YANG BARU DARI PENGERTIAN TENTANG AKHIR DUNIA:
‘TUJUAN TERAKHIR KEHIDUPAN’ VERSI PF
Dalam surat kabar penting ‘la
Repubblica,’ di mana dia adalah pendirinya, Eugenio Scalfari, seorang wartawan, atheis, tokoh pemikiran sekuler
Italia yang tak terbantahkan, pada 9 Oktober 2017 lalu kembali berbicara
tentang apa yang dia pandang sebagai "revolusi" di dalam kepausan saat
ini, yang berasal dari komentar-komentar Francis, berdasarkan pada percakapan
yang sering dilakukannya dengan PF.
"PF telah menghapuskan
tempat-tempat di mana jiwa-jiwa seharusnya menuju setelah kematian: neraka,
api penyucian, surga. Gagasan yang dia pegang adalah: jiwa-jiwa yang dikuasai oleh
kejahatan dan tidak mau bertobat, akan musnah dan tidak ada lagi, sementara itu
jiwa-jiwa yang telah ditebus dari kejahatannya, akan diangkat menuju kebahagiaan,
menuju kontemplasi akan Tuhan."
Berarti, akibat dari gagasan PF itu adalah:
"Penghakiman universal yang ada di dalam ajaran Tradisi
Gereja tidak lagi memiliki makna. Ia hanya sekedar dalih sederhana yang telah
melahirkan lukisan-lukisan indah dalam sejarah seni. Tidak lebih."
Memang, sangat diragukan bahwa PF benar-benar ingin
menyingkirkan "hal-hal terakhir" (Surga, neraka, Api Penyucian) dalam
istilah yang digambarkan oleh Scalfari itu.
Namun di dalam khotbahnya, bagaimanapun juga, ada sesuatu
yang cenderung menggelapkan ajaran tentang penghakiman terakhir serta tujuan
akhir kehidupan dari orang-orang yang terberkati dan terkutuk.
***
Pada hari Rabu, 11 Oktober 2017, di dalam acara audiensi umum
di Lapangan Santo Petrus, PF mengatakan bahwa penghakiman semacam itu tidak perlu ditakuti, karena "pada
akhir dari sejarah kehidupan kita ada Yesus yang penuh dengan belas
kasihan," dan karena itu "semuanya
akan diselamatkan. Semuanya."
Dalam teks yang dibagikan kepada para jurnalis yang hadir di Tahta
Suci saat itu, kata terakhir ini, "semuanya," ditekankan dan ditulis dalam huruf tebal.
***
Pada audiensi umum lainnya beberapa bulan yang lalu, pada
hari Rabu, tanggal 23 Agustus, 2017, untuk menggambarkan akhir dari sejarah, PF
memberikan sebuah gambaran yang sepenuhnya hanya untuk menghibur dan
menyenangkan: "Ada sebuah tenda
besar, di mana Tuhan akan menyambut seluruh umat manusia disitu agar Dia dapat
tinggal bersama mereka secara definitif."
Gambaran seperti ini bukanlah milik PF sendiri, melainkan diambil
dari Wahyu 21(:3), namun dari situlah PF secara hati-hati sekali (sengaja) tidak
mengutip kata-kata Yesus berikut ini:
“Barangsiapa
menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia
akan menjadi anak-Ku. Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak
percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal,
tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka
akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan
belerang; inilah kematian yang kedua."
(Why.21:7-8)
***
Sekali lagi, dalam kotbahnya selama perayaan Angelus pada
hari Minggu, 15 Oktober 2017, tentang perumpamaan perjamuan kawin (Mat. 22:
1-14) yang dibacakan pada semua Misa pada hari itu, PF dengan hati-hati sekali
(sengaja) menghindari mengutip bagian yang paling meresahkan dari ayat-ayat
Kitab Suci itu, yang berisi kata-kata: "raja menjadi marah, mengirim
tentaranya, membunuh para pembunuh itu dan membakar kota mereka." (Mat.
22:7). Dimana pada ayat itu juga ada tertulis
“ia (raja) melihat ada satu orang yang tidak mengenakan pakaian pesta, lalu raja
memerintahkan kepada pelayannya: “Ikatlah
kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling
gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Mat. 22:13)
***
Pada hari Minggu sebelumnya, 8 Oktober 2017, perumpamaan
lain, tentang penggarap-penggarap kebun anggur yang membunuh hamba-hamba
pemilik kebun anggur (Mat. 21: 33-43).
Dalam mengomentari perumpamaan tersebut selama Angelus, PF
(sengaja) tidak mau membicarakan apa yang dilakukan oleh pemilik kebun kepada
para penggarap yang membunuh para pelayannya dan akhirnya juga membunuh anaknya:
"Dia akan membinasakan orang-orang jahat itu ke dalam kematian yang
menyedihkan." PF juga tidak mau mengutip kata-kata Yesus yang berikutnya, yang
menyebut DiriNya sebagai "batu penjuru": "Barangsiapa jatuh ke
atas batu ini, ia akan hancur berkeping-keping; tapi saat (batu penjuru itu) jatuh
pada siapa pun, itu akan menghancurkannya. "
Sebaliknya, PF berkeras untuk (seolah) membela Tuhan dari
tuduhan melakukan dendam, dimana nampak sekali bahwa PF ingin menutupi akibat
dari "keadilanNya" yang tersirat dalam perkataannya berikut ini:
"Di sinilah kabar hebat tentang Kristianitas didapatkan:
Tuhan, yang meski dikecewakan oleh kesalahan dan dosa kita, tetapi Dia tidak
membalas dendam melalui firmanNya, tidak berhenti, dan yang terpenting: tidak
membalas dendam! Saudara-saudari, Tuhan tidak membalas dendam! Tuhan mengasihi,
Dia tidak membalas dendam, Dia menunggu kita untuk memaafkan kita, untuk
memeluk kita."
***
Dalam homili pada hari raya
Pentakosta, 4 Juni 2016 lalu, PF berpendapat, seperti yang sering dilakukannya,
dia mencela "orang-orang yang suka menghakimi." Dan dengan mengutip
kata-kata Yesus yang telah bangkit kepada para rasul dan secara implisit
terhadap penerus mereka di dalam Gereja (Yoh. 20: 22-23), dia sengaja memotong kalimat
Kitab Suci di tengah jalan: Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya
diampuni. Titik. (padahal kutipan
Kitab Suci itu ada lanjutannya: dan
jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada."
(Yoh.20:23). Bagian ini yang sengaja dibuang oleh PF.
Dan fakta bahwa pemotongan itu adalah disengaja, dibuktikan
dengan pengulangan pemotongan yang sama. Karena Francis telah membuat penghapusan kata-kata Yesus yang sama
persis pada 23 April 2016 sebelumnya, di saat Regina Coeli pada hari Minggu
pertama setelah Paskah.
***
Pada 12 Mei 2016 lalu, saat mengunjungi Fatima, PF
menunjukkan bahwa dia ingin membebaskan Yesus dari reputasiNya sebagai hakim yang tidak fleksibel pada akhir
zaman. Dan untuk melakukan ini PF memperingatkan penggambaran yang salah mengenai Maria seperti berikut ini:
"Sosok Maria ciptaan kita sendiri: sebagai seseorang
yang menahan lengan Tuhan yang penuh pembalasan; karena Maria adalah lebih
manis dari pada Yesus sebagai Hakim yang kejam. "
***
Perlu ditambahkan juga bahwa kebebasan yang dilakukan oleh PF
dengan memotong dan menyatukan kata-kata dalam Kitab Suci tidak hanya
menyangkut penghakiman universal. Secara jelas PF bersikap diam di mana dia
selalu menyelimuti atau menutupi tindakan penghukuman Yesus atas tindakan
perzinahan (Mat. 19: 2-11 dan ayat-ayat lain yang sejalan).
Dalam sebuah kebetulan yang mengejutkan, kutukan Tuhan terhadap perzinahan tertulis dalam bacaan Injil yang
dibacakan di semua gereja di dunia tepatnya pada hari Minggu di awal sesi kedua
sinode para uskup mengenai keluarga, 4 Oktober 2015. Tetapi baik di dalam
homili maupun Angelus pada hari itu, PF sama sekali tidak membicarakan kutukan
Tuhan terhadap perzinahan itu. (Catatan:
kita tahu bahwa hasil sinode itu, yang disimpulkan dalam Amoris Laetitia,
justru memberi peluang untuk melakukan perzinahan).
Begitu juga pada saat Angelus pada hari Minggu tanggal 12
Februari 2017, saat bacaan Injil berbicara mengenai kutukan Tuhan terhadap perzinahan
yang dibacakan di semua Gereja di dunia, PF juga tidak pernah menyinggung
kutukan itu.
