yang hidup "dalam pernikahan kedua yang tidak
sah," kata kardinal 87 tahun itu, tidak mungkin, bagaimanapun juga, "dengan
bantuan taktik salami," kemudian bisa menerima sakramen-sakramen.
Kardinal Brandmüller menggambarkan upaya untuk mengakui
adanya pengecualian dalam kasus-kasus individu sebagai "jalan buntu",
dan selanjutnya ia mengatakan: "Apa yang pada dasarnya tidak mungkin
karena alasan-alasan Iman, juga tidak mungkin dalam kasus individu."
(Pada saat konferensi pers tentang AL di Vatican, Kardinal
Christoph Schönborn, Uskup Agung Wina, Austria, mengatakan bahwa paus
memang menginginkan penerapan dengan "prinsip kasus individu" atau
"pendekatan kasus per kasus".)
Kemudian Kardinal Jerman itu [Brandmüller] juga
mengingatkan kita bahwa:
Adalah ajaran Gereja Katolik (Dogma) bahwa pernikahan yang
disempurnakan dan diikat secara sah tidak dapat dibatalkan oleh kuasa apapun di
dunia – juga tidak oleh Gereja. Yesus berkata: "Apa yang telah
dipersatukan Allah, tidak dapat dipisahkan oleh manusia."
[Catatan: Kardinal Brandmüller adalah satu dari 5
kardinal yang menulis buku “Remaining in the Truth of Christ” (April
2015) yang isinya mengkritik proposal Kardinal Kasper, yang membuka jalan bagi
pemberian Komuni Kudus kepada mereka yang hidup dalam ikatan seksual yang tidak
sah. Dalam wawancaranya dengan LifesiteNews pada Maret 2015, Kardinal
Brandmüller menyatakan bahwa “Memberi dukungan untuk mengubah
ajaran Katolik tentang pernikahan adalah 'bida’ah' –
meskipun mereka itu adalah para uskup”.]
Catatan Kaki (351) yang Kontroversial
LifeSiteNews,
dalam tulisannya berjudul "Pope
Francis opens door to Communion for ‘remarried’ Catholics in landmark
exhortation", menulis: “meskipun uraian dalam AL Bab 8
meninggalkan makna yang kurang lebih ambigu, namun hal itu kemudian diperjelas
oleh Catatan Kaki untuk ayat (351), di mana dinyatakan bahwa,
"integrasi" dapat, "dalam kasus-kasus tertentu," meliputi
akses ke sakramen, termasuk Ekaristi.“
Pada Catatan Kaki (351) Paus juga menulis: “Saya juga akan
menunjukkan bahwa Ekaristi bukanlah hadiah bagi [orang] yang sempurna,
melainkan makanan dan obat yang manjur bagi yang lemah.”
Edward N. Peters, seorang doktor di bidang Kanon dan Hukum, menanggapi isi
Catatan kaki tersebut. Dia menulis antara lain:
“pernyataan Paus tentang Ekaristi
sebagai 'obat yang manjur’ adalah benar, namun ada bagian yang
hilang [dari pernyataan itu].
Buah-buah “kemurahan” dari Ekaristi, khususnya dalam hal
pengampunan dosa dan pencegahan dari [perbuatan] dosa, tercantum dalam Katekismus
Gereja Katolik 1393-1395, 1436, dan 1846. Bagian-bagian ini cukup mendukung
ungkapan Paus di catatan kaki (351) itu. Tapi yang hilang dari komentar paus di
sini adalah pengakuan bahwa, seperti halnya sebuah "obat yang
manjur", menyambut Ekaristi secara tidak pantas dapat membahayakan,
bahkan mematikan rohani si penerima.”
Katekismus 1385
menyatakan: “Kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang begitu agung dan
kudus. Santo Paulus mengajak supaya mengadakan pemeriksaan batin: “barang
siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan ia berdosa
terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji
dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.
Karena barang siapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan
hukuman atas dirinya” (1 Kor 11: 27-29). Siapa yang sadar akan sebuah dosa
besar, harus menerima Sakramen Pengakuan sebelum dia menerima komuni.”
