Volume 1 : Misteri Keadilan
Allah
Bab 15
Rasa sakitnya Api Penyucian
Bruder dari St. Magdalen de
Pazzi
Stanislaus Chocosca
Catherine de Racconigi Terberkati.
St.Magdalen
de Pazzi, didalam penglihatannya yang berlangsung semarak, dimana berbagai jenis
penjara dari Api Penyucian diperlihatkan kepadanya, St.Magdalen melihat jiwa
dari saudara laki-lakinya yang telah meninggal dunia setelah menjalani
kehidupan Kristiani yang baik. Namun jiwa ini masih tertahan untuk menderita
karena beberapa kesalahan tertentu, dimana kesalahan itu belum cukup dia tebus
di dunia dulu. Kata orang kudus itu :”Ini adalah merupakan penderitaan yang
paling tidak bisa diabaikan, namun hal itu ditanggungnya dengan rasa bahagia.
Ah ! mengapa hal itu tidak dimengerti oleh mereka yang tidak berani menanggung
salib mereka di dunia ini ? Terkesan oleh pemandangan yang menakutkan ini,
St.Magdalen berlari kepada Suster Kepala, dan dia menjatuhkan tubuhnya pada
kakinya sambil berseru :”Oh ibuku yang terkasih, betapa sangat mengerikan rasa
sakitnya Api Penyucian itu ! Tak pernah aku bisa mempercayainya jika saja Tuhan
tidak menyatakan hal itu kepadaku. Namun aku tak bisa menyebutnya sebagai
tindakan kekejaman, justru hal itu sangat bermanfaat, karena siksaan itu bisa
menuntun jiwa-jiwa kepada bisikan yang tak terkatakan dari Surga”. Untuk lebih
menekankan hal ini kepada pikiran kita, maka sungguh menyenangkan Allah untuk
memberikan kepada orang-orang kudus tertentu sebuah rasa sedikit atas sakitnya
penebusan dosa didalam Api Penyucian itu, seperti setetes air dari secangkir
air yang pahit, dimana jiwa-jiwa yang malang harus meminumnya, ibarat sebuah
letikan api kecil yang membakar mereka.
Seorang
ahli sejarah, Bzovius, didalam bukunya ‘History of Poland’, pada tahun
1598, menceritakan sebuah peristiwa ajaib yang terjadi atas diri Stanislaus
Chocosca Venerabilis, salah satu anggota dari ordo St.Dominikus di Polandia.
Suatu hari, ketika rohaniwan ini, yang memiliki sifat sangat murah hati kepada
orang-orang yang telah meninggal dunia, mendaraskan doa rosario, dia melihat
didekatnya ada suatu jiwa yang diselimuti oleh nyala api. Jiwa itu memohon
belas kasihannya, agar Stanuslaus bisa mengurangi beban penderitaannya yang tak
tertahankan itu, dimana api Pengadilan Ilahi telah meminta jiwa dari wanita itu
untuk menanggungnya. Orang kudus itu, Stanislaus, bertanya kepadanya apakah api
itu lebih menyakitkan dari pada api di dunia ini ? Wanita itu berkata :”Ah !
semua api di dunia ini, jika dibandingkan dengan api yang ada didalam Api Penyucian,
rasanya seperti hembusan angin yang menyegarkan”. Stanislaus hampir-hampir tak
bisa mempercayainya. Dia mengatakan :”Aku berharap untuk memiliki bukti. Jika
Tuhan mengijinkan, demi penyembuhanmu, dan demi kebaikan jiwaku, aku bersedia
untuk menderita sebagian dari rasa sakitmu”. “Celakalah ! Kamu tak bisa
melakukan hal ini. Ketahuilah bahwa tak ada manusia yang bisa menanggung
siksaan seperti itu dan tetap bisa hidup. Namun Tuhan akan mengijinkan kamu
untuk merasakannya dalam tingkatan yang ringan. Ulurkanlah tanganmu”.
Stanislaus mengulurkan tangannya, dan orang yang telah meninggal itu
menjatuhkan setetes keringat, atau semacam cairan yang seperti itu pada
tangannya. Pada saat itu juga, religius itu berteriak kesakitan hingga jatuh ke
tanah dan mengerang-ngerang, karena begitu kerasnya rasa sakit itu. Lalu para
sahabatnya berlari kearahnya, dan mereka segera menolongnya. Ketika sudah
tersadar kembali, dia menceritakan peristiwa mengerikan itu yang telah terjadi
pada dirinya, dimana para sahabatnya masih bisa menyaksikan bukti yang
kelihatan. “Ah ! para Bapa yang terkasih”, katanya, “jika saja kita tahu
kerasnya pemurnian-pemurnian Ilahi ini, maka kita tak akan mau berbuat dosa,
atau berhenti melakukan penebusan dosa selama kehidupan ini, untuk bisa
menghindari hukuman didalam Api Penyucian”.
Stanislaus
dibaringkan di tempat tidurnya sejak saat itu. Dia hidup setahun lebih lama
didalam penderitaan yang amat kejam yang disebabkan oleh luka-lukanya. Lalu
untuk terakhir kalinya dia mengajak para sahabatnya untuk selalu mengingat
kerasnya Pengadilan Ilahi. Kemudian dia tertidur dengan damai didalam Allah.
Para ahli sejarah Gereja menambahkan bahwa contoh ini menghidupkan kembali
semangat diseluruh biara itu dan diseluruh propinsi.
Kita
juga membaca kisah yang sama didalam biografi dari Catherine dari Racconigi
Terberkati. Suatu hari ketika sedang menderita rasa sakit yang luar biasa
besarnya, sehingga dia sampai meminta tolong kepada para Suster sahabatnya, dia
merenungkan tentang jiwa-jiwa didalam Api Penyucian, dan untuk mengurangi
panasnya nyala api yang mereka alami itu, Catherine Terberkati mempersembahkan
kepada Allah panas membakar dari demamnya saat itu. Saat itu, dalam keadaan
ekstase, Catherine didalam rohnya, dibawa menuju tempat penebusan dosa, dimana
dia melihat nyala api dan tungku pemanggang, dimana jiwa-jiwa dimurnikan disitu
dengan melalui siksaan yang amat besar. Sementara merenung itu, dengan penuh
rasa kasihan kepada mereka oleh pemandangan yang menimbulkan rasa belas kasihan
itu, maka Catherine mendengar sebuah suara yang berkata kepadanya :”Catherine,
agar kamu bisa mendapatkan pembebasan yang paling cepat bagi jiwa-jiwa ini,
maka kamu harus ikut serta, dengan cara-cara tertentu, didalam siksaan mereka”.
Pada saat yang sama nampak sebuah letikan api kecil yang keluar dari nyala api
itu dan turun kearah pipi kirinya. Para Suster yang hadir saat itu bisa
menyaksikan letikan api itu dengan jelas, dan juga mereka bisa melihat dengan
rasa takut bahwa wajah dari orang yang sakit itu, Catherine, mulai membengkak
hingga menakutkan sekali. Dia hidup beberapa lama dengan keadaan seperti ini,
dan seperti yang dikatakan sendiri oleh Catherine Terberkati kepada saudara
perempuannya, penderitaan rasa sakit yang disebabkan oleh letikan api kecil itu
jauh lebih besar dari pada segala rasa sakit yang pernah dialaminya selama ini.
Hingga saat itu, Catherine Terberkati terus membaktikan dirinya, dengan
kemurahan hati, demi penghiburan jiwa-jiwa didalam Api Penyucian. Namun sejak
saat itu dan seterusnya, dia meningkatkan usaha dan semangatnya untuk
mempercepat pembebasan mereka, karena dia tahu dari pengalamannya, bahwa mereka
sangat membutuhkan pertolongannya.
No comments:
Post a Comment