Volume 1 : Misteri Keadilan Allah
Bab 18
Rasa
sakitnya Api Penyucian
St.Perpetua
– St. Gertrude
St.
Catherine dari Genoa
Bruder
John de Via
Seperti telah kita ceritakan, rasa sakit inderawi memiliki
derajat intensitas yang berbeda-beda. Hal itu adalah tidak begitu mengerikan
bagi jiwa-jiwa yang tidak memiliki dosa berat untuk ditebus atau mereka yang
telah menyelesaikan bagian yang paling keras dari penebusan dosa mereka dan
mendekati saat pelepasan mereka. Banyak dari jiwa-jiwa itu menderita tidak lebih
besar dari pada rasa kehilangan, dan mulai merasakan berkas sinar Surgawi yang
pertama yang penuh kemuliaan serta telah menikmati sedikit rasa kebahagiaan.
Ketika St.Perpetua melihat adik laki-lakinya, Dinocrates,
berada didalam Api Penyucian, anak itu nampaknya tidak mengalami siksaan yang
besar. Martir yang terkenal ini, St.Perpetua, menuliskan penglihatannya itu
didalam penjara di Carthago dimana dia ditahan disitu karena iman akan Kristus
selama penindasan dari pemerintahan Septimus Severus pada tahun 205. Bagi
St.Perpetua, Api Penyucian nampaknya berupa dataran yang tandus, dimana dia
melihat adiknya, Dinocrates, yang meninggal pada usia 7 tahun ada disitu. Anak
kecil itu memiliki borok pada wajahnya dan dia disiksa oleh rasa haus, dia
berusaha meskipun sia-sia, untuk meminum air dari pancuran didepannya, namun
tepi dari pancuran itu terlalu tinggi baginya. Martir itu, St.Perpetua,
mengerti bahwa adiknya itu berada di tempat penebusan dosa dan bahwa dia
membutuhkan bantuan doa-doa darinya. Lalu St.Perpetua berdoa bagi Dinocrates,
dan tiga hari kemudian, didalam suatu penglihatan, dia melihat Dinocrates
berada ditengah taman yang sangat indah. Wajahnya nampak cantik sekali seperti
malaikat. Dia mengenakan jubah yang bercahaya. Sedang bagian tepi dari pancuran
air itu kini berada dibawahnya hingga dia bisa minum sepuasnya dari air segar
itu dari sebuah piala emas. St.Perpetua mengetahui bahwa jiwa dari adiknya itu
kini sudah menikmati bisikan Surgawi.
Kita membaca didalam ‘the Revelations of St.Gertrude’ ada
seorang religius muda di biara itu, yang sangat dia kasihi karena
keutamaan-keutamaannya yang besar, dan dia meninggal dalam keadaan suci.
Sementara St.Gertrude mendoakan jiwa religius itu kepada Tuhan, dia lalu
mengalami ekstase dan menerima sebuah penglihatan. Saudara perempuannya yang
telah meninggal itu menampakkan diri kepadanya, dimana orang itu berdiri
dihadapan tahta Allah dengan dikelilingi oleh lingkaran cahaya yang terang dan
dengan mengenakan pakaian yang berkilauan. Namun dia nampak bersedih dan
menderita. Matanya memandang kebawah, seolah dia merasa malu berdiri dihadapan
wajah Allah. Seolah dia mau menyembunyikan dirinya saja. Dengan rasa terkejut,
Gertrude bertanya kepada ‘Mempelai Ilahi dari para Perawan’, penyebab dari
kesedihan jiwa yang suci itu. Dia berseru :”Yesus yang amat manis, mengapa
kebaikanMu yang tak terbatas itu mengundang mempelaiMu untuk mendekati Engkau
dan memasuki kebahagiaan Tuhannya ? Mengapa Engkau meninggalkan dia dalam
keadaan bersedih dan malu ?”. Lalu Tuhan dengan senyuman yang penuh kasih,
membuat tanda kepada jiwa yang suci itu untuk mendekat, sementara jiwa itu
merasa ragu dan gemetaran.
Atas penglihatan ini, orang kudus itu, Gertrude, berseru
kepada jiwa itu :”Puteriku, mengapa kamu berdiam diri ketika Tuhan memanggilmu
? Kamu yang telah merindukan Yesus sepanjang masa hidupmu, kini menarik diri
ketika Dia membuka tanganNya untuk menerima kamu ?”. “Ah ! ibuku yang
terkasih”, jawab jiwa itu, “diriku ini tidaklah layak untuk hadir dihadapan
Anak Domba Yang Tak Bercela itu. Aku masih memiliki sedikit noda dosa yang
kulakukan di dunia dulu. Untuk mendekati Matahari Keadilan itu, orang haruslah
dalam keadaan murni seperti cahaya. Diriku saat ini belum mencapai derajat
kemurnian seperti itu, seperti yang Dia kehendaki atas para kudusNya.
