GREAT RESET MEMBERI MAKAN KEPADA SEKULARISASI DAN MELAPANGKAN JALAN BAGI TERBENTUKNYA MASYARAKAT TANPA KRISTIANITAS
'Proyek Great Reset
adalah tempat peleburan dari berbagai pendekatan, campuran posisi yang
menonjolkan kecenderungan untuk mengkomunikasikan kapitalisme dan masyarakat
teknokratis'
Wed Feb 24, 2021 - 4:02 pm EST
·
Klaus SchwabPool / Getty
24 Februari 2021 (Edward Pentin) - Inisiatif “Great Reset” dari Forum Ekonomi Dunia akan
mengkomunikasikan kapitalisme, masyarakat teknokratis, memberi makan sekularisasi,
dan membuka jalan bagi dunia de-Kristenisasi, demikian profesor filsafat Italia
Renato Cristin memperingatkan.
Proposal tersebut, Great Reset, yang didukung oleh para
pemimpin dunia dan yang bertujuan untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan
dan membangun solidaritas setelah krisis virus korona, justru akan
"memperburuk" proses sekularisasi dan de-Kristenisasi saat ini dan
Gereja tidak boleh menjadi bagian darinya, kata Prof. Cristin yang mengajar
hermeneutika filosofis di Universitas Trieste di Italia.
Seorang anti-Komunis yang penuh semangat yang telah
menyerukan pengadilan
Nuremberg terhadap Komunisme, Cristin mengomentari inisiatif ini untuk
sebuah artikel
dalam media Register yang
diterbitkan 4 Februari tentang Great Reset. Seperti biasa, tidak mungkin
menyertakan lebih dari beberapa komentar terpilih dalam artikel semacam itu,
jadi di bawah ini adalah komentar lengkapnya.
Menurut Anda mengapa Paus Fransiskus dan
Vatikan menyelaraskan diri dengan inisiatif seperti The Great Reset, Council
for Inclusive Capitalism, Mission 4.7, UN's Sustainable Development Goals,
dll.?
Saya pikir, pada prinsipnya, Paus Bergoglio mendukung segala
inisiatif apa pun yang, meski hanya minimal, bermusuhan dengan sistem
kapitalis. Visinya, yang sangat didasarkan pada teologi pembebasan atau teologi
politik yang berasal dari Amerika Latin dan anti-Barat (dan terutama
anti-AS), anti-kapitalis, progresif, pro-Marxis, dan pada dasarnya komunis,
membawanya untuk merangkul berbagai proyek sosial-ekonomi yang memiliki
beberapa karakteristik ini. Contoh-contohnya adalah keterikatan Bergoglio pada
proyek Great Reset atau Global Compact for
Migration yang dibuat oleh PBB, tetapi
juga hubungan erat antara Vatikan dan Cina, yang tampaknya sangat harmonis
dengan Bergoglio, hingga orang yang paling dekat dengan Bergoglio, Uskup
Marcelo Sánchez Sorondo, berpendapat bahwa "orang yang paling baik
menerapkan doktrin sosial Gereja Katolik adalah orang Cina," dan Cina "telah
mengambil kepemimpinan moral yang telah ditinggalkan orang lain." Cina sebagai
pemimpin moral dunia, adalah gambaran yang terlalu aneh untuk dipercaya, tetapi
berguna bagi argumen Bergoglio guna melawan sistem sosial ekonomi kapitalis dan
dalam pidatonya tentang kemiskinan, Bergoglio mengatakan bahwa Cina cocok sebagai
alat yang efektif untuk mendekati Tuhan. Dan ke arah ini jugalah berjalan
proyek berjudul The Economy of Francesco,
yang mendukung teori “ekonomi komunal,” yang di luar formulasinya yang
nampaknya indah, tetapi ia sangat kontras dengan sistem kapitalis Barat dan
mengarah kepada pemiskinan yang sangat
berbahaya dan petualangan sosialistik.
Menurut Anda, apakah buku The Great Reset oleh Klaus Schwab dan
Thierry Malleret, yang menjadi dasar agenda World Economic Forum, seserius
klaim beberapa orang: itu adalah upaya untuk menggabungkan komunisme Cina dengan
kapitalisme, Marxisme yang dikemas ulang, atau sesuatu yang lain menurut Anda,
mungkin sekadar menawarkan cita-cita humanis?
Buku Schwab adalah contoh khas dari krisis dunia saat ini,
tidak hanya kurangnya kepastian, tetapi juga kurangnya ide, yang layak untuk dipahami
sebagai poin yang tegas, jelas dan solid untuk membangun masa depan. The Great
Reset adalah contoh dari kekurangan ini dan memperlihatkan kebingungan mental
yang berusaha untuk menemukan jawabannya. Saya pikir dunia Barat saat ini,
karena berbagai alasan saya tidak memiliki ruang di sini untuk menjelaskannya, adalah
berada di bawah apa yang saya sebut "tanda kekacauan," dan bahkan
upaya seperti Great Reset adalah hasil dari disorientasi yang menimpa dunia
Barat saat ini. Tentu saja, proyek (saya tidak berbicara tentang "persekongkolan"
karena tidak ada persekongkolan dalam arti yang tepat, hanya perebutan
kekuasaan, yang selalu menghidupkan sejarah umat manusia) dari Forum Ekonomi
Dunia saat ini adalah untuk membangun "tatanan dunia baru.” Tetapi
pengaturan ini, Great Reset, jika membuahkan hasil, akan menjadi kontribusi
lebih lanjut bagi kekacauan global.
