SEORANG
PSIKIATER (RICK
FITZGIBBONS, M.D) BERKATA:
AMORIS LAETITIA
ADALAH SEBUAH ‘ANCAMAN MEMATIKAN’ BAGI KELUARGA-KELUARGA.
St. JOHN PAUL II TELAH BERTINDAK BENAR
Rick Fitzgibbons, M.D., adalah seorang
psikiater yang merupakan direktur Institute for Marital Healing di luar
Philadelphia. Dia telah menjabat sebagai profesor tamu di Institut Kepausan
John Paul II, memberi kuliah tentang tentang Perkawinan dan Keluarga di
Universitas Katolik Amerika dan sebagai konsultan Kongregasi untuk para Klerus
di Vatikan. Dia telah banyak menulis tentang asal usul dan perlakuan terhadap
konflik perkawinan pada dua buah bukunya American Psychological
Association.
12 Oktober 2017 (LifeSiteNews) - Umat yang setia di
dalam Gereja saat ini mengalami masa yang paling menantang dan penuh dengan tekanan.
Ajaran Yesus dan GerejaNya yang berusia 2.000 tahun telah ditempatkan dalam bahaya
besar melalui pernyataan PF yang ada di
dalam Amoris Laetitia bab delapan, dan oleh kegagalan Paus Francis untuk
memperbaiki berbagai kesesatan yang dilakukan melawan pernikahan, Ekaristi dan
moralitas seksual oleh para anggota hierarki dan para imam.
Berbagai reaksi dan
tanggapan yang muncul baru-baru ini terhadap krisis yang terjadi di dalam Gereja
telah disemangati dan didorong oleh tindakan St. Paul ketika dia menegur Santo
Petrus, paus pertama yang dipilih oleh Kristus. “Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang
menentangnya, sebab ia salah.”- Galatia 2:11.
Kepada PF juga
telah disampaikan sebuah koreksi
formal di mana dia dituduh menyebarkan tujuh ajaran sesat mengenai
pernikahan, kehidupan moral, dan penerimaan sakramen-sakramen.
Amoris Laetitia
telah banyak dikritik karena sangat membahayakan iman Katolik. PF, yang
tanggung jawab utamanya adalah membela dan meneruskan kebenaran iman, namun
kenyataannya dia telah mengabaikan permintaan beberapa orang kardinal untuk memberikan
klarifikasi atas bagian-bagian Amoris Laetitia yang paling membingungkan
dan kontroversial.
Di dalam Amoris
Laetitia, paragraf 303, PF juga telah dituduh secara efektif menolak
keberadaan moral absolut:
"Namun hati
nurani bisa melakukan lebih dari sekedar mengenali bahwa situasi tertentu tidak
sesuai secara objektif dengan keseluruhan tuntutan Injil. Ia juga dapat mengetahui
dengan ketulusan dan kejujuran terhadap apa yang sekarang ini menjadi tanggapan
yang paling layak yang dapat diberikan kepada Tuhan dan melihat dengan jaminan keamanan
moral tertentu bahwa itulah yang diminta Tuhan di tengah kompleksitas konkret
dari keterbatasan seseorang, sementara dia tidak sepenuhnya mengerti tujuannya yang
ideal."
Dari perspektif
psikologi, Amoris Laetitia juga menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan dan
stabilitas pernikahan, kehidupan keluarga dan anak-anak Katolik. Alasannya
adalah bahwa bab 8 mendukung dan menganjurkan sikap egois dan pemikiran
narsistik, yang merupakan musuh utama bagi kesehatan psikologis, dan karena itu
Amoris Laetitia juga merupakan musuh bagi pernikahan yang stabil dan kuat.
Kami telah bekerja
dengan menghadapi banyak pernikahan dan keluarga Katolik yang sehat dan bahagia
sebelumnya, yang telah dirusak dan dihancurkan di bawah pengaruh pasangan yang tunduk
kepada wabah narsisisme.
Sifat egois juga
merupakan fondasi dari etika situasional yang sekarang nampak didukung secara terang-terangan
oleh bagian-bagian tertentu dari Amoris Laetitia.
Pemikiran narsistik
juga telah sangat merugikan profesi imamat selama 50 tahun terakhir ini dan
memainkan peran penting dalam krisis di dalam Gereja. Tidak ada pria dewasa
yang secara seksual akan menganiaya para remaja pria, yang merupakan korban
utama dalam krisis ini, kecuali jika dia secara egois percaya bahwa dia
memiliki hak untuk menggunakan orang lain sebagai objek seksualnya.
St. Yohanes Paulus
II menulis tentang bahaya serius dari sifat egois ini terhadap pernikahan di dalam
buku Love and Responsibility:
"Karena kasih bisa
bertahan hanya sebagai satu kesatuan di mana "kita" sebagai orang yang
matang, telah terwujud; kasih itu tidak akan bisa bertahan diantara dua orang yang
sama-sama egois, "(Love & Responsibility, 2013, hal 71).
Tindakan yang meruntuhkan
Institut St. John Paul II
Keprihatinan yang serius
telah meningkat secara nyata oleh tindakan PF yang membubarkan prinsip-prinsip
pendirian Institut Yohanes Paulus II yang mempelajari tentang Perkawinan dan
Keluarga serta merubah misi utama dari institut itu. Dengan begitu maka
Institut ini terutama akan memajukan ajaran-ajaran yang sangat kontroversial
yang ada di dalam Amoris Laetitia, bukannya menerapkan ajaran-ajaran St. John
Paul II yang sangat jelas dan tidak ambigu mengenai pernikahan, keluarga,
pribadi manusia dan seksualitas.
Sebagai seorang
psikiater yang memiliki keahlian dalam menangani konflik perkawinan dan
keluarga selama 40 tahun terakhir, saya telah menyaksikan manfaat besar dari
penerapan tulisan dan ajaran St. Yohanes Paulus II yang sangat dibutuhkan. Saya
juga mengajarkan tentang peranan ajaran itu dalam memahami pernikahan Katolik
dan memperkuat perkawinan dan keluarga, dalam berbagai ceramah dan kuliah saya,
dan sebagai profesor tamu di Institut JPII di Washington, D.C.
Artikel ini
mengidentifikasi kepentingan psikologis dari Familiaris Consortio serta Magna
Carta dari St. John Paul II, bagi keluarga-keluarga Katolik, yang sangat kontras
dengan ancaman serius yang terkandung di dalam bab kedelapan dari Amoris
Laetitia, yang memunculkan ancaman terhadap kesehatan psikologis dari perkawinan,
keluarga dan budaya Katolik. Artikel ini merekomendasikan agar
prinsip pendirian Institut Yohanes Paulus II yang mempelajari tentang
Pernikahan dan Keluarga agar tetap dipertahankan dan tidak digantikan oleh
pengajaran Amoris Letitia, meski hanya sebagian, karena munculnya kebingungan
tentang pernikahan dan Ekaristi di seluruh dunia yang disebabkan oleh bab
kedelapan dari Amoris Laetitia. Alasan lain yang serius bagi rekomendasi ini
adalah bahwa Amoris Laetitia benar-benar menghilangkan perhatian pastoral bagi
jutaan anak-anak yang terkena dampak dari perceraian dan ‘perkawinan’ yang tidak
wajar, seperti misalnya kumpul
kebo.
Familiaris Consortio dan Institut
John Paul II
Setelah Sinode Keluarga pada tahun 1980, Paus Yohanes
Paulus II menulis Familiaris Consortio,
yang menyajikan dengan jelas dan meyakinkan apa yang diperlukan bagi pasangan
dan keluarga Katolik dalam perjuangan keras untuk melindungi kesehatan
spiritual dan psikologis di rumah keluarga
Katolik dan di
dalam budaya Katolik.
Paus Yohanes Paulus
II kemudian mendirikan Pusat Studi
Perkawinan dan Keluarga John Paul II di Roma pada tahun 1981. Kenyataannya
adalah bahwa tepat pada hari dia mendirikan institut ini dia ditembak dan
secara ajaib dia lolos dari kematian. Peristiwa ini seharusnya tidak
mengejutkan kita sekarang ini, mengingat adanya kontroversi yang kuat dan
kebingungan yang telah berkembang belakangan ini di dalam Gereja dan budaya
mengenai kebenaran tentang pernikahan, keluarga, seksualitas dan Ekaristi.
Langkah dramatis yang
ditempuh baru-baru ini oleh PF untuk merubah secara radikal Institut Yohanes Paulus II yang
dihormati secara internasional, untuk kemudian memusatkan perhatian dan pendidikannya
terutama kepada dokumennya yang membingungkan dan berbahaya secara psikologis,
Amoris Laetitia, hal itu sama halnya telah menyerang banyak umat Katolik, dan sebagai
bentuk penghancuran lainnya atas warisan St. Yohanes Paulus II bagi pernikahan
dan kehidupan keluarga yang sehat.
Situs resmi uskup-uskup
Katolik Jerman merayakan pembubaran Institut John Paul II bagi Perkawinan dan
Keluarga ini, dengan menuduh institut itu sebagai "sebuah kubu perlawanan
terhadap agenda belas kasih Francis," dan memuji penggantian institut itu dengan
sebuah "pusat
pemikiran baru untuk Amoris Laetitia."
Kenyataannya, tulisan-tulisan
St. Yohanes Paulus II sesungguhnya menawarkan sebuah pendekatan terhadap belas kasihan
Tuhan karena ia menyajikan kebenaran kepada pasangan, anak-anak dan budaya
tentang seksualitas manusia, pernikahan, pemuda dan kehidupan keluarga.
Kardinal Caffarra
Almarhum Kardinal
Carlo Caffarra, yang merupakan presiden pendiri Institut Kepausan John Paul II
untuk Studi Perkawinan dan Keluarga dan salah satu dari empat Kardinal yang
mengajukan dubia yang meminta klarifikasi atas Amoris Laetitia, menyampaikan dalam
pidatonya pada acara kelulusan tahun 2016 di the Washington Session of the Pontifical John Paul II Institute for
Studies on Marriage and Family, mengenai visi Paus Yohanes Paulus II dalam mendirikan
Institut itu:
Gagasan bahwa
doktrin yang kuat tidak punya kepentingan mendasar bagi pelayanan pastoral, adalah
sama sekali tidak ada di dalam pikiran Paus (St.YP II). Sebaliknya, dia tidak
berpikir bahwa pemeliharaan pastoral adalah tidak mungkin terjadi kecuali jika ia
"berbicara tentang kebenaran" doktrin yang ada di dalam Ef 4; 15. (Ef 4:15 “..tetapi
dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam
segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.)
Oleh karena itu,
penelitian tentang dasar pernikahan dan keluarga, kembali kepada Awal
Penciptaan, adalah tugas dari Institut. Dua karakteristik utama Institut
mengikuti hal ini: komitmen kuat di bidang antropologi, dan pemikiran yang Kristosentris.
Paus (St.YP II) sangat
yakin bahwa krisis di dalam pernikahan dan keluarga pada dasarnya merupakan
krisis antropologis: manusia telah kehilangan kesadaran akan dirinya sendiri,
tentang kebenaran dari keberadaannya sebagai seorang pribadi, sehingga dia
tidak lagi mengerti tentang kebenaran dari pernikahan.
Fakta bahwa
katekese (Yohanes Paulus II) tentang kasih manusia tidak dihiraukan sebagai
dasar bagi praktik pastoral tentang perkawinan, merupakan alasan utama dari terjadinya
kesulitan serius pada Sinode tahun 2014 dan 2015 yang lalu.
Berbeda dengan
unsur-unsur yang sangat ambigu dan membingungkan pada bab 8 dari Amoris
Laetitia, tulisan St. Yohanes Paulus II tentang pernikahan dan Ekaristi dalam Familiaris Consortio, n. 84, sangatlah jelas
dan taat kepada Sakramen pernikahan, kepada anak-anak dan kepada Ekaristi.
Dia menulis:
Gereja menegaskan
kembali praktiknya, yang didasarkan kepada Kitab Suci, untuk tidak memberikan Komuni
Ekaristi kepada orang yang bercerai dan menikah lagi. Mereka tidak dapat menerima
Sakramen ini karena kenyataan bahwa keadaan dan kondisi kehidupan mereka secara
obyektif bertentangan dengan persekutuan kasih antara Kristus dan Gereja, yang selalu
ditandai dan dipengaruhi oleh Ekaristi. Selain itu, ada alasan pastoral khusus
lainnya: Jika orang-orang ini diijinkan untuk menerima Ekaristi, umat beriman lainnya
akan dituntun kepada kesesatan dan kebingungan mengenai ajaran Gereja yang berbicara
soal tak terceraikannya perkawinan.
Kesehatan
psikologis dari perkawinan dan anak-anak Katolik bergantung pada pemahaman yang
jelas tentang sifat perkawinan dan seksualitas seperti yang dijelaskan oleh St.
Yohanes Paulus II dan Katekismus Gereja Katolik. Pasangan saat ini membutuhkan,
lebih dari sebelumnya, pengetahuan yang terkandung dalam sumber-sumber daya ini
bahwa pertumbuhan dalam kebajikan dan dalam kasih karunia bisa membantu mereka
menemukan dan menyelesaikan konflik, melindungi kasih mereka dan dengan
demikian menyelamatkan anak-anak mereka dari malapetaka
keegoisan dan perceraian.
Saat ini,
bab kedelapan dari Amoris Laetitia adalah merupakan
dokumen magisterial yang membingungkan,
yang secara psikologis berbahaya dan bisa melukai pernikahan dan keluarga Katolik, menurut pendapat profesional saya. Hal itu
seharusnya tidak menjadi dasar pengajaran
di dalam Institut Yohanes Paulus II yang baru
dirubah oleh PF. Kenyataannya Amoris Laetitia meruntuhkan kontribusi brilian dari St. Yohanes Paul II
yang sangat dibutuhkan bagi pernikahan
dan keluarga di dalam Familiaris Consortio dan di dalam Theology of the Body.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
Pengakuan tulus dari: FATIMAH TKI, kerja di Singapura
ReplyDeleteSaya mau mengucapkan terimakasih yg tidak terhingga
Serta penghargaan & rasa kagum yg setinggi-tingginya
kepada KY FATULLOH saya sudah kerja sebagai TKI
selama 5 tahun Disingapura dengan gaji Rp 3.5jt/bln
Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Apalagi setiap bulan Harus mengirimi Ortu di indon
Saya mengetahui situs KY FATULLOH sebenarnya sdh lama
dan jg nama besar Beliau
tapi saya termasuk orang yg tidak terlalu yakin
dengan hal gaib. Karna terdesak masalah ekonomi
apalagi di negri orang akhirnya saya coba tlp beliau
Saya bilang saya terlantar disingapur
tidak ada ongkos pulang.
dan KY FATULLOH menjelaskan persaratanya.
setelah saya kirim biaya ritualnya.
beliau menyuruh saya untuk menunggu
sekitar 3jam. dan pas waktu yg di janjikan beliau menghubungi
dan memberikan no.togel "8924"mulanya saya ragu2
apa mungkin angka ini akan jp. tapi hanya inilah jlnnya.
dengan penuh pengharapan saya BET 200 lembar
gaji bulan ini. dan saya benar2 tidak percaya & hampir pingsan
angka yg diberikan 8924 ternyata benar2 Jackpot….!!!
dapat BLT 500jt, sekali lagi terima kasih banyak KY
sudah kapok kerja jadi TKI, rencana minggu depan mau pulang
Buat KY,saya tidak akan lupa bantuan & budi baik KY.
Demikian kisah nyata dari saya tanpa rekayasa.
Buat Saudaraku yg mau mendapat modal dengan cepat
~~~Hub;~~~
Call: 0823 5329 5783
WhatsApp: +6282353295783
Yang Punya Room Trimakasih
----------