Tidak hanya itu. Ucapan Yesus yang menentang perzinahan juga
tidak muncul dalam dua ratus halaman dari dokumen pasca-sinode "Amoris
Laetitia."
Begitu juga kutukan keras sekali dari rasul Paulus terhadap
perzinahan, yang ada pada bab pertama dari suratnya kepada umat di Roma, juga
tidak ada ditemukan di dalam dokumen Amoris Laetitia.
Ada sebuah kebetulan lainnya lagi. Bab pertama dari surat
kepada umat di Roma yang juga dibacakan pada Misa hari Minggu, minggu kedua dari
sinode tahun 2015, adalah berbicara mengenai perzinahan Tapi meskipun begitu,
baik PF maupun orang-orang lain tidak pernah menyebutkannya dan menjadikannya
sebagai referensi saat diskusi diadakan dalam sinode itu, dalam upaya mereka merubah
paradigma mengenai penghakiman terhadap homoseksualitas’ Apakah para peserta
sinode itu tidak pernah membaca kutipan Injil ini? :
Rom. 1, 26-32: Karena itu Allah menyerahkan mereka
kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan
persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar.
Demikian
juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan
menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka
melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima
dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. Dan karena
mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka
kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak
pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan,
penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka
adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong,
pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak
setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan. Sebab walaupun mereka
mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang
melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya
sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
***
Terlebih lagi, kadang-kadang PF bahkan mengambil kebebasan
untuk menulis ulang kata-kata dari Kitab Suci saat ia merasa cocok dengan
isinya.
Misalnya, pada pagi hari di Santa Marta, tanggal 4 September
2014, suatu saat PF berbicara soal kata-kata "sial" dari St. Paulus
ini: "Aku hanya membanggakan dosa-dosa saya." Lalu PF segera menyimpulkannya
dengan mengajak umat yang hadir agar "membanggakan" dosa mereka
sendiri, karena mereka telah diampuni oleh Yesus dari atas kayu salib.
Tapi sesungguhnya tidak ada satupun dari
surat St.Paulus yang menyatakan sikap seperti itu. Rasul Paulus berkata tentang
dirinya sendiri: "Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas
kelemahanku." (2 Kor. 11:30), setelah dia mencatat semua kesulitan
hidupnya – termasuk pemenjaraan, pelecehan, kapal yang ditumpanginya karam.
Atau: "Atas orang
itu aku hendak bermegah, tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah,
selain atas kelemahan-kelemahanku." (2 Kor. 12: 5). Atau lainnya lagi:
"Tetapi jawab Tuhan kepadaku:
"Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku
menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku,
supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Kor. 12: 9), dengan lebih
banyak referensi tentang kemarahan, penganiayaan, kesedihan yang telah
dideritanya.
***
Kembali kepada masalah penghakiman terakhir, Paus Benediktus
XVI juga mengakui bahwa "di era modern ini, gagasan tentang Penghakiman
Terakhir telah semakin pudar."
Tetapi di dalam ensiklik "Spe Salvi," yang dia tulis sendiri, dia dengan tegas mengatakan
bahwa penghakiman terakhir adalah "gambaran dari pengharapan yang
menentukan." Ia adalah gambaran yang "membangkitkan tanggung
jawab," karena "karunia Allah tidaklah membatalkan keadilan Allah",
namun sebaliknya "pertanyaan tentang keadilan merupakan argumen penting,
atau dalam argumen apapun yang paling kuat, yang mendukung iman atas kehidupan
kekal," karena "dengan ketidakmungkinan bahwa ketidakadilan sejarah
seharusnya merupakan kata akhir dari perlunya kedatangan kembali Kristus, dimana
kehidupan baru disana nanti menjadi sepenuhnya meyakinkan."
Begitu juga ini:
"Rahmat tidak bisa membuat yang salah menjadi benar. Ini
bukan seperti busa yang menyerap semuanya hingga bersih, sehingga apapun yang telah dilakukan seseorang di dunia
berakhir dengan nilai yang sama. Penulis Dostoevsky memang benar ketika dia
memprotes hukum Surga yang seperti ini serta rahmat semacam ini, di dalam
novelnya 'The Brothers Karamazov.' Orang-orang jahat pada akhirnya tidak akan duduk
di meja perjamuan kekal di samping korban mereka, tanpa perbedaan,
seolah-olah tidak ada apapun yang terjadi."
(English translation by Matthew Sherry,
Ballwin, Missouri, U.S.A.)
Originally published at
L’Espresso. Reprinted with permission.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment