By Maike Hickson
SEKELOMPOK IMAM BERBICARA DENGAN
KALIMAT BERNADA APOKALIPS, UNTUK MENJELASKAN KRISIS YANG SEDANG TERJADI DI
DALAM GEREJA SAAT INI.
By Maike Hickson
15 Oktober 2019 (LifeSiteNews) - Pada 13 Oktober,
ulang tahun Keajaiban Matahari Bunda Maria Fatima, Communio veritatis, sekelompok imam Jerman dari Keuskupan Agung
Paderborn, menerbitkan sebuah pernyataan
yang mencerminkan keprihatinan mereka atas krisis yang sedang terjadi di dalam gereja
saat ini.
Setelah mengutip
bagian-bagian tertentu dari Kitab Wahyu yang berbicara tentang pertempuran
terakhir Gereja melawan kejahatan, para imam itu merujuk kembali kepada sejarah
Freemasonry dan segala usahanya untuk melawan Gereja Katolik. Mereka juga
menggambarkan adanya hubungan dengan kelompok mafia St. Gallen serta upaya mereka,
"yang akhirnya mengarah kepada (konklaf) 13 Maret 2013."
Adalah kepada Bunda Terberkati, kepada siapa mereka berpaling
dalam menghadapi krisis Gereja saat ini, dimana mereka menulis: “Pada waktu
yang ditentukan, dia (Bunda Maria) akan membawa, setelah pertempuran
apokaliptik dan menentukan ini, kemenangan yang penting dari Hatinya Yang Tak
Bernoda. Kami akan selalu menyimpan di dalam hati kami perkataan dari Ratu
Rosario Kudus ini: ‘Hatiku Yang Tak Bernoda akan menjadi perlindunganmu dan
jalan yang akan menuntunmu kepada Tuhan!' ”
Ini bukanlah pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir ini
bahwa tema apokalips (kiamat) telah dibawa ke permukaan oleh para klerus.
Sebagai contoh, Kardinal Willem Eijk, ketika dia menentang gagasan (dan
rencana) para uskup Jerman untuk memberikan Komuni Kudus kepada beberapa
pasangan Katolik-Protestan, dimana dia menulis pada tahun 2018:
Mengamati bahwa banyak
uskup dan, terlebih lagi, Penerus Petrus (paus) telah gagal dalam mempertahankan
dan mewariskan, dengan setia dan di dalam kesatuan, deposit iman yang
terkandung dalam Tradisi Suci dan Kitab Suci, maka saya tidak dapat tidak,
memikirkan Pasal 675 dari Katekismus
Gereja Katolik:
Ujian Akhir bagi Gereja
675. Sebelum
kedatangan Kristus, Gereja harus mengalami ujian terakhir yang akan
menggoyahkan iman banyak orang. Penganiayaan, yang menyertai penziarahannya di
atas bumi, akan menyingkapkan ‘misteri kedurhakaan.’ Satu khayalan religius
yang bohong yang memberi kepada manusia satu penyelesaian semu untuk masalah-masalahnya
sambil menyesatkan mereka dari kebenaran.
Uskup Agung Georg
Gänswein, sekretaris pribadi Paus Emeritus Benedict XVI dan prefek Rumah Tangga
Kepausan, kemudian menggarisbawahi pernyataan Eijk ini. Merujuk pada krisis
pelecehan sex para klerus di dalam Gereja, uskup Gänswein mengatakan dalam
acara presentasi buku karya Rod Dreher, The Benedict Option: “Jika Gereja
saat ini tidak melakukan pembaharuan dirinya dengan pertolongan Tuhan, maka seluruh
proyek peradaban kita dipertaruhkan. Bagi banyak orang, sepertinya, Gereja
Yesus Kristus tidak pernah dapat pulih dari malapetaka dosanya yang saat ini
tampaknya hampir menelannya habis."
Gänswein mengatakan
lebih spesifik lagi: "Pada bulan Mei, uskup agung Utrecht di Belanda,
Kardinal Willem Jacobus Eijk, mengakui bahwa krisis saat ini mengingatkannya
pada 'pencobaan atau ujian terakhir bagi Gereja,' sebagaimana dijelaskan oleh
Katekismus Gereja Katolik pada paragraf 675." (diatas)
Gänswein juga
menjelaskan bahwa "dalam Katekismus yang sama, lebih lanjut dikatakan: “Penganiayaan
yang menyertai penziarahannya di atas bumi, akan menyingkapkan "misteri kedurhakaan."
Akhirnya, uskup
Swiss, Marian Eleganti, uskup pembantu Chur, juga baru-baru ini membuat
referensi kepada gambaran Antikristus. Dalam pernyataannya tanggal 6 September
2019, Eleganti berbicara tentang pernyataan Francis di Abu Dhabi pada tanggal 4
Februari 2019 yang ditandatangani oleh Paus Francis, yang menyatakan bahwa "keragaman agama" adalah
dikehendaki Tuhan, "dimana dia menyentuh masalah keberadaan kerajaan damai
tanpa Kristus,” seperti yang dapat dilihat dalam pernyataan Abu Dhabi ini. Uskup
itu kemudian menunjukkan bahwa “kerajaan damai yang egaliter, relativistik,
ekumenis” yang serupa juga dijanjikan oleh karakter “Antikristus” dalam kisah apokaliptik berusia
119 tahun karya Vladimir Soloviev. Dengan demikian, pernyataan baru dari
kelompok imam-imam Communio veritatis ini dapat dilihat dalam konteks yang lebih
besar dari semakin banyaknya klerus yang memiliki perasaan keprihatinan adanya krisis
iman yang serius di Gereja Katolik saat ini.
Seperti yang
dilaporkan LifeSiteNews sebelumnya, Communio veritatis didirikan pada 22
Februari 2018 sebagai tanggapan atas beberapa kesalahan besar terkait dengan interkomuni
(pemberian Komuni Kudus kepada umat non Katolik) yang sering terjadi di
keuskupan mereka sendiri. Mereka semakin kuat pengaruhnya dan memiliki jaringan
imam-imam di Jerman dan internasional yang terus bertambah, dengan siapa mereka
selalu berhubungan. Mereka juga telah meminta kepada Kardinal Reinhard Marx untuk
mengundurkan diri sebagai presiden
Konferensi Waligereja Jerman.
Sebuah Pesan Apokaliptik
Translation by LifeSite’s Dr. Maike Hickson
Translation by LifeSite’s Dr. Maike Hickson
“Maka
tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan
matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas
bintang di atas kepalanya.” (Why 12:1)
Kita merenungkan kecantikan
dan keindahan Perawan Fatima Yang Terberkati, Bunda Yang Berbelaskasih, Ratu
Surga dan Bumi. Keajaiban Matahari yang luar biasa pada 13 Oktober 1917 di Cova
da Iria telah menggarisbawahi keaslian dan dimensi historis dari pesan yang
telah menyebar dari sana ke seluruh Gereja dan seluruh umat manusia. Menurut
kehendak Allah, Bunda Maria menampakkan diri di cakrawala dari zaman kita
sebagai tanda keselamatan, untuk menawarkan Hatinya Yang Tak Bernoda sebagai
tempat perlindungan yang aman dan untuk menjanjikan keselamatan kekal bagi
mereka yang dengan tulus dan sungguh-sungguh mengkonsekrasikan diri mereka kepadanya.
Bunda Maria adalah
wanita yang dipilih Tuhan, yang bersinar dalam cahaya terang di
proto-evangelium dan yang menghancurkan kepala si ular neraka (lihat Kej 3:15).
Perawan dan Bunda Allah Yang Mahakudus muncul di Fatima sebagai pengumuman akan
kemenangan yang pasti dan menjanjikan kemenangan besar dari Hatinya Yang Tak
Bernoda dalam pertempuran apokaliptik dan menentukan melawan setan.
Kemudian “pertanda lain muncul di langit: seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan
bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota.” (Why. 12: 3). Dengan Revolusi Oktober, musuh juga muncul di tahun yang
sama, 1917, di panggung sejarah dunia. Naga merah berapi-api mewakili Komunisme
atheistik, yang bertujuan untuk menghancurkan iman kepada Tuhan. Dalam
pertempuran ini, dua binatang datang membantu naga itu.
“Lalu
aku melihat seekor binatang keluar dari dalam laut, bertanduk sepuluh dan
berkepala tujuh; di atas tanduk-tanduknya terdapat sepuluh mahkota dan pada
kepalanya tertulis nama-nama hujat. Binatang yang kulihat itu serupa dengan macan tutul, dan
kakinya seperti kaki beruang dan mulutnya seperti mulut singa. Dan naga itu
memberikan kepadanya kekuatannya, dan takhtanya dan kekuasaannya yang besar.” (Why. 13:1–2). Binatang hitam ini adalah
Freemasonry. Ia menyembunyikan dirinya dalam bayangan sehingga ia bisa masuk ke
mana-mana tanpa dikenali. Tujuan dari binatang hitam ini adalah agar orang-orang
tidak berjalan di jalan Rahmat dan keselamatan seperti yang diberikan oleh
Tuhan. Freemasonry bertujuan menghujat Allah dan, dalam perjuangannya melawan 10
Perintah Allah, ia menentang setiap Perintah Allah dengan anti-hukum, untuk
membawa orang-orang, dengan bantuan sifat buruk mereka, untuk menyembah berhala-berhala.
“Dan aku melihat seekor binatang lain
keluar dari dalam bumi dan bertanduk dua sama seperti anak domba dan ia
berbicara seperti seekor naga. Dan seluruh kuasa binatang yang pertama itu dijalankannya di
depan matanya. Ia menyebabkan seluruh bumi dan semua penghuninya menyembah
binatang pertama, yang luka parahnya telah sembuh.” (Why. 13:
11-12). Binatang yang mirip dengan domba itu adalah Freemasonry gerejawi yang telah memasuki bagian dalam Gereja -
terutama hierarki. Tujuannya adalah untuk mengalahkan Gereja Katolik dari
dalam. Ia ingin - dan bahkan mencapainya untuk waktu yang singkat - untuk
membuat sebuah patung berhala – suatu kristus palsu dan gereja palsu.
Pada tahun 1917,
Santo Maximilian Kolbe menyaksikan pawai Freemason di Lapangan Santo Petrus di
Roma, pada kesempatan peringatan 200 tahun yayasan [Freemasonry]. Rasul dari Immaculata itu membaca rencana tertulis
mereka di salah satu spanduk mereka: "Setan
harus memerintah di Vatikan, Paus akan menjadi budaknya!" Dua puluh
tahun sebelumnya, tujuan ini juga telah disetujui oleh Grand Lodge Grand Orient
dari Paris di Kongres Freemason di Basel: "Kami
akan menembus ke jantung tahta kepausan, dari mana tidak ada yang bisa mengusir
kami lagi, sampai kami telah mematahkan pemerintahan Paus."
Uskup Dr. Rudolf
Graber membahas tentang strategi permusuhan ini dalam bukunya Athanasius
and the Church of Our Time [1973]. Dia mengutip, di halaman 85 dari karya
itu, apa yang disebut "Alta Vendita," yaitu rencana
Freemason untuk melakukan subversi terhadap Gereja. Di dalamnya tertulis: “Apa yang kita tuntut, apa yang kita cari
dan harus kita tunggu - sama seperti orang-orang Yahudi menunggu Mesias mereka
- adalah seorang Paus yang sesuai dengan kebutuhan kita [...] Kita tidak ragu bahwa
kita akan mencapai tujuan tertinggi dari upaya kita ini.”
Selanjutnya, Uskup
Dr. Graber merujuk (pada halaman 38) ke buku L'évangile de l'Esprit-Saint, Jean traduit et commenté karya Abbé
Melinge, di mana program dari musuh pada awal abad ke-20 telah menggambarkan,
antara lain, sebagai berikut: "Penggantian kepausan Romawi dengan kepausan
yang ‘pluri-confessional,’ yang mampu beradaptasi dengan ekumenisme universal
(polivalen)." Musuh ingin mencapai hal ini dengan cara infiltrasi, yang berbaris
panjang menembus dan melalui hierarki, seperti yang diungkapkan oleh Manfred
Adler dalam bukunya The Anti-Christian
Revolution of Freemasonry: “Namun di sini, penting untuk melihat bahwa
semua pikiran destruktif ini secara diam-diam mengarah pada satu tujuan
terpadu, yaitu untuk membuat ‘Gereja Kontra’ atau Gereja 'Baru' “ (hlm. 71).
