UMAT KATOLIK DAN NON-KATOLIK MENERIMA KOMUNI BERSAMA DALAM
‘MISA
EKUMENIS’ YANG
DIPROMOSIKAN OLEH KEUSKUPAN AGUNG TURIN
The “ecumenical mass” promoted by the Archdiocese of
Turin, Italy
Kelompok ‘Pemecahan Roti’ (Spezzare il pane) di wilayah keuskupan agung Turin, Italia, secara resmi
telah memulai perayaan ‘misa ekumenis’ dimana
Komuni Kudus dibagikan kepada umat Katolik maupun non-Katolik.
Kelompok itu diketuai oleh seorang imam (Katolik)
Fredo
Oliviero, seorang pembela dan
pendukung pengungsi illegal, yang mendapat dukungan dari uskupnya, Mgr. Cesare
Nosiglia. Praktek kelompok
itu yang membagikan Komuni Kudus kepada orang-orang non-Katolik, dipromosikan
secara terbuka di dalam surat kabar keuskupan agung Turin ‘La Voce
e il Tempo’.
Diantara para anggota kelompok itu adalah umat
dari gereja-gereja Anglican, Baptist, Waldensian dan Lutheran. Mereka berkumpul
sebulan sekali di salah satu dari gereja-gereja mereka, dimana mereka merayakan
sebuah ‘Ekaristi’ seturut pemeluk agama
masing-masing, kemudian membagikan ‘Komuni’ itu kepada setiap orang. Saat ini sudah menjadi kebiasaan rutin di tempat itu,
sebulan sekali, kelompok itu bertemu di dalam gereja Katolik, atau Lutheran,
atau Waldensian, atau Baptist, untuk ‘saling berbagi Ekaristi’, dimana semua
anggotanya ikut ambil bagian dalam upacara penyembahan, atau Misa Kudus, yang
dilaksanakan seturut tata upacara gereja yang menjadi tuan rumah saat itu.
Menurut Pastor Fredo, upacara ekumenis itu berusaha ‘menghapuskan identitas
Kristiani yang selalu ditonjolkan oleh masing-masing agama pemeluknya.’ Pastor
itu mengatakan bahwa praktek seperti itu saat ini semakin menyebar di kota-kota
lain di Italia.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa orang
non-Katolik tidak boleh menerima Komuni (dari gereja Katolik) karena mereka
tidak percaya kepada doktrin transsubstansiasi Ekaristi. Di dalam
transsubstansiasi ini roti dan anggur dengan sesungguhnya dirubah menjadi Tubuh,
Darah, Jiwa dan Keilahian Yesus Kristus yang sebenarnya, hanya penampilannya
saja yang masih berbentuk roti dan anggur. Maka perkembangan yang sedang
terjadi di Italia (Turin) ini merupakan pembenaran dari berbagai nubuatan
yang terkenal baru-baru ini yang meramalkan munculnya sebuah gereja palsu di
saat-saat Akhir Zaman, menjelang kedatangan kembali Yesus Kristus. Gereja palsu
ini, menurut nubuatan itu, akan mempromosikan sebuah ‘misa ekumenis’ yang palsu
yang menyangkal kehadiran nyata dari Yesus di dalam Ekaristi. Nubuatan ini juga
didukung oleh kesaksian almarhum Gabriel
Amorth, seorang exsorsis di Roma, yang berkata bahwa Pater Pio telah
mengatakan kepadanya bahwa rahasia ketiga Fatima mengacu kepada munculnya
sebuah gereja palsu yang muncul di saat-saat Akhir Zaman.
Kita tidak
perlu memiliki hanya satu pemikiran saja mengenai Ekaristi (menurut pengertian Gereja
Katolik)
Dalam sebuah artikel
yang ditulis oleh pendiri kelompok ‘Pemecahan
Roti’, pastor Fredo
Olivero, Mei lalu, di surat
kabar dan website resmi keuskupan
agung Turin, dia berkata bahwa umat yang hadir pada ‘Misa Ekumenis’ itu tidak
perlu harus memiliki satu pemikiran saja yaitu kepada Ekaristi (menurut
pengertian Gereja Katolik): “Agar kita bisa hidup bersama di dalam acara ini,
tidaklah perlu untuk memiliki satu pemikiran saja mengenai Ekaristi, tetapi
kita harus menghormati setiap orang beserta pemikiran mereka masing-masing.”
Pastor itu juga meragukan Doktrin
Transsubstansiasi dalam Gereja Katolik, dengan berkata: “Baik Yesus maupun
Paulus tidak menjelaskan ‘bagaimana’ kehadiran nyata (di dalam Ekaristi) ini
terjadi, karena itu mengapa kita memikirkannya?”
Penafsiran Ekaristik bukanlah
bagian dari Injil?
Disamping adanya dukungan dari uskupnya, pastor
Fredo juga mengaku bahwa PF juga mendukung diadakannya ‘Misa Ekumenis’ ini. Di
dalam artikel yang sama dalam surat kabar itu, pastor Fredo mengingatkan akan
kunjungan PF ke Turin pada 22 Juni 2015 lalu. PF adalah paus pertama dalam
sejarah yang mengunjungi gereja evangelis Waldensian, dimana dalam kunjungan
itu PF meminta kepada umat gereja Waldensian agar memaafkan ‘penganiayaan masa
lalu’ yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Pastor Fredo juga mengatakan bahwa
dalam kesempatan itu PF tidak menyangkal atau menolak pandangan dari moderator
acara itu, Eugenio
Bernardini, yang berkata bahwa
berbagai penafsiran mengenai Ekaristi bukanlah bagian dari Injil. Pastor Fredo
juga mengatakan bahwa Bernardini berpidato di hadapan PF, para utusan dari
gereja Waldensian dan gereja-gereja Kristiani lainnya yang hadir saat itu:
Di antara hal-hal yang kita
miliki bersama adalah kata-kata yang Yesus yang disampaikan pada kesempatan perjamuan
makan malam terakhir, "Aku adalah roti ... dan anggur." Penafsiran
atas kata-kata itu berbeda di antara
gereja-gereja dan di dalam masing-masing anggotanya. Namun apa yang menyatukan
orang-orang Kristiani yang berkumpul di sekeliling meja Yesus adalah roti dan
anggur yang Dia tawarkan kepada kita serta firman-Nya, bukan penafsiran kita
(atas Ekaristi) yang bukan merupakan bagian dari Injil.
Dia mengatakan bahwa tidak seperti para paus
sebelumnya, yang telah "menyelesaikan pertanyaan (tentang kehadiran nyata
di dalam Ekaristi) secara tepat", tetapi PF mengakui bahwa dia tidak dapat
menyelesaikan pertanyaan mengenai Ekaristi dengan tepat, karena dia sedang
membawa model Gereja dari pembuatan
keputusan yang otoriter, kepada sebuah model yang lebih bersifat "sinodal".
PF berkata kepada seorang
wanita Lutheran: Silakan maju dan menerima Komuni
Fr. Fredo juga mengingat kembali jawaban yang
diberikan oleh PF atas sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh seorang
wanita Lutheran saat berkunjung ke gereja Lutheran di Roma pada tanggal 15
November 2015. Selama sesi tanya-jawab setelah sebuah doa bersama dengan
orang-orang Lutheran, wanita itu, Anke de Bernardinis mengatakan kepada Paus
Fransiskus bahwa dia telah menikah dengan seorang Katolik dan bahwa dia dan
suaminya telah saling berbagi banyak "kebahagiaan dan penderitaan"
dalam kehidupan mereka, tetapi bukan Komuni Kudus di gereja Katolik. "Apa
yang bisa kami lakukan disini untuk akhirnya menerima Komuni?" tanya
wanita itu kepada PF.
PF menjawab: “Bicaralah
kepada Tuhan, dan kemudian silakan maju,” dimana hal ini menyiratkan bahwa
(menurut PF) wanita itu boleh menerima Komuni di Gereja Katolik.
Atas pertanyaanmu, saya hanya
bisa menanggapi dengan sebuah pertanyaan: Apa yang bisa kulakukan dengan
suamiku, agar Perjamuan Makan Malam Tuhan menyertai aku di jalanku? Ini adalah
sebuah masalah yang harus dijawab oleh setiap orang, tetapi seorang sahabat
pastor pernah berkata kepadaku: kami percaya bahwa Tuhan hadir disana, Dia
hadir. Kamu semua percaya bahwa Tuhan hadir. Maka, apa bedanya?” --- “Oh, ternyata
ada berbagai penjelasan, dan penafsiran.” Hidup ini lebih besar daripada berbagai
penjelasan dan penafsiran.
Tetapi selalu kembali kepada pembaptisan.
“Satu iman, satu pembaptisan, satu Tuhan.” Inilah yang dikatakan Paulus kepada kita,
dan dari situ terimalah akibat-akibatnya.
Aku tak pernah ragu untuk memberi
ijin hal ini (non-Katolik menerima Komuni di gereja Katolik) karena hal itu
bukanlah wewenangku. “Satu pembaptisan, satu Tuhan, satu iman.” Bicaralah kepada Tuhan, dan kemudian
silakan maju. Aku tidak akan bicara lebih jauh.
Oleh Paul Simeon, Veritas
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment