PACHAMAMA
MEMBUKTIKAN BAHWA DI VATIKAN,
KEBENARAN ADALAH LEBIH LANGKA DARIPADA KHAYALAN
Banyak umat Katolik baru saja terbangun dari apa yang
tampaknya seperti sebuah mimpi nyata, atau lebih tepatnya ‘mimpi buruk neraka.’
Sinode Pan-Amazon dengan ‘penuh belas kasihan’ tersandung ketika melewati garis
finisnya pada akhir Oktober, dan sekarang berbagai serangan revolusioner
terhadap Gereja terus berlanjut dengan gencar, tanpa susah payah membuat
konferensi pers harian dan penolakan terhadap Pachamama.
Pertama, sebuah peringatan. Jika mungkin seorang
pejabat Vatikan membaca ini dan berasumsi bahwa saya adalah seorang elitis
Katolik sayap kanan yang dituduh telah didanai dengan cukup. Saya bukanlah
seperti itu - meskipun, saya akui, tuduhan itu memang memiliki daya tarik
tertentu. Saya hanya seorang Katolik yang biasa-biasa saja, tetapi saya setia.
Jadi silakan cari keterangan mengenai halaman
Wikipedia saya.
Apa yang sebenarnya terjadi di Roma bulan lalu?
4 Oktober 2019, pesta Santo Fransiskus dari Assisi,
merupakan awal yang tepat. Itu adalah hari puasa pribadi untuk sinode, yang memiliki
makna profetik, karena seandainya saya makan, makanan itu mungkin berakhir di
layar komputer saya. Saya berbicara tentang video yang menampilkan taman Vatikan yang terkenal kejam,
di mana sebuah perpaduan spiritualis (dukun-dukun) yang terbangun, yang jelas
bukan para penari profesional, yang bersujud di hadapan patung-patung ukiran
wanita hamil telanjang. Seperti wabah belalang dalam Kitab Suci, atau liturgi
yang tercerahkan, para Pachamama telah tiba.
Perintah Pertama cukup sederhana: “Akulah TUHAN,
Allahmu; jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan kasihilah Aku lebih dari
segala sesuatu.” Ini bukan
sekadar sentimen Perjanjian Lama. Tanyakan kepada para pengusir setan sejati,
bagaimana jika orang melanggar Perintah ini dapat menyebabkan serangan setan,
obsesi, dan bahkan kerasukan. Jadi, bagaimana mungkin perjalanan Pachamama bisa
begitu mencolok? Diterima dengan tangan terbuka?
Tidak masalah apa yang mungkin kita pikirkan, karena
kita telah diberitahu apa yang harus dipikirkan. Pertama, patung-patung ukiran ini, pada
kenyataannya, itu hanyalah menggambarkan patung telanjang dari Bunda Maria dan St.
Elizabeth - sebagai penghinaan yang jelas terhadap apa yang murni dan suci bagi
Tuhan, dan hal itu merupakan pelanggaran terhadap Perintah Pertama. Selanjutnya,
kita diberi tahu bahwa patung-patung telanjang ini hanyalah representasi yang tidak
berbahaya dari Ibu Pertiwi (tetapi bukan Pachamama, yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris sebagai Mother Earth). Mereka kemudian ditempatkan secara
mencolok di sebuah gereja Katolik - sebuah tindakan skandal penghancuran yang
bertentangan dengan Perintah Pertama. Akhirnya, kita tiba di lingkaran penuh
ketika Paus Francis mengklarifikasi bahwa sosok ukiran itu memang adalah berhala
Pachamama - yang merupakan pelanggaran berat terhadap Perintah Pertama. Hal ini
menggambarkan komedi manusia yang kacau dan membingungkan dari Sinode
Pan-Amazon, yang pasti akan diingat sebagai salah satu kemalangan paling
memalukan dalam sejarah Gereja.
Ada banyak contoh. Suatu malam, saya dan istri saya
sedang duduk di ruang tamu. Dia sedang menyusui bayi baru kami, Jude. Saya
sedang membaca sebuah laporan dari reporter ‘tak
kenal takut’ George Neumayr. Jude jelas sedang menyusui seolah-olah dia telah
berpuasa sepanjang hari sebagai silih dan perlu menebus waktu yang hilang.
"Perawat Jude seperti babi, bukankah
begitu?" saya berkomentar kepada istri saya.
Sebelum dia bisa menjawab, saya menunjukkan kepadanya
gambar dari Gereja Santa Maria dari Traspontina di Roma, dimana ada poster seorang
wanita sedang menyusui seekor binatang.
"Apakah wanita ini menyusui babi?" saya bertanya-tanya.
"Atau mungkin musang?"
Rupanya, itu adalah gambar yang salah untuk
menunjukkan seorang ibu yang dengan patuh menyusui anaknya. Para ibu, terutama
mereka yang jarang bisa tidur nyenyak, menjadi jengkel ketika peran keibuan
mereka diejek. Itu semua saling berhubungan, Anda tahu.
Keraguan sinode lebih lanjut datang dalam wujud
seorang uskup kelahiran Austria, Erwin Kräutler, salah satu juru bicara utama di
dalam Sinode. Kräutler, ketika didesak oleh reporter Ed Pentin, mengakui bahwa
tujuan sinode itu adalah bekerja untuk melegitimasi penahbisan perempuan (yang
mustahil).
Kräutler adalah orang yang sama yang telah
menyombongkan diri bahwa sebagai seorang uskup di wilayah Amazon, dia tidak
pernah membaptis satu orang pun selama 50 tahun bertugas disana. Tampaknya para
imam dibutuhkan di Amazon, tetapi untuk melakukan apa, kita tidak bisa
mengatakannya. Apakah ini adalah sebuah situasi ‘semu-Amoris Laetitia,’ di mana
imam perempuan akan boleh membagikan Komuni Kudus kepada orang yang tidak
dibaptis? Atau mungkin yang lebih buruk, apakah mereka dibutuhkan di Amazon
untuk memberikan Komuni Kudus kepada musang?
Syukurlah, tidak semuanya bertindak konyol seperti itu.
Percikan terbesar dari sinode berasal dari seorang pria Austria lainnya, Alexander
Tschugguel, yang memusnahkan
lima patung Pachamama dari gereja-gereja Katolik dan mengirim mereka ke dasar Sungai
Tiber. Bagus sekali! hamba Tuhan yang baik dan setia!
Bisa ditebak, sinode berakhir dengan nada masam
lainnya. Paus Francis dengan penuh kemenangan menyatakan bahwa Pachamama telah
ditemukan, dan mereka akan ditampilkan di Misa terakhir untuk sinode (yang ternyata
tidak pernah mereka lakukan). Ketika visi operasi pencarian besar-besaran Blues
Brothers Pachamama yang melibatkan helikopter polisi, anggota tim SWAT, petugas
pemadam kebakaran, dan personel militer membanjiri pikiran saya, saya
memandangi istri saya dengan seringai.
"Tidak," istri saya memperingatkan,
"jangan katakan apa yang kau pikirkan!"
"Yah, apakah kamu ingin bertaruh bahwa seseorang
bisa menemukan Pachamama asli dalam beberapa minggu?"
Betapa tragisnya, bahwa reaksi pertama seseorang
terhadap ucapan paus adalah meyakini bahwa (perkataan Francis) itu adalah salah.
Tidak butuh beberapa minggu. Yang diperlukan hanyalah
berjalan cepat ke situs asli Pachamama untuk melihat bahwa salah satu patung pahatan
yang asli, sebenarnya tidak pernah masuk ke Sungai Tiber, atau ke kantor polisi
Italia, tetapi ia masih bersandar di bebatuan gunung (lihat foto diatas).
Carabinieri Italia bukanlah persis seperti Polisi Kerajaan Kanada yang legendaris,
ketika datang untuk menemukan buruan mereka, atau Pachamama.
Ini hanyalah beberapa kesan surealis yang tersisa
untuk kita setelah sinode Pan-Amazon 2019. Jika penulis Mark Twain
mempopulerkan aforisme, bahwa kebenaran adalah lebih langka daripada khayalan, maka
sinode Amazon barusan, telah membuktikannya. Jika tidak ada yang lain, sinode
itu mungkin bisa menghibur. Anda bahkan bisa mengatakan itu adalah satu lelucon
besar.
Tetapi sebuah harapan disampaikan sebagai penutup, sementara
kita dibiarkan untuk terus berdoa dan berpuasa untuk Gereja. Mungkin sama
pentingnya, dengan tindakan melemparkan Pachamama ke Sungai Tiber, kita telah
diilhami untuk bertindak membela Gereja. Kami memiliki Iman, dan sekarang
perbuatan baik harus mengikutinya.
Image: The
DoQmentalist via YouTube.
Dan
Millette is a husband and father of three. He teaches in Saskatchewan, Canada.
Millette is a graduate from Our Lady Seat of Wisdom College in Ontario and has
a Master of Arts degree in theology from Holy Apostles College in Connecticut.
His personal blog is www.bravestthing.com.
No comments:
Post a Comment