Volume 1 : Misteri Keadilan Allah
Bab 17
Rasa sakitnya Api Penyucian
Quinziani Terberkati
Kaisar Maurice
Didalam
buku biografi Stephana Quinziani Terberkati, seorang biarawati Dominikan,
disebutkan ada seorang wanita yang bernama Paula yang meninggal di biara
Mantua, setelah menjalani kehidupan yang panjang didalam keutamaan dan
kebijaksanaan yang amat menonjol. Tubuh Paaula kemudian dibawa ke Gereja dan
ditempatkan dalam keadaan terbuka disana, diantara para anggota religius
disitu. selama doa-doa dodaraskan, Quinziani berlutut didekat usungan mayat
Paula, serta dia mendoakan Paula yang sangat dia kasihi itu. Tiba-tiba orang
yang meninggal itu menjatuhkan salib yang ditempatkan pada tangannya, dia
meluruskan tangannya hingga menekan tangan kanan dari Quinziani Terberkati,
seperti seorang yang menderita sakit dan meminta tolong kepada sahabatnya.
Paula terus berbuat seperti itu hingga beberapa lama dan kemudian menarik
kembali tangannya dan menaruh kembali didalam peti mayat. Para religius yang
ada disitu merasa terkejut atas keajaiban ini dan mereka meminta penjelasan
dari Suster yang terberkati itu. Dia menjawab bahwa ketika orang yang mati itu
menekan tangannya, ada suara yang berseru didalam hatinya :”Tolonglah aku,
Suster yang terkasih, tolonglah aku dari siksaan yang amat menakutkan ini. Oh,
jika saja kamu tahu betapa kerasnya Hakim itu, yang meminta kasih kita, betapa
besarnya penebusan dosa yang Dia minta bagi keslahan yang kecil saja, sebelum
Dia mengijinkan kita untuk menerima ganjaran ! Jika saja aku tahu betapa kita
harus benar-benar bersih dan murni untuk bisa melihat wajah Allah ! Berdoalah !
berdoalah !, lakukanlah silih bagiku, yang tak bisa lagi menolong diriku
sendiri”.
Quinziani
Terberkati merasa tersentuh oleh permintaan sahabatnya ini. Maka dia
menyerahkan bagi sahabatnya itu segala tindakan silih, karya-karya kebaikan,
hingga dia merasa pasti, dengan datangnya pencerahan yang baru kepadanya, yang
memberitakan bahwa Paula telah dibebaskan dari penderitaannya, dan telah masuk
kedalam kemuliaan kekal.
Kesimpulan
yang bisa diambil dari pernyataan Pengadilan Ilahi yang dahsyat ini adalah
bahwa kita harus segera menebus dosa-dosa kita. Tentu saja seorang yang jahat
yang akan dihukum dengan cara dibakar hidup-hidup, tak akan menolak datangnya
pengurangan rasa sakitnya itu, jika dia boleh memilih dan pilihan itu
diserahkan kepadanya. Katakanlah kemudian jika dia diberitahu : kamu bisa
membebaskan dirimu dari hukuman yang amat berat itu dengan syarat bahwa selama
3 hari kamu harus berpuasa atas roti dan air. Apakah dia akan menolaknya ?
Kalau ada orang yang lebih menyenangi siksaan api dari pada hukuman yang lebih
ringan, apakah dia tidak dianggap sebagai orang yang kurang waras ? Maka jika
ada orang yang lebih menyukai rasanya api dari Api Penyucian lebih dari pada
tindakan penebusan dosa secara Kristiani, adalah sebuah kebodohan yang tak
terhingga besarnya. Kaisar Maurice sungguh memahami hal ini, dan dia bertindak
cukup bijaksana. Sejarah mencatat bahwa raja ini tak diragukan lagi kwalitas dirinya
yang membuatnya dikasihi oleh St.Gregorius Agung. Menjelang akhir dari
pemerintahannya dia telah melakukan sebuah dosa berat dan dia melakukan
penebusan dosa dengan melalui pertobatan yang patut dicontoh.
Setelah
kalah berperang melawan raja Avari, dia menolak membayar upeti bagi para
tawanan, meskipun dia telah diminta 1/6 dari coin emas, harga ini lebih kecil
dari 1 dollar sekarang. Penolakan ini telah membuat raja pemenang itu menjadi
marah besar sehingga dia lalu memerintahkan pembunuhan terhadap semua serdadu
Roma, yang jumlahnya mencapai 12000 orang. Lalu kaisar itu mengakui
kesalahannya. Dia lalu mengirimkan uang itu beserta lilin-lilin kepada
Gereja-gereja dan biara-biara yang besar, untuk memohon kepada Tuhan agar
berkenan menghukumnya di dunia ini dari pada di dunia sana. Doa-doanya
didengarkan. Pada tahun 602, dengan berharap agar pasukannya sudah bisa
menyeberangi sungai Danube didalam musim dingin nanti, sebuah pemberontakan
muncul diantara pasukannya. Lalu mereka mendorong pemimpin pasukan untuk
menjadi kaisar. Penduduk kota itu lalu mengikuti jejak para pasukan itu. Maka
Maurice terpaksa harus melarikan diri malam itu, setelah dia melepaskan semua
atribut kerajaannya, dimana semua itu kini hanya menjadi sumber rasa takut saja
baginya. Meskipun begitu dia tetap dikenali orang. Akhirnya dia ditangkap
bersama istrinya, 5 anak laki-lakinya, 3 anak perempuannya, bahkan bisa
dikatakan seluruh keluarganya, kecuali anak laki-laki tertua, yang telah dia
mahkotai sebagai pengganti kaisar dan ternyata bisa lolos dari penangkapan itu.
Maurice dan 5 anak laki-lakinya dibunuh didekat Chalcedon. Pertumpahan darah
itu dimulai dari anaknya yang terkecil, yang dibunuh dihadapan mata ayah yang
malang itu, tanpa bisa mengucapkan keluhannya sama sekali. Dengan mengingat
rasa sakitnya di dunia sebelah sana, maka dia sudah merasa bahagia menderita
saat itu, dan didalam proses pembantaian itu dia tidak berkata apa-apa kecuali
seperti yang tertulis didalam Mzm. :”Engkaulah adil, Tuhan, dan pengadilanMu
adalah benar” (Mzm. 118).
No comments:
Post a Comment