Volume
2 : Misteri Kerahiman Allah
Bab 65
Cara-cara untuk
menghindari Api Penyucian
Menerima kematian
secara suci
Pastor Aquitanus
St.Alphonsus Liguori
Francis dari Pampeluna
Venerabilis dan orang yang tak mau
mati
Pastor Vincent Caraffa
dan orang yang terkutuk
Sr. Mary of the Joseph
dan Bunda Isabella
St.John dari Salib
Manisnya kematian dari
para kudus
Cara ke enam untuk menghindari Api Penyucian adalah menerima kematian
secara pasrah dan rendah hati sebagai penebusan atas dosa-dosa kita. Hal ini
adalah merupakan tindakan yang murah hati dimana dengan hal itu kita melakukan
suatu kurban atas kehidupan kita bagi Allah, didalam persekutuan dengan kurban
Yesus Kristus diatas salib.
Apakah anda ingin contoh dari penyerahan diri yang suci dari kehidupan ini
kepada tangan Sang Pencipta ? Pada tanggal 2 Desember 1638 di Brisach, di sisi
barat Sungai Rhine, telah meninggal Pastor George Aquitanus dari the Society of
Jesus. Dua kali dia membaktikan hidupnya bagi pelayanan kepada orang-orang yang
terserang penyakit sampar. Terjadilah bahwa pada dua buah kejadian, penyakit
sampar itu menyerang dengan hebatnya sehingga hampir-hampir tidak mungkin untuk
mendekati kurbannya tanpa tertular olehnya. Semua orang berlari menjauh dan
mengabaikan orang yang sekarat karena penyakit itu, dengan nasib mereka yang
malang itu. Namun Pastor Aquitanus telah menaruh hidupnya di tangan Allah dan
menjadikan dirinya sebagai hamba dan murid dari orang yang sakit itu. Dia
mengerahkan segala tenaganya untuk meringankan penderitaan mereka dan
memberikan Sakramen-sakramen kepada mereka.
Tuhan telah mempertahankan keselamatan dirinya selama serangan pertama dari
wabah penyakit itu. Namun ketika wabah itu menyerang kembali dengan lebih hebat
lagi, dan hamba Allah itu dipanggil untuk yang kedua kalinya, untuk membaktikan
dirinya guna merawat orang-orang yang sakit, maka kali ini Tuhan menerima
kurbannya.
Sebagai kurban dari sikap
kemurahan hati, ketika dia tergeletak tak berdaya di tempat tidurnya, dia
ditanya apakah bersedia mengurbankan hidupnya bagi Allah, dan dia menjawab
dengan gembira :”Oh, jika saja aku memiliki sejuta kehidupan untuk
kupersembahkan kepadaNya, Dia tahu betapa senangnya aku akan memberikan hal itu
kepadaNya”. Tindakan seperti ini, mudah sekali untuk dipahami, adalah amat
mendatangkan jasa di mata Allah. Bukankah hal itu mirip dengan tindakan
kemurahan hati yang utama yang dilaksanakan oleh para matir yang mati bagi
Yesus Kristus, yang seperti Pembaptisan, menghapus semua dosa dan menghapus
semua hutang-hutang ? “Tidak ada kasih
yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).
Melakukan tindakan seperti ini pada saat sakit, adalah amat berguna sekali,
bahkan perlu sekali, dimana penderita menyadari akan keadaan dirinya dan
mengetahui bahwa saat akhir hidupnya sudah mendekat. Hal itu memang cukup
melukai bagi dirinya, untuk menyimpan pengetahuan ini dalam dirinya.
St.Alphonsus berkata :”Kita harus berhati-hati memberitahukan kepada orang yang
sakit mengenai informasi atas bahayanya ini”.
Jika penderita berusaha untuk menipu dirinya sendiri dengan berbagai ilusi,
bukannya menyerahkan dirinya kepada tangan Tuhan, dimana dia hanya berpikir
akan kesembuhannya saja, terutama jika dia telah menerima semua Sakramen-sakramen,
maka dia telah berbuat kesalahan yang patut disesalkan.