Pada kesempatan
peringatan 60 tahun penampakan di Fatima, Paus Paulus VI jelas merujuk dalam
sebuah pidato pada 13 Oktober 1977 dengan Rahasia Ketiga [Fatima] yang
dikenalnya: “Ekor iblis sedang berperan dalam disintegrasi dunia Katolik. Kegelapan
Setan telah memasuki dan menyebar ke seluruh Gereja Katolik bahkan sampai ke
puncaknya. Kemurtadan, kehilangan iman, menyebar ke seluruh dunia dan ke tingkat
tertinggi dalam Gereja." Juga Kardinal Ciappi, teolog Rumah Tangga
Kepausan dari tahun 1955 hingga 1989, dikonfirmasi dalam surat kepada Profesor
Baumgartner, menulis: "Di dalam Rahasia Ketiga telah diramalkan, antara
lain, bahwa kemurtadan besar di dalam Gereja akan dimulai di puncaknya."
Paus Yohanes Paulus
I pada saat itu menerima daftar nama-nama anggota Freemason di Vatikan, yang
diterbitkan oleh jurnalis Mino Pecorelli, mantan anggota Secret Lodge
"Propaganda Due" (P2). Tak lama sebelum kematiannya yang benar-benar
tak terduga, kepausan bertekad untuk mengambil tindakan terhadap subversi ini
(lihat Manfred Adler, The Freemason and
the Vatican, hal. 16 seq.).
Dimensi pertempuran
ini menjadi sangat jelas dalam pidato Paus Yohanes Paulus II, pada tanggal 2
November 1980: “Kita sekarang hidup di sebuah masa di mana seseorang merasakan
dan mengalami konfrontasi radikal yang menyebar di mana-mana [...] kepercayaan
dan ketidakpercayaan, Injil versus anti-Injil, Gereja dan anti-Gereja, Tuhan
dan Anti-Tuhan, jika kita bisa mengatakannya begitu."
Betapa besar nilai
nubuatan dari kalimat ini dalam terang upaya pembunuhan terhadap dirinya pada
13 Mei 1981, hari peringatan penampakan pertama di Fatima. Waktu serangan pada jam
17:17 adalah referensi yang jelas kepada tahun ketika Freemasonry didirikan.
Upaya pembunuhan atas dirinya di Roma jelas ditujukan pada tujuannya yang
diketahui - yaitu, untuk meruntuhkan fondasi Gereja sebagaimana didirikan oleh
Allah, dan menggantikannya dengan fondasi lain - yaitu, dengan "kepemimpinan"
seseorang.
Pada zaman kita,
seseorang bisa memperhatikan tindakan kelompok mafia St. Gallen, yang
dipublikasikan oleh Kardinal Danneels (anggotanya sendiri), ketika dia menyajikan
biografinya sendiri. Di sini, tujuan dan agitasi para konspirator itu ditunjukkan
dengan jelas di depan umum, yang akhirnya mengarah kepada 13 Maret 2013
(konklaf). Agenda mereka secara eksplisit terkait dengan penentangan yang kuat
terhadap Paus Benediktus XVI dan penunjukkan kandidat favorit mereka sendiri
(Bergoglio), dengan bantuan jaringan-jaringan yang terorganisir. Pada 11 Mei
2010, selama perjalanannya ke Fatima, Paus mengucapkan kalimat yang bernada
nubuatan, ketika dia berbicara dalam terang Rahasia Ketiga [Fatima] dan
menyentuh penderitaannya serta penderitaan seluruh Tubuh Mistik Kristus: “Maka saya
bisa mengatakan itu juga di sini, di luar penglihatan besar atas penderitaan
Paus [...], ada berbagai kenyataan yang menunjukkan hal-hal yang berkaitan
dengan masa depan Gereja dan yang secara bertahap akan terungkap dan memperlihatkan
dirinya."
Dengan latar
belakang pernyataan-pernyataan ini, kami memandang, dengan kepercayaan penuh,
kepada Bunda Maria yang terkasih, Perawan Fatima dan Pengantara dari Segala
Rahmat. Dia adalah penakluk dalam semua pertempuran Allah, Ratu dari seluruh
Balatentara Surgawi, dan “Pemohon yang mahakuasa” di hadapan Tahta Yang
Mahatinggi. Pada waktu yang ditentukan, dia akan mewujudkan, setelah
pertempuran apokaliptik dan menentukan ini, kemenangan dari Hatinya Yang Tak
Bernoda. Kami akan selalu menyimpan di dalam diri kami, perkataan dari Ratu
Rosario Suci: "Hatiku Yang Tak Bernoda akan menjadi perlindunganmu dan
jalan yang akan menuntunmu kepada Tuhan!"
Paderborn, 13 October 2019
Kelompok Imam-imam Communio veritatis
No comments:
Post a Comment