Saat ini kita membutuhkan teori yang beralasan, solid, jelas
dan efektif, yang mengacu pada nilai-nilai agung dari tradisi Barat dan yang
benar-benar akan menertibkan dunia; tetapi proyek Great Reset adalah tempat
peleburan dari berbagai pendekatan, sebuah campuran posisi-posisi yang
merupakan kecenderungan untuk mengkomunikasikan kapitalisme dan masyarakat
teknokratis. Ini akan menghasilkan kemungkinan terciptanya pertarungan ekonomi,
sosial dan budaya di mana, saya yakin, pada akhirnya aspek ideologis yang
paling kuat akan menang, yaitu sosialisme/komunisme. Dan saya khawatir
pemerintahan Biden akan menjadi lahan yang sangat subur bagi teori
ekonomi-sosial yang membingungkan dan dirasa menyenangkan ini.
Beberapa orang berpendapat bahwa ini (Great
Reset) adalah dokumen yang positif dan penuh harapan dengan ide-ide yang masuk
akal untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, terutama dengan
meningkatkan solidaritas timbal balik setelah bertahun-tahun dibanjiri oleh ekses
buruk dari konsumeris dan individualisme. Apa yang Anda katakan tentang sudut
pandangnya?
Kaum progresif, yang dipahami tidak hanya sebagai kaum Marxis
budaya tetapi juga sebagai orang-orang naif yang percaya pada kebaikan manusia
dan kemajuan umat manusia, melihat dalam teori ini (Great Reset) yang tampaknya
filantropis, sebagai sesuatu yang positif, sebuah kontribusi bagi kemajuan umat
manusia. Namun jika Anda tidak menganalisis
isi teorinya secara mendetail, Anda akan melupakan tujuannya, yang tidak selalu
dapat segera diuraikan. Tujuan dari buku Schwab itu adalah untuk mengatasi
krisis sistem dengan cara mengurangi unsur-unsur kapitalisme dan memperkenalkan
prinsip-prinsip jenis lain, terutama
sosialis, dan oleh karena itu, ia juga statis. Konsumerisme
yang berlebihan tidak bisa dicegah dengan kontrol yang lebih besar di pihak
negara, atau oleh "kemerosotan ekonomi," seperti yang diklaim oleh
banyak ekonom dan sosiolog sayap kiri, tetapi oleh pertumbuhan kesadaran di
pihak masyarakat. Tidak ada jejak masalah hati nurani, yang merupakan masalah
spiritual dan filosofis, dalam buku Schwab itu, di mana istilah hati nurani
banyak digunakan dalam arti yang pragmatis dan, dalam satu kasus, mengacu pada
Konfusianisme.
Menurut saya, untuk mengatasi krisis kapitalisme kita tidak
boleh mencari pengalaman ekonomi lain, karena dengan demikian kita akan selalu
berakhir pada paham sosialisme/komunisme. Sebaliknya, kita membutuhkan lebih
banyak kapitalisme - yaitu, penguatan fondasi dan prinsip-prinsip kapitalisme
tradisional dan sehat, yang akan mengurangi spekulasi keuangan yang liar dan
mengembalikan kompas kepada poros klasiknya: produksi, akumulasi, investasi
ulang, dan sebagainya.
Buku Great Reset tidak menyebutkan sama sekali tentang Tuhan atau
pun agama. Menurut Anda, apakah Gereja harus menyesuaikan diri dengan inisiatif
sekuler seperti itu?
Hilangnya dimensi religius (dan karena itu lenyapnya rasa
sakral) merupakan hasil dari sekularisasi yang tidak hanya mempengaruhi Gereja
dan umat beriman dalam arti yang sempit, tetapi juga menghasilkan sekularisme
nihilistik yang merusak seluruh tatanan masyarakat Barat, bahkan termasuk dalam
institusi sekuler dan struktur sipilnya. Oleh karena itu, teori umum masyarakat
(seperti yang dicita-citakan oleh Great Reset) haruslah melindungi dan
meningkatkan lingkup keagamaan dan struktur kelembagaannya, sementara itu teori
Great Reset memberi makan kepada sekularisasi dan membuka jalan bagi masyarakat
de-Kristenisasi, yang kehilangan intisari dari pembentukan peradaban barat,
yang tepatnya merupakan wilayah religius tradisional.
Jadi, untuk menjawab pertanyaan Anda, saya percaya bahwa Gereja (paus Francis) seharusnya tidak
mendukung inisiatif semacam ini yang akan memperparah de-Kristenisasi,
karena proses sejarah sulit untuk dibalik, terutama jika, di gerbang Barat, ada
kekuatan keagamaan seperti itu. Islam yang secara radikal memusuhi tradisi
Yahudi-Kristen kita dan yang, meskipun terfragmentasi dan tidak memiliki puncak
institusional, bertujuan tidak kurang dari penaklukan masyarakat kita. Dan juga kekuatan negatif dari berbagai kelompok
extrem, justru akan merasa didukung oleh Great Reset. Gereja seharusnya
menerapkan Ajaran Sosial Gereja, dalam rumusan yang asli dan otentik yang
diberikan oleh Paus Leo XIII dalam ensikliknya Rerum Novarum, dan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya Laborem Exercens dan Centesimus Annus, bukannya mengikuti visi ekonomi dan teologis-politik
anti-Barat Dunia Ketiga, yang terkait dengan teologi pembebasan.
Published with the
permission of Edward Pentin
*****
Giselle
Cardia, 20 & 23 Februari 2021
Seorang
Penulis Katolik yang cukup dihormati berkata...