Kita bisa membaca didalam biografi Bunda Frances Venerabilis dari Sakramen
Terberkati, seorang religius dari Pampeluna, bahwa suatu jiwa dihukum didalam
Api Penyucian hingga lama karena tidak mau menyerah kepada Kehendak Ilahi
diatas tempat tidur kematiannya. Sebenarnya dia adalah seorang muda yang saleh,
namun ketika tangan kematian yang dingin beku sudah menyentuh dirinya, pada
usia mudanya yang sedang berkembang, maka sifat alami menjadi ciut nyalinya,
dan dia tidak berani menyerahkan dirinya kepada tangan Bapa Surgawinya yang
selalu mengasihi. Namun ternyata dia tidak juga meninggal. Dia menghembuskan
napasnya namun, Bunda Frances Venerabilis yang sering menerima kunjungan dari
jiwa-jiwa orang-orang mati, mengetahui bahwa jiwa ini harus menebus dosa
melalui penderitaan yang panjang karena dia tak mau menyerah kepada titah dari
Penciptanya.
Biografi dari Pastor Caraffa Venerabilis, menyelimuti kita dengan contoh
lainnya yang menyenangkan.
Pastor Vincent Caraffa, Kepala dari the Society of Jesus dipanggil untuk
mempersiapkan kematian seorang bangsawan yang hukuman matinya akan segera
dilaksanakan, dan yang merasa dirinya telah dihukum secara tidak adil.
Meninggal didalam usia seseorang yang sedang berkembang seperti dia itu, dalam
keadaan kaya, bahagia, dan ketika masa depan nampak tersenyum kepadanya, adalah
sulit untuk diterima. Namun seorang kriminal yang menjadi mangsa dari
penyesalan suara hatinya bisa saja menyerah kepada nasibnya dan menerima nasib
itu sebagai sebuah pemurnian untuk menebus kejahatannya. Namun apa yang akan
kita katakan tentang seseorang yang tidak bersalah ?
Imam itu memiliki tugas yang sulit untuk dilaksanakan. Namun dengan
dituntun oleh rahmat, dia mengetahui bagaimana mengatasi orang yang bersedih
ini, dan dia berbicara dengan sangat hati-hati dan bijaksana atas
kesalahan-kesalahannya pada waktu yang lalu serta perlunya melakukan penebusan
dosa demi kepuasan Pengadilan Ilahi. Dia membuat pria itu mengerti betapa Allah
mengijinkan terjadinya hukuman sementara itu demi kebaikannya, dimana dia harus
mematikan sifat pemberontakannya dan merubah segala sifat jelek didalam
hatinya. Pria muda itu memperhatikan perkataan imam itu sebagai sebuah
penebusan yang akan mendatangkan pengampunan dari Allah baginya, dan dia
menaiki panggung hukuman kematian bukan saja dengan kepasrahan, tetapi juga
dengan kebahagiaan Kristiani yang sejati. Hingga saat-saat terakhir, terutama
dibawah bayang-bayang kapak para algojo, dia memberkati Allah dan memohon
kemurahanNya, dan demi kebaikan orang-orang yang berperanan didalam eksekusinya
itu.
Pada saat kepalanya terjatuh terpisah dari tubuhnya, Pastor Caraffa bisa
melihat jiwanya naik ke Surga dengan jaya. Segera saja Pastor menemui ibu dari
orang muda itu dan menghibur dia dengan mengatakan apa yang telah dilihatnya.
Pastor Caraffa sangat bahagia sekali sehingga ketika sampai di kamarnya dia
tidak henti-hentinya berseru :”Oh, orang yang berbahagia ! Oh, orang yang
berbahagia !”.
Keluarganya berkeinginan untuk menyelenggarakan Misa Kudus
sebanyak-banyaknya bagi jiwanya. “Hal itu tidak berguna”, kata Pastor Caraffa,
“lebih baik kita berterima kasih kepada Tuhan dan bersukacita, dan aku
menyatakan kepadamu bahwa jiwanya tidak perlu melewati Api Penyucian”. Pada
hari yang lain, ketika sedang bekerja, tiba-tiba Pastor Caraffa berhenti dan
wajahnya nampak berubah, dan dia memandang kearah Surga. Terdengar dia
berteriak :”Oh, orang yang berbahagia ! Oh, orang yang berbahagia !”. dan
ketika sahabatnya bertanya kepadanya dia menjawab :”Ah Pastor yang baik”,
katanya, “itu adalah jiwa dari orang muda yang dihukum mati itu yang nampak
kepadaku didalam kemuliaan. Oh betapa sangat bermanfaat baginya penyerahan
dirinya dulu !”.
Sr.Mary dari St.Joseph, salah satu dari empat karmelit yang pertama yang
mengikuti reformasi dari St.Teresa. Dia adalah seorang religius yang amat
bijaksana. Akhir dari karirnya semakin dekat dan Tuhan berharap agar
mempelaiNya itu diterima didalam Surga didalam kemenangan pada saat dia menghembuskan
napas terakhirnya, memurnikan dan menghiasi jiwanya dengan penderitaan yang
menandai akhir hidupnya.
Selama empat hari terakhir yang dia lewati di dunia ini, dia tak bisa
berbicara dan tak bisa merasakan apa-apa. Dia menjadi mangsa dari penderitaan,
dan religius itu sangat menderita hatinya demi melihatnya seperti itu. Bunda
Isabella dari St.Dominikus, Suster Kepala dari biara itu, mendekati religius
yang sakit itu dan menyarankan kepadanya untuk melakukan tindakan-tindakan
penyerahan diri serta mengabaikan dirinya sendiri di tangan Allah. Sr.Mary dari
St.Joseph mendengarnya, dan melakukan tindakan yang disarankan itu didalam
hatinya, namun dia tak bisa menunjukkan tanda-tanda yang kelihatan dari luar.
Dia meninggal dalam keadaan suci dan pada hari kematiannya, ketika Bunda
Isabella sedang mengikuti Misa Kudus dan berdoa bagi istirahat jiwanya, Tuhan
menunjukkan kepadanya jiwa dari mempelaiNya yang setia itu dimahkotai dengan
kemuliaan, dan berkata :”Dia termasuk didalam bilangan orang-orang yang mengikuti
Anak Domba”. Sr.Mary dari St.Joseph berterima kasih kepada Bunda Isabella atas
segala kebaikan yang diberikan kepadanya pada saat kematiannya. Dia menambahkan
bahwa tindakan penyerahan diri itu, yang disarankan kepadanya, telah berperanan
besar didalam kemuliaan besar di Surga dan telah meluputkan dia dari sakitnya
Api Penyucian. Betapa bahagianya meninggalkan kehidupan yang menyedihkan di
dunia ini, serta memasuki satu-satunya kehidupan sejati dan terberkati. Kita
semua bisa menikmati kebahagiaan ini, jika kita menerapkan cara-cara yang
diberikan Yesus Kristus kepada kita untuk melakukan penebusan dosa ini di dunia
dan mempersiapkan jiwa kita secara sempurna untuk hadir dihadapan Allah. Jiwa
yang dipersiapkan seperti ini pada saat terakhirnya dipenuhi dengan kepercayaan
yang paling manis. Dia merasakan lebih dahulu rasa dari Surga. Pengalaman
seperti ini telah ditulis oleh St.John dari Salib, atas kematian seorang kudus
didalam buku ‘Living Flame of Love’.
“Kasih sempurna kepada Allah”, katanya, “menerima kematian dengan sukarela,
sehingga membuat jiwa merasakan manis yang sangat besar. Jiwa yang mengasihi
diselimuti oleh kebahagiaan yang besar dengan datangnya saat ketika dia akan
menikmati kepemilikan yang penuh akan Kekasihnya. Pada saat dia dibawa keluar
dari penjara tubuhnya, dia nampak sedang merenungkan kemuliaan Surga, dan semua
hal didalam dirinya dirubah menjadi kasih”.
No comments:
Post a Comment