Ketahuilah jika pintu Surga terbuka bagiku, aku tak akan berani melintasinya
sebelum diriku dimurnikan seutuhnya dari segala noda. Nampaknya bagiku bahwa
paduan suara para perawan yang mengikuti Anak Domba itu akan menolak aku dengan
rasa ngeri melihatku”. “Namun”, lanjut Gertrude, “dirimu nampak dikelilingi
oleh cahaya dan kemuliaan”. “Apa yang kau lihat itu”, jawab jiwa itu, “adalah
bagian tepi dari jubah kemuliaan. Untuk mengenakan jubah Surgawi itu kita tak
boleh memiliki bayangan dosa sekecil apapun juga”.
Penglihatan ini menunjukkan suatu jiwa yang berada sangat
dekat dengan kemuliaan Surga. Namun pencerahan yang dialaminya mengenai
Kesucian Yang Tak Terbatas dari Allah adalah berbeda tatanannya dari apa yang
telah diberikan kepada kita. Pengetahuan yang jelas ini membuatnya mencari dan
melaksanakan, sebagai sebuah berkat, penebusan dosa seperti yang diminta oleh
keadaan dirinya untuk menerima kelayakan penglihatan akan Allah yang kudus tiga
kali. Hal ini adalah persis sama dengan ajaran dari St.Catherine dari Genoa.
Kita tahu bahwa orang kudus ini menerima pencerahan yang istimewa dari Allah
mengenai keadaan dari jiwa-jiwa didalam Api Penyucian. Dia menulis sebuah buku
berjudul ‘A Treatise on Purgatory’ yang memiliki kwalitas seperti
tulisan St.Teresa. Didalam bab 8 buku itu dia mengatakan :”Tuhan itu maha
rahim. Dia berdiri dihadapan kita, lenganNya menjulur kearah kita, untuk
menerima kita didalam kemuliaanNya. Namun aku juga bisa melihat Esensi Ilahi
yang begitu murni sehingga suatu jiwa jika ia tidak benar-benar dalam keadaan
bersih tanpa noda, tak bisa dan tak mampu memandangNya. Jika jiwa itu menemukan
satu atom saja dari ketidak-murnian dirinya, maka dari pada dia tinggal bersama
kehadiran Kebesaran Ilahi dengan membawa satu noda saja, dia akan lebih memilih
menceburkan dirinya kedalam lembah neraka. Didalam Api Penyucian jiwa bisa
menemukan cara-cara untuk menghapuskan dosa-dosanya itu, maka dia akan segera
melemparkan dirinya kedalamnya. Dia sudah menganggap dirinya berbahagia didalam
Api Penyucian, karena pengaruh kerahiman yang besar, sebab sebuah tempat telah
diberikan kepadanya hingga dia bisa membebaskan dirinya dari segala penghalang
menuju kebahagiaan yang tertinggi”.
The Hostory of the Seraphic Order, menceritakan
tentang seorang religius yang suci yang bernama Bruder John de Via, yang
meninggal dalam keadaan suci disebuah biara di kepulauan Canary. Orang yang
merawatnya, Bruder Ascension, ketika berdoa didalam kamarnya, serta
mempersembahkan jiwa Bruder John kepada Allah, tiba-tiba melihat dihadapannya
seorang religius anggota dari ordonya, namun wujudnya sudah berubah. Dia nampak
bercahaya, sehingga kamar itu dipenuhi dengan terang yang amat indah. Bruder
Ascension dalam keadaan terkejut serta kagum, tidak bisa mengenali orang itu,
dan bertanya siapakah dia, dan apa tujuannya datang kesitu. Penampakan itu
berkata :”Aku adalah roh dari Bruder John de Via. Aku berterima kasih kepadamu
atas doa-doa yang kau curahkan ke Surga bagiku dan aku datang untuk meminta
darimu satu kali tindakan kemurahan hati. Ketahuilah bahwa, terima kasih atas
Kemurahan Hati Ilahi, aku berada di tempat keselamatan, diantara orang-orang
yang dipilih untuk memasuki Surga. Cahaya yang mengelilingi aku adalah bukti
dari keadaanku ini. Namun aku masih belum layak untuk bisa melihat wajah Allah
karena dosa-dosa kecil yang harus kutebus. Selama kehidupanku di dunia, melalui
kesalahanku, aku telah melakukan dosa beberapa kali, dengan tidak mau
mendaraskan doa-doa bagi orang mati, dimana hal itu sudah diatur didalam
peraturan biara. Aku meminta tolong kepadamu, saudaraku yang terkasih, demi
kasihmu kepada Yesus Kristus, untuk mendaraskan doa-doa itu agar hutangku bisa
terbayar lunas, dan aku bisa menikmati penglihatan akan Tuhanku”.
Bruder Ascension segera menemui Pastor Guardian dan
menyampaikan apa yang terjadi. Segera dia berdoa seperti yang diminta itu. Lalu
jiwa dari Bruder John de Via Terberkati menampakkan dirinya lagi, namun kali
ini dengan cahaya yang lebih berkilauan dari pada sebelumnya, dan dia menikmati
kebahagiaan kekal.
No comments:
Post a Comment