Katekismus juga tidak meninggalkan keraguan bahwa bahaya
spiritual ini berlaku dalam kasus pernikahan kembali secara sipil
pasca-perceraian (yang kemudian dinyatakan sebagai "berada dalam
perzinahan yang tetap dan publik" di Katekismus 2384).
Katekismus 1650
menyatakan: “Dalam banyak negara, dewasa ini banyak orang Katolik yang meminta
perceraian menurut hukum sipil dan mengadakan Perkawinan baru secara sipil.
Gereja merasa diri terikat kepada perkataan Yesus Kristus: “Barang siapa
menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam
perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan
kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina” (Markus 10:11-12). Karena itu,
Gereja memegang teguh bahwa ia tidak dapat mengakui sah ikatan yang baru, kalau
Perkawinan pertama itu sah. Kalau mereka yang bercerai itu kawin lagi secara
sipil, mereka berada dalam satu situasi yang secara obyektif bertentangan
dengan hukum Allah. Karena itu, mereka tidak boleh menerima komuni selama
situasi ini masih berlanjut. Dengan alasan yang sama mereka juga tidak boleh
melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam Gereja. Pemulihan melalui
Sakramen Pengakuan hanya dapat diberikan kepada mereka yang menyesal, bahwa
mereka telah mencemari tanda perjanjian dan kesetiaan kepada Kristus, dan mewajibkan
diri supaya hidup dalam pantang yang benar.”
Singkatnya, apa yang perlu dipermasalahkan di sini
bukanlah perihal Paus menyamakan Ekaristi dengan "obat yang mujarab",
melainkan, pengabaian dalam menyebutkan peringatan terhadap konsumsi
yang tidak tepat, yang seharusnya tercantum pada label. Demikian antara lain
ulasan Edward
N. Peters.
Paus: “Saya
tidak ingat tentang catatan kaki yang kontroversial itu.“
Dalam konferensi pers saat penerbangannya kembali dari
pulau Lesbos, Paus Fransiskus mengatakan kepada wartawan yang bertanya tentang
catatan kaki itu, bahwa ia bahkan tak ingat tentang itu, dan menyesalkan
mengapa begitu banyak perhatian ditujukan pada catatan kaki tersebut di media –
dan memang, seluruhnya adalah isu Komuni bagi yang bercerai dan menikah lagi.
Sebaliknya, kata Paus, media seharusnya fokus pada "krisis" saat ini,
yang terjadi di dalam keluarga.
Namun sesungguhnya, media bukanlah satu-satunya yang fokus
pada pentingnya catatan kaki (351) ini. Dalam presentasinya di Vatikan pada
hari AL dirilis, Kardinal Schönborn sendiri meminta perhatian atas catatan
kaki tersebut. Berbicara mengenai perlakuan paus terhadap mereka yang dalam
"ikatan di luar ketentuan", kardinal menyatakan: "Dalam
pengertian 'melalui kemurahan hati’ ini (AL 306), Paus menegaskan,
secara rendah hati dan sederhana, dalam sebuah catatan (351), bahwa bantuan
sakramen-sakramen dapat juga diberikan 'dalam kasus-kasus tertentu'.
Tapi untuk tujuan ini paus tidak menawarkan kepada kita studi kasus atau
resep."
Pernyataan Paus pada konferensi pers
dalam penerbangan kembali dari Yunani
LifeSiteNews
: Pada penerbangan kembali dari Yunani, Paus Fransiskus ditanya,
apakah Anjuran Apostolik itu berisi "perubahan dalam disiplin yang
mengatur akses ke sakramen" bagi umat Katolik yang bercerai dan menikah lagi?
Paus
menjawab, "Bisa saya katakan, ‘Ya’, titik."
Sebagai tambahan, karena jawaban ini dirasa "terlalu singkat",
kemudian Paus mendesak untuk membaca presentasi
Kardinal Schönborn, dan menyebut Schönborn sebagai seorang teolog
besar yang mengerti doktrin Gereja. "Dalam presentasi itu, Anda
akan menemukan jawaban atas pertanyaan Anda itu," demikian Paus
menyimpulkan.
Presentasi Schönborn meringkas Anjuran Paus
Fransiskus yang lebih dari 60.000 kata menjadi 3.000 kata, namun demikian,
ringkasan yang singkat itu dipastikan memuat 'catatan kaki' yang
dipandang sebagai pembuka pintu menuju Komuni Kudus bagi umat Katolik yang
hidup dalam pernikahan kedua, dimana pernikahan pertamanya tidak bisa
dibatalkan. Posisi tersebut bertentangan dengan “Familiaris
Consortio” dari
Paus St. Yohanes Paulus II dan juga Katekismus Gereja Katolik.
Di dalam Familiaris Consortio, Paus St. Yohanes Paulus II
menulis: “Gereja menegaskan kembali di dalam prakteknya, yang berdasarkan Kitab
Suci, untuk tidak mengijinkan umat yang bercerai menikah lagi menerima Komuni
Ekaristi." Dia menjelaskan, "Mereka tidak dapat diijinkan untuk hal
itu karena adanya fakta, bahwa keadaan dan kondisi kehidupan mereka secara
objektif bertentangan dengan persatuan kasih antara Kristus dan Gereja-Nya,
yang ditandai dan dipengaruhi oleh Ekaristi. Selain itu, ada alasan pastoral
khusus lainnya: jika orang-orang ini diijinkan menyambut Ekaristi, maka umat
beriman akan dituntun ke dalam kesalahan dan kebingungan akan ajaran Gereja
tentang tak terceraikannya perkawinan".”
Schönborn, Uskup
Agung Wina itu, mengatakan kepada wartawan Vatikan Edward Pentin, bahwa Amoris
Laetitia mengadopsi pendekatan yang selama ini ia gunakan di Keuskupan
Agungnya, yang memungkinkan pemberian akses ke sakramen setelah melalui proses discernment yang
difokuskan pada beberapa pertanyaan yang berbeda.
Schönborn, yang berpendapat bahwa Gereja harus memeluk
"unsur-unsur positif" dari pernikahan gay dan dosa seksual lainnya,
dan memiliki riwayat bertentangan dengan Ajaran Gereja tentang masalah
homoseksualitas, mengatakan bahwa "tidak ada pertanyaan-pertanyaan
terlarang" ketika membahas Amoris Laetitia.
"Kita semua tahu bahwa ada banyak imam-imam",
yang memberi ijin kepada yang bercerai menikah lagi, untuk menerima Komuni
Kudus "tanpa membahas atau menanyakannya, dan itu adalah fakta“, dan hal
itu "sulit bagi uskup untuk ditangani", katanya.
Beberapa tulisan/artikel sehubungan
dengan AL
9. Exhortation
allows Communion for divorced/remarried on case-by-case basis, claim 3 German
bishops
Dari beberapa analisa dan ulasan di atas, jelas bahwa
Amoris Laetitia, meskipun memiliki banyak anjuran yang baik di dalamnya, namun
juga memuat anjuran yang bertentangan dengan Doktrin dan Katekismus Gereja
Katolik, dan hal ini sungguh bisa menyesatkan dan membuat umat menjadi bingung.
Ketika kebingungan merebak di kalangan umat Katolik,
adalah bijaksana untuk kembali kepada Sabda Yesus dalam Kitab Injil, yang tidak
mungkin salah dan tak mungkin menipu. Peganglah Sabda itu dan abaikanlah
“godaan-godaan” untuk menyimpang dari Sabda itu melalui tawaran-tawaran yang
“murah hati” namun yang akhirnya membawa umat semakin jauh dari jalan
keselamatan, dan jatuh dari dosa berat yang satu (perzinahan) ke dosa berat
lainnya, yakni dosa sakrilegi.
Semoga Roh Kudus membuka hati dan budi seluruh umat
Katolik untuk mau berpegang pada Sabda-Nya, mendengarkan Arahan-Nya, berjalan
dalam Terang-Nya, dan menolak segala bentuk dosa yang ditawarkan dan dikemas
secara menarik di bawah selubung humanisme.
Tuhan memberkati kita semua.. Amin!
Salam,
Lucy
No comments:
Post a Comment