JESUIT
ST.
ALOYSIUS GONZAGA BUKANLAH
SEORANG TEOLOG, MISIONARIS MAUPUN PROFESOR, DIA HANYALAH SEORANG KUDUS.
Jesuit muda ini, yang hari pestanya dirayakan pada 21 Juni, bukanlah
seorang teolog, misionaris, profesor atau aktivis - tetapi dia adalah seorang kudus.
St. Aloysius Gonzaga menjadi seorang Jesuit hanya selama lima
tahun saja, ketika pada tahun 1587 dia meninggal pada usia 23 tahun karena wabah
penyakit yang dideritanya dengan gagah berani karena dia melayani orang-orang sakit
selama epidemi itu terjadi. Dia tidak pernah mengkristenkan orang-orang kafir
dalam banyak misi Yesuit yang dilakukannya, ataupun membentuk jiwa-jiwa pada banyak
universitas yang dikelola oleh Yesuit, tetapi dia selalu menyelaraskan hidupnya
dengan kehidupan Kristus. Karena pertobatan itulah hingga dia dianggap sebagai salah
satu Yesuit yang paling terkenal saat ini, yang namanya mampu mempertobatkan hati
dan pikiran banyak orang kepada Tuhan.
Di sisi yang lain, kita bisa melihat contoh seorang teolog
Jesuit modernist seperti Karl
Rahner dan Teilhard
de Chardin, (lht. catatan 1 dibawah)
dimana kedua orang ini telah menghancurkan iman banyak orang. Para misionaris
Yesuit di Amerika Latin telah membenamkan diri dalam dunia politik dengan
mendorong mempopulerkan teologi
pembebasan yang diciptakan oleh komunis. Para profesor Yesuit telah menyesatkan
iman para pemuda yang tak terhitung banyaknya di universitas-universitas
mereka, dan para aktivis seperti imam homoseksual, pastor James Martin, yang bekerja
keras untuk membuat gaya hidup homoseksual dianggap sebagai hal yang normal
sambil merubah ajaran-ajaran Katolik dalam proses itu.
Para teolog, misionaris, dan profesor Yesuit saat ini harus
belajar dari St. Aloysius Gonzaga untuk, pertama-tama, mengajari dan merubah
diri mereka sendiri, sebelum menuntun orang lain kepada Kristus. Kisah St.
Aloysius Gonzaga adalah salah satu contoh penaklukan diri yang dilakukan dengan
kepatuhan dan rendah hati kepada para pembina spiritualnya, seperti penasihat spiritualnya
saat itu, St. Robert Bellarmine yang agung.
Lahir dari keluarga bergengsi di Italia, St. Aloysius, pada
usia sembilan tahun, bersumpah keperawanan abadi dan memutuskan untuk menjalani
panggilan dalam kehidupan religius bagi masa depannya. Dia mendapat kehormatan
menerima Komuni Kudus pertama dari St. Charles Borromeo. Penyakit pada masa
kanak-kanaknya dan seorang ayah yang pemarah, yang bertekad mencegahnya
memasuki kehidupan religius, telah mengeraskan tekadnya untuk menjadi seorang kudus.
Menurut biografi yang ditulis oleh St. Robert Bellarmine, St.
Aloysius Gonzaga memang
keras kepala ketika dia harus memilih pertapaannya sendiri yang berat dan keras,
terutama dengan memiliki ketidaksempurnaannya sendiri. Atas perintah penasihat spiritualnya,
St. Aloysius Gonzaga mempraktekkan kebajikan-kebajikan yang lebih lembut,
seperti kesabaran, kerendahan hati, kepatuhan dan belas kasih.
Dia juga bekerja di beberapa rumah sakit, yang secara alami
menjijikkan baginya. Salib inilah, yang berupa merawat orang-orang sakit, yang
pada akhirnya menuntut pengorbanannya. Bekerja tanpa pamrih dengan pasien-pasein
seperti itu selama terjadinya wabah penyakit, pada saat orang-orang lain tidak
mau melakukannya, akhirnya St. Aloysius tertular wabah penyakit itu dan
meninggal beberapa bulan kemudian.
Pemuda Aloysius Gonzaga tidak pernah menjadi seorang penulis,
pengkhotbah, pengajar, atau misionaris, seperti banyak para Yesuit yang buruk
dewasa ini. Tapi dia kemudian menjadi satu tokoh, yang tidak pernah orang-orang
lain alami – menjadi orang kudus.
Watch the panel discuss the most
problematic order of the age in The Download—The Jesuits.
+++++++++++++++++++
Catatan:
1. Bunda Maria menyampaikan pesan kepada Veronica Lueken, visiuner
Bayside: tentang TEILHARD, ROOSEVELT - Our Lady, September 13, 1975
Anakku, janganlah kamu ragu menyampaikan pengetahuan akan kebenaran. Teilhard de Chardin berada didalam neraka. Pemimpinmu, Roosevelt, juga berada didalam neraka. Franklin Roosevelt, