PARA KLERUS DAN ILMUWAN TERKEMUKA,
MENUDUH PAUS FRANCIS MELAKUKAN BIDAAH, DALAM SURAT TERBUKA
30 April 2019 (LifeSiteNews) - Dua puluh orang klerus dan ilmuwan terkemuka, termasuk Pastor
Aidan Nichols, salah satu teolog terkenal di belahan dunia berbahasa Inggris,
telah mengeluarkan surat terbuka yang menuduh Paus Francis melakukan bidaah.
Mereka meminta kepada para uskup Gereja Katolik, kepada siapa surat terbuka itu
ditujukan, untuk "mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna menghadapi
situasi yang sulit" dari seorang paus yang melakukan kejahatan ini.
Para penulis itu mendasarkan tuduhan mereka terhadap perbuatan
bidaah dari paus Francis berdasarkan berbagai perbuatan dan perkataan paus
Francis yang bertentangan dengan iman serta dukungan-dukunga paus Francis terhadap
para uskup yang dalam kehidupan mereka sehari-hari telah menunjukkan diri
mereka memiliki rasa tidak hormat yang jelas terhadap iman dan moral Gereja.
"Kami mengambil langkah ini sebagai upaya terakhir untuk
menanggapi kerusakan yang diakibatkan oleh perkataan dan tindakan paus Francis
selama beberapa tahun ini, yang telah memunculkan salah satu krisis terburuk
dalam sejarah Gereja Katolik," demikian kata para penulis surat terbuka
itu.
Di antara para penandatangan surat itu adalah para sarjana
yang cukup banyak dihormati, seperti Pastor Thomas Crean, Pastor. John
Hunwicke, Profesor John Rist, Dr. Anna Silvas, Profesor Claudio Pierantoni, Dr.
Peter Kwasniewski, dan Dr. John Lamont. Naskahnya bertanggal "Minggu
Paskah" dan muncul pada Hari Perayaan tradisional St. Catherine dari Siena, seorang kudus yang pernah menasihati dan
memperingatkan beberapa orang paus pada zamannya.
Dokumen setebal 20 halaman itu merupakan tindak lanjut dari tindakan Koreksi Persaudaraan terhadap paus Francis tahun 2017 yang
ditandatangani awalnya oleh 62 orang ilmuwan Katolik, dimana koreksi itu menyatakan
bahwa Paus Francis telah “secara efektif mendukung 7 buah sikap atau perbuatan sesat
dalam hal pernikahan, kehidupan moral, dan penerimaan sakramen-sakramen, dimana
hal itu telah menyebabkan opini-opini sesat ini menyebar di seluruh Gereja
Katolik,” khususnya yang tercantum dalam nasihat dan anjuran paus Francis Amoris
Laetitia 2016.
Para penulis surat terbuka itu menyatakan dalam ringkasan surat mereka (baca di bawah) bahwa sekarang telah menjadi jelas bahwa paus Francis sadar akan posisinya sendiri
yang bertentangan dengan iman dan bahwa waktunya telah tiba untuk bergerak "selangkah
lebih maju" dengan mengklaim bahwa paus Francis telah "bersalah karena
melakukan kejahatan bidaah."
"Kami membatasi diri dengan menuduhnya bidaah pada
kesempatan-kesempatan di mana dia secara terbuka telah menyangkal kebenaran
iman, dan kemudian secara konsisten bertindak dengan cara yang menunjukkan
bahwa dia telah mengingkari kebenaran-kebenaran, yang telah dia tolak secara
terbuka," demikian para penulis surat terbuka itu menyatakan.
Mereka mengklarifikasi bahwa mereka tidak
mengklaim bahwa paus Francis telah "menyangkal kebenaran iman dalam
pernyataan-pernyataan yang memenuhi syarat bagi sebuah pengajaran kepausan yang
sempurna."
"Kami menyatakan bahwa hal ini tidak mungkin, karena itu
tidak sesuai dengan bimbingan yang diberikan kepada Gereja oleh Roh
Kudus," kata mereka.
Mengingat situasi yang seperti ini, para penulis menyerukan
kepada para uskup Gereja untuk mengambil tindakan segera karena "kepausan yang
sesat tidak mungkin dapat ditoleransi atau disamarkan, untuk menghindari
kejahatan yang lebih buruk."
Karena alasan ini, para penulis “dengan hormat
meminta kepada para uskup Gereja untuk menyelidiki tuduhan yang terkandung
dalam surat mereka itu, sehingga jika mereka menilai tuduhan-tuduhan itu beralasan,
mereka dapat membebaskan Gereja dari kesusahannya saat ini, sesuai dengan
pepatah suci, Salus animarum prima lex
('keselamatan jiwa adalah hukum
tertinggi'). Para uskup dapat melakukan hal ini, demikian para penulis surat
itu menyarankan, “dengan cara memperingatkan paus Francis untuk menolak ajaran-ajaran
sesat ini, namun jika dia terus-menerus menolak saran ini, hal itu berarti bahwa
dia telah dengan bebas melepaskan dirinya dari jabatan kepausannya.”
Para penulis menyampaikan secara terperinci - dan dengan
referensi teologis untuk mendukung klaim mereka – bahwa paus Francis telah
telah menunjukkan dirinya menerima, menyebarkan, atau mendukung berbagai sikap
yang bertentangan dengan iman, termasuk "tujuh proposisi yang bertentangan
dengan kebenaran iman yang diungkapkan secara ilahi."
Salah satu ajaran sesat yang dituduhkan para penulis kepada paus
Francis telah dinyatakan dalam proposisi berikut: “Seorang beriman Kristiani
yang memiliki pengetahuan penuh tentang hukum ilahi, namun yang secara sukarela
memilih untuk melanggarnya dalam masalah-masalah yang serius, tidaklah berada
dalam keadaan dosa berat sebagai hasil dari tindakan ini.” Banyak dari
pernyataan sesat paus Francis ini menyentuh pertanyaan tentang pernikahan dan
keluarga dan hal ini dapat ditemukan di dalam Amoris Laetitia. Tetapi ada juga klaim baru yang dibuat oleh paus
Francis pada tahun 2019 - yaitu, bahwa“ keragaman agama "adalah"
dikehendaki oleh Allah "- yang tercantum dalam dokumen resmi dan terbuka
untuk umum.
Dalam satu bagian dari surat terbuka itu, para penulisnya
mendaftar banyak uskup dan umat awam, yang, meskipun secara terbuka menyimpang dari
doktrin dan moral Katolik - baik dengan kata-kata atau perbuatan mereka – tetapi
justru mereka, oleh Paus Francis, dipuji-puji secara terbuka (seperti misalnya Emma
Bonino) atau diangkat ke posisi yang berpengaruh (seperti misalnya Kardinal
Oscar Rodrigez Maradiaga). Dalam daftar ini ada nama-nama seperti Kardinal Blase
Cupich, Kardinal Godfried Danneels, Kardinal Donald Wuerl, Uskup Gustavo
Zanchetta, dan Uskup Juan Barros.
Kenyataan bahwa paus Francis tidak pernah mau menanggapi
dubia (pertanyaan) tentang Amoris Laetitia yang disampaikan oleh Cardinals
Carlo Caffarra, Joachim Meisner, Walter Brandmüller, dan Raymond Burke, juga disebutkan
dalam surat terbuka itu. Selain itu, para penulis menunjukkan bahwa paus
Francis telah mengubah anggota Akademi
Kepausan bagi Kehidupan sedemikian rupa sehingga para ahli Katolik ortodoks
telah digantikan oleh para ahli heterodoks, seperti Pastor Maurizio Chiodi.
Berbicara kepada para uskup di dunia - di antaranya dapat
ditemukan sebanyak 222 orang kardinal yang ada saat ini - para penulis surat
terbuka itu menyatakan rasa terima kasih mereka kepada para uskup yang telah
membela doktrin Katolik melalui kesaksian pribadi mereka sendiri.
“Kami menyadari dengan rasa syukur bahwa beberapa di antara
Anda telah menegaskan kembali kebenaran-kebenaran yang bertentangan dengan
ajaran sesat yang telah kami cantumkan, atau telah memperingatkan adanya bahaya
serius yang mengancam Gereja dalam masa kepausan ini,” kata mereka. Di sini,
para kardinal pengusul dubia, tetapi juga Kardinal Willem Eijk, juga disebutkan.
Para penulis juga berterima kasih kepada Kardinal Gerhard Müller atas Manifesto
Iman yang dikeluarkannya.
Akan tetapi, para penulis percaya bahwa pada masa ini dalam
sejarah, enam tahun memasuki masa kepausan Francis, dibutuhkan lebih banyak,
yaitu pendekatan yang lebih langsung dan otoritatif. Mereka mengakui keterbatasan
mereka sendiri ketika mereka memberi tahu para uskup: “Terlepas dari bukti yang
telah kami kemukakan dalam surat ini, kami menyadari bahwa bukanlah hak kami
untuk menyatakan paus bersalah atas delik penyesatan bidat dengan cara yang akan
memiliki konsekuensi kanonik bagi umat Katolik."
"Karena itu kami memohon kepada Anda semua, para uskup
di dunia, sebagai bapa spiritual kami, para wakil Kristus di dalam yurisdiksi
Anda sendiri, dan bukan vikaris di Roma, paus Francis, agar Anda secara terbuka
menegur paus Fransiskus agar menghapuskan ajaran-ajaran sesat yang telah
dianutnya. Bahkan meski tidak menyampaikan pertanyaan tentang kepatuhan pribadi
paus Francis kepada keyakinan sesat ini, tetapi perilaku paus Francis sehubungan
dengan tujuh proposisi yang bertentangan dengan kebenaran-kebenaran yang disampaikan
secara ilahi, yang disebutkan di awal surat ini, para penulis surat itu membenarkan
tuduhan delik penyesatan yang dilakukan oleh paus Francis.Tidak diragukan lagi
bahwa paus Francis mempromosikan dan menyebarkan pandangan sesat tentang
poin-poin ini. Mempromosikan dan menyebarkan ajaran sesat merupakan alasan yang
cukup dalam dirinya sendiri untuk tuduhan delik bidaah. Oleh karena itu, ada
alasan yang sangat besar bagi para uskup di dunia untuk menganggap serius
tuduhan bidaah ini dan agar mereka segera berusaha untuk memperbaiki situasi
ini,” kata para penulis itu.
Para penulis memperjelas bahwa itu tergantung pada para uskup
di dunia untuk mengambil tindakan dan bahwa mereka tidak memerlukan mayoritas
di antara para uskup untuk melakukannya.
"Karena paus Francis telah memanifestasikan ajaran sesat
melalui berbagai tindakannya dan juga dengan kata-katanya, maka segala upaya
perbaikan harus melibatkan tindakan penolakan dan pembalikan semua tindakan-tindakan
ini, termasuk pencalonannya atas para uskup dan kardinal yang telah mendukung segala
bidaah ini dengan melalui perkataan atau tindakan mereka. Peringatan seperti itu
adalah suatu tugas amal kasih persaudaraan kepada Paus, serta kewajiban kepada
Gereja," mereka menyatakan.
"Jika - yang ini dilarang oleh Tuhan! - Paus Francis
tidak bisa menghasilkan buah pertobatan sejati dalam menanggapi peringatan ini,
maka kami meminta Anda agar melaksanakan tugas Anda untuk menyatakan bahwa dia
telah melakukan delik bidaah kanonik dan bahwa dia harus menerima konsekuensi
kanonik atas kejahatan ini,” tambah mereka.
Jadi, para penulis menyatakan, “Tindakan-tindakan
ini tidak perlu diambil oleh semua uskup Gereja Katolik, atau bahkan oleh
mayoritas dari mereka. Bagian penting dan representatif dari para uskup Gereja
yang setia akan memiliki kuasa untuk mengambil tindakan ini.”
Dokumen 20 halaman lengkapnya dapat dibaca disini. Bibliografi pilihan untuk mendukung kasus yang dimuat dalam
surat terbuka kepada para uskup Gereja Katolik tentang ajaran sesat Paus
Fransiskus dapat dibaca di sini.
******
Ringkasan surat terbuka kepada para uskup seperti yang disampaikan oleh para penulis:
Surat Terbuka untuk para uskup Gereja Katolik adalah tahap
ketiga dalam proses yang dimulai pada musim panas 2016. Pada waktu itu, sebuah
kelompok ad hoc klerus dan cendekiawan Katolik menulis surat pribadi kepada
semua kardinal dan patriark Katolik Timur, menunjukkan ajaran sesat dan
kekeliruan serius lainnya yang tampak jelas terkandung dalam Anjuran Kerasulan
Paus Francis Amoris laetitia. Tahun berikutnya, setelah Paus Francis
melanjutkan dengan kata-kata, perbuatan, dan kelalaian dalam menyebarkan banyak
bidaah yang sama ini, sebuah 'Koreksi Persaudaraan’ ditujukan kepada paus oleh
banyak orang yang sama, juga oleh para klerus dan cendekiawan lainnya. Surat
kedua ini dipublikasikan pada September 2017, dan sebuah petisi yang
mendukungnya ditandatangani oleh sekitar 14.000 orang. Namun para penulis surat
itu menyatakan bahwa mereka tidak berusaha untuk menilai apakah Paus Francis
sadar bahwa dia telah menyebabkan penyesatan.
Surat Terbuka yang sekarang ini yang ditujukan kepada para
uskup Gereja Katolik, melangkah lebih jauh dengan mengklaim bahwa paus Francis
bersalah atas kejahatan bidaah. Kejahatan ini dilakukan ketika seorang Katolik
dengan sadar dan terus-menerus menyangkal sesuatu yang dia tahu jika Gereja mengajarkan
bahwa hal itu diungkapkan oleh Allah. Secara keseluruhan, kata-kata dan
tindakan paus Francis akan menuju kepada penolakan komprehensif atas ajaran
Katolik tentang perkawinan dan aktivitas seksual, tentang hukum moral, dan
tentang rahmat kerahiman dan pengampunan dosa.
Surat Terbuka juga menunjukkan hubungan antara
penolakan terhadap pengajaran Katolik dan persetujuan yang diperlihatkan oleh paus
Francis kepada para uskup dan klerus lain yang telah bersalah karena dosa-dosa dan
kejahatan seksual, seperti mantan Kardinal Theodore McCarrick, atau mereka yang
telah melindungi para klerus lain yang bersalah karena dosa dan kejahatan
seksual, seperti Kardinal Godfried Danneels. Perlindungan dan promosi terhadap para
klerus yang menolak ajaran Katolik tentang perkawinan, aktivitas seksual, dan
tentang hukum moral secara umum, bahkan ketika para klerus ini secara pribadi
melanggar hukum moral dan sipil dengan cara-cara yang amat menghebohkan, adalah cukup konsisten dan layak
untuk dianggap sebagai kebijakan dari pihak paus Francis. Setidaknya, itu
adalah bukti ketidakpercayaan akan kebenaran ajaran Katolik tentang hal-hal
ini. Ini juga menunjukkan strategi paus Francis untuk memaksakan penolakan
terhadap ajaran-ajaran ini di dalam Gereja, dengan mengangkat kepada pos-pos
berpengaruh terhadap orang-orang yang kehidupan pribadinya didasarkan pada
pelanggaran terhadap kebenaran-kebenaran Gereja.
Para penulis surat terbuka menganggap bahwa sebuah
kepausan yang sesat tidak mungkin dapat ditoleransi atau dibiarkan tetap
berjalan, untuk menghindari kejahatan yang lebih buruk. Hal itu telah menyerang
kebaikan dasar Gereja dan harus diperbaiki. Karena alasan inilah maka penelitian
itu menyimpulkan dengan menggambarkan prinsip-prinsip teologis dan hukum
tradisional yang berlaku untuk situasi saat ini. Para penulis dengan hormat
meminta para uskup Gereja untuk menyelidiki tuduhan yang terkandung dalam surat
itu, sehingga jika mereka menilai tulisan itu beralasan, mereka dapat
membebaskan Gereja dari kesusahannya saat ini, sesuai dengan pepatah suci, Salus animarum prima lex ('keselamatan jiwa
adalah hukum tertinggi'). Mereka dapat melakukan hal ini dengan menegur paus
Francis agar menolak semua bidaah ini, namun jika dia terus-menerus menolak
saran ini, hal itu berarti bahwa dia telah dengan bebas melepaskan dirinya dari
jabatan kepausannya.”
Sementara surat terbuka ini adalah dokumen yang
tidak biasa, bahkan bersejarah, hukum Gereja sendiri mengatakan bahwa “umat yang
setia milik Kristus memiliki hak, dan tugas, sesuai dengan pengetahuan,
kompetensi, dan martabat mereka, untuk menyatakan kepada para pastor yang kudus,
penilaian mereka tentang hal-hal yang berkaitan dengan kebaikan Gereja ”(Code
of Canon Law, kanon 212.3). Sementara banyak umat Katolik yang berpendapat
bahwa seorang paus berbicara tak bisa salah dalam kondisi-kondisi tertentu,
yang ditentukan secara ketat, Gereja tidak mengatakan bahwa paus tidak dapat
jatuh dalam bidaah di luar kondisi-kondisi ini.
Para penandatangan Surat Terbuka tidak hanya meliputi
orang-orang spesialis dalam teologi dan filsafat, tetapi juga akademisi dan
cendekiawan dari bidang-bidang lain. Hal ini sangat sesuai dengan klaim sentral
dari Surat Terbuka itu, bahwa penolakan paus Francis terhadap kebenaran-kebenaran
yang terungkap, adalah bukti bagi setiap umat Katolik yang terdidik dengan baik
yang bersedia untuk memeriksa bukti yang ada. Tanda tangan Pastor Aidan Nichols
OP dan Profesor John Rist patut dicatat. Pastor Nichols adalah salah satu
teolog terkenal di bagian dunia berbahasa Inggris, dan penulis dari banyak buku
tentang berbagai topik teologis, termasuk karya Hans Urs von Balthasar dan
Joseph Ratzinger. Profesor Rist, yang dikenal karena karyanya dalam filsafat
klasik dan sejarah teologi, telah memegang kursi dan jabatan profesor di
Universitas Toronto, Augustinianum di Roma, Universitas Katolik Amerika, Universitas
Aberdeen, dan Universitas Ibrani Yerusalem.
Surat Terbuka itu dirilis tepat setelah
perayaan Pekan Suci dan Minggu Paskah, dengan harapan bahwa 'kesengsaraan’ Gereja
saat ini akan segera memberi jalan bagi kebangkitan penuh kebenaran Allah yang
menyelamatkan.
Para klerus dan akademisi yang
ingin menandatangani surat terbuka dapat mengirimkan nama dan kredensial mereka
kepada penyelenggara di alamat email ini: openlettertobishops@gmail.com. Semua
permintaan akan diperiksa secara menyeluruh.