Volume 1 : Misteri Keadilan
Allah
Bab 21
Berbagai macam rasa sakit
Blasio dibangkitkan dari mati oleh
St.Bernardine
Frances dari Pampeluna Terberkati
serta jarum api
St. Corpreus dan raja Malachy.
Blasio
Massei yang dibangkitkan dari mati oleh St.Bernardine dari Sienna melihat bahwa
terdapat perbedaan besar dari rasa sakit didalam Api Penyucian. Cerita mengenai
keajaiban ini diberikan secara panjang lebar didalam buku Acta Sanctorum.
Segera
setelah kanonisasi St.Bernardine dari Sienna, maka di wilayah Cascia dari
kerajaan Naples, telah meninggal seorang anak berusia 11 tahun yang bernama
Blasio Massei. Orang tuanya telah mengajari dia devosi seperti yang mereka
lakukan sendiri, terhadap orang kudus yang baru itu. dan orang kudus itupun,
St.Bernardine, segera memberikan balasannya. Setelah hari kematiannya, ketika
tubuhnya dibawa ke kubur, Blasio terbangun seolah terbangun dari tidur nyenyak
dan mengatakan bahwa St.Bernardine telah membangunkan dia, agar dia bisa
menceritakan keajaiban-keajaiban yang telah diperlihatkan orang kudus itu
kepadanya di dunia sana.
Kita
bisa memaklumi keinginan dari orang-orang akan cerita ini. Didalam satu bulan
penuh Blasio tidak melakukan apa-apa kecuali bercerita tentang apa yang telah
dia saksikan, dan dia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya
oleh para pengunjung. Dia berbicara dengan kesederhanaan dan ketulusan seorang
anak kecil, namun pada saat yang sama, dengan ekspresi yang mengena dan
pengetahuan akan hal-hal di dunia sana yang jauh melebihi umurnya.
Pada
saat kematiannya, demikian katanya, St.Bernardine menampakkan diri kepadanya,
menggandeng tangannya dan berkata :”Jangan takut, perhatikanlah baik-baik apa
yang akan kutunjukkan kepadamu, agar kamu ingat, dan setelah itu bisa
menceritakannya”.
Lalu
orang kudus yang menuntun anak muda itu menyusuri berbagai wilayah dari neraka,
Api Penyucian, limbo dan akhirnya menunjukkan Surga kepada anak itu. Didalam
neraka Blasio melihat kengerian yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata serta
berbagai siksaan dimana orang-orang yang congkak, serakah, yang tidak murni
serta para pendosa lainnya disiksa. Diantara mereka, dia mengenal beberapa
orang yang pernah dia lihat semasa hidupnya, dan dia juga melihat datangnya dua
orang yang baru saja meninggal, yaitu Buccerelli dan Frescho. Frescho telah
dihukum karena menyimpan harta benda yang didapat secara tidak benar bagi
dirinya. Anak dari Frescho, yang merasa terkejut oleh cerita Blasio ini, seolah
dia disengat oleh petir, dan dia mengakui kebenaran cerita itu. Segara dia
melakukan penggantian dan pelusanan secara penuh. Namun dia tidak cukup puas
dengan tindakan keadilan ini. Agar dirinya sendiri tidak merasakan nasib yang
sama seperti ayahnya itu, dia lalu membagi-bagikan sisa harta bendanya kepada
orang-orang miskin dan menjalani kehidupan didalam biara.
Dari
situ Blasio dibawa menuju Api Penyucian, dimana dia melihat siksaan-siksaan
yang amat berat sekali, yang bermacam-macam bentuknya sesuai dengan dosa-dosa
yang dilakukan oleh masing-masing orang. Dia bisa mengenali banyak sekali
jiwa-jiwa dan beberapa dari mereka meminta dia untuk menghubungi orang tua atau
saudara mereka di dunia, untuk menceritakan penderitaan mereka itu. Mereka juga
meminta doa-doa permohonan dan perbuatan-perbuatan baik bagi kepentingan mereka.
Ketika ditanya tentang keadaan dari jiwa yang meninggal, Blasio menjawab tanpa
ragu dan menceritakan detilnya. “Bapamu”, kata Blasio kepada salah seorang
tamunya, “sudah berada didalam Api Penyucian sejak hari itu. Dia memintamu
untuk memberikan sedekah, tetapi kamu tidak melakukannya”. “Saudaramu”, kata
Blasio kepada tamu lainnya, “memintamu untuk mempersembahkan banyak sekali Misa
Kudus. Kamu telah melakukannya, namun kamu tidak melibatkan diri didalamnya.
Maka masih diperlukan banyak lagi Misa Kudus baginya”.
Blasio
juga bercerita tentang Surga, tempat terakhir yang dia kunjungi. Namun dia
berbicara seperti apa yang dikatakan St.Paulus, yang telah digiurkan oleh Surga
tingkat ke tiga, apakah dia saat itu bersama tubuhnya atau tidak, dia tidak
tahu, disana dia mendengar kalimat yang misterius yang tak bisa diulangi oleh
lidah manusia. Apa yang paling menarik perhatian anak itu adalah adanya banyak
sekali malaikat yang mengelilingi tahta Allah, serta kecantikan yang tak ada
bandingnya dari Perawan Maria Terberkati yang jauh lebih tinggi dari pada
seluruh paduan suara para malaikat.
Kehidupan
dari Bunda Frances Terberkati dari Sakramen Terberkati, seorang religius dari
Pampeluna, memberikan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa rasa sakitnya Api Penyucian
sesuai benar dengan kesalahan yang harus ditebus. Hamba Allah yang terpuji ini
mengalami komunikasi yang amat dekat dengan jiwa-jiwa didalam Api Penyucian,
sehingga banyak sekali jiwa-jiwa itu yang datang kepadanya hingga memenuhi
kamarnya, dan dengan rendah hati mereka menunggu giliran untuk ditolong oleh
doa-doanya. Seringkali dengan mudahnya mereka menimba belas kasihan Bunda
Frances, dimana mereka menampakkan diri dengan membawa sarana dari dosa-dosa
mereka, dan yang kini menjadi sarana dari siksaan mereka. Suatu hari Bunda
Frances melihat seorang religius yang dikelilingi oleh berbagai macam perabot
yang mahal, misalnya lukisan-lukisan, kursi-kursi dan sebagainya dan semuanya
dalam keadaan terbakar. Ternyata religius itu telah mengumpulkan semua harta benda
itu didalam kamarnya, dimana hal itu bertentangan dengan sumpah kemiskinan yang
dia ucapkan, dan setelah kematiannya benda-benda itu menjadi siksaan baginya.
Ada
juga jiwa seorang notaris yang menampakkan diri kepadanya pada suatu hari
dengan segala lencana profesinya. Disekitar tubuhnya terdapat nyala api yang
membuatnya merasa sangat kesakitan. “Aku telah menggunakan pena, tinta, dan
kertas ini”, katanya, “untuk mengaburkan perbuatan-perbuatan yang melanggar
hukum. Aku juga senang berjudi, dan kartu-kartu ini dimana aku dihukum untuk
memeganginya terus di tanganku sebagai hukumanku. Dompet yang menyala terbakar
ini berisi uang hasil perolehanku yang melanggar hukum dan hal itu mengharuskan
aku untuk menebusnya”.
Dari
semua cerita ini kita bisa menarik pelajaran yang besar dan bermanfaat. Manusia
diciptakan untuk melayani Allah. Mereka harus menjadi sarana keutamaan dan
perbuatan baik. Jika manusia menyalah-gunakan miliknya, dan memakai hal itu
untuk berdosa, maka hal itu akan berbalik dan melawan dirinya serta menjadi
sarana bagi hukumannya.
Kehidupan
St.Corpreus, seorang Uskup Irlandia, yang ditulis didalam buku ‘the
Bollandists’, pada 6 Maret, memberi kita contoh yang lain dari masalah yang
sama. Suatu hari ketika orang yang suci ini berdoa, dia melihat hantu yang amat
mengerikan sekali rupanya, dengan penampilan yang pucat seperti timah hitam,
berkalung api pada lehernya, dan pada bahunya terdapat mantel yang
compang-camping. “Siapakah engkau ?”, tanya orang kudus itu, sama sekali dia
tidak merasa terganggu olehnya. “Aku adalah jiwa dari kehidupan sebelah sana”.
“Apa yang membuatmu dalam keadaan yang amat menyedihkan seperti itu ?”.
“Kesalahan-kesalahanku telah mendatangkan pemurnian-pemurnian ini. Penderitaan
telah menerpa diriku, dan aku adalah Malachy, bekas raja Irlandia. Didalam
kedudukanku yang tinggi itu aku seharusnya bisa melakukan banyak kebaikan, dan
merupakan kewajibanku untuk berbuat hal itu. Tetapi aku telah melupakan semua
itu, dan karena itu aku dihukum”. “Apakah kamu melakukan silih bagi
kesalahan-kesalahanmu ?”. “Aku tidak melakukan siluh secara mencukupi, dan hal
ini karena kelemahan yang jelek dari bapa pengakuanku, dimana aku juga telah
menyuap dia dengan memberi dia sebuah cincin emas. Karena itulah maka aku kini
memakai kalung api pada leherku”. “Aku ingin mengetahui”, lanjut Uskup itu,
“mengapa dirimu ditutupi oleh kain compang-camping itu ?”. “Ini adalah
merupakan hukuman yang lain. Aku tidak mau memberi pakaian kepada orang yang
telanjang. Aku tidak mau menolong orang miskin dengan kemurahan hati, rasa
hormat, serta dengan kedermawanan, yang layak bagi kemuliaanku sebagai seorang
raja dan sebagai orang Kristiani. Inilah sebabnya engkau melihat aku mengenakan
pakaian seperti orang miskin dengan kain yang compang-camping ini”. Didalam
buku itu juga ditambahkan bahwa St.Corpreus bersama anggota ordonya kemudian
berdoa bagi orang itu. dan pada akhir dari bulan ke enam, dia memperoleh
pengurangan atas penderitaannya, dan beberapa saat kemudian, raja Malachy
dibebaskan sepenuhnya.
No comments:
Post a Comment