KARDINAL EIJK
MEMINTA PAUS UNTUK MENGKLARIFIKASI PERTANYAAN TENTANG (PASANGAN) YANG BERCERAI
DAN ‘MENIKAH LAGI’
Oleh: Maike Hickson
26 Januari 2018
26 Januari 2018
Seperti yang dilaporkan oleh Katholisch.de - situs resmi para uskup
Jerman - hari ini, Kardinal Willem Eijk, kardinal Belanda dan Uskup Agung di
Utrecht, meminta agar Paus Fransiskus membawa terang ke dalam kebingungan
seputar pertanyaan tentang bagaimana menghadapi mereka yang bercerai dan ‘menikah lagi’ di Gereja.
Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan hari ini di surat kabar Belanda Trouw, Cardinal Eijk (64) mengatakan:
"Orang-orang menjadi bingung, dan itu tidak baik."
Kardinal Eijk merujuk kepada ajaran
ambigu yang berasal dari dokumen paus ‘Amoris Laetitia.’ Seperti yang
dikatakan Katholisch.de:
Francis meminta agar gagasan itu
dimungkinkan, dalam kasus-kasus individual, bahwa mereka yang bercerai dan
menikah lagi bisa memiliki akses kepada Sakramen-sakramen - setelah
pemeriksaan pastoral yang hati-hati, dan bahkan jika pernikahan kanonik mereka
sebelumnya masih berlaku.
Kardinal Eijk mengusulkan agar paus
menulis sebuah dokumen tambahan yang menghapus semua keraguan itu. Eijk
sendiri, dalam hal ini, mendukung penafsiran yang lebih ketat terhadap Hukum
Kanonik. Menurutnya, umat Katolik tidak boleh diizinkan untuk menikah kembali
jika perceraian mereka belum diproses ke pengadilan perkawinan Gereja. Jika
tidak, menurut Eijk, pasangan ini ‘tidak boleh memiliki akses untuk
menerima Komuni Kudus.’ Seperti yang dia katakan, menurut
terjemahan Mark de Vries:
"Kita mempunyai Sabda Kristus,
bahwa pernikahan itu satu kali dan tak terpisahkan. Itulah yang kami
pertahankan di keuskupan agung. Ketika sebuah pengadilan gerejawi telah
menyatakan sebuah pernikahan batal,
maka secara resmi dikonfirmasikan bahwa tidak
pernah ada pernikahan atas suatu pasangan. Hanya pada saat itulah, seseorang
bebas untuk menikah (kembali) dan menerima sakramen Pengakuan dan Komuni
Kudus."
Seperti yang dilaporkan Katholisch.de, Kardinal Eijk juga
mengkritik perdebatan tentang topik ini di dalam Gereja Katolik: “Satu konferensi
uskup menetapkan peraturan yang berbeda dari yang lainnya.” Dia berkata: "Tapi
apa yang 'benar' di satu tempat tidak bisa tiba-tiba menjadi 'tidak benar' di
tempat lain."
Pernyataan Kardinal Eijk ini memiliki bobot
yang cukup besar karena dia adalah seorang ahli yang dihormati dalam hal
pertanyaan-pertanyaan seputar teologi moral. Selain itu, dia bukanlah seorang
prelatus pensiunan dan karenanya dia mengambil risiko lebih besar untuk
membuat pendirian semacam itu. Pada tahun 2015, dia termasuk di antara para
penandatangan surat 'tiga belas Kardinal' kepada Paus Fransiskus, yang meminta
sebuah prosedur yang ‘fair’ selama berlangsungnya
Sinode para Uskup yang
kedua tentang Pernikahan dan Keluarga.
Lebih jauh lagi menjelang Sinode
Keluarga Kedua tahun 2015, Kardinal Eijk termasuk di antara ‘sebelas
kardinal’ yang
menerbitkan sebuah buku untuk membela ajaran tradisional tentang pernikahan,
yang berjudul Eleven Cardinal Speak on
Marriage and the Family: Essays from a Pastoral Standpoint. Dalam buku itu,
Kardinal John Onaiyekan (Nigeria) menyampaikan kata-kata berikut yang sekarang
ini berdering dengan nada yang menusuk:
Sinode (tentang keluarga) diadakan
bukan untuk memutuskan apakah pasangan yang bercerai dan menikah kembali bisa
menerima Komuni Kudus. Ini tentu bukan tujuan sinode. Sinode juga tidak
diadakan untuk membahas masalah homoseksualitas dan apakah dua pria Katolik
atau dua wanita Katolik dapat hadir di altar untuk menikah. [...] ”Karena ini adalah
isu-isu yang sudah jelas dalam doktrin kita. Sinode tidak diadakan untuk
mengubah doktrin atau ajaran Gereja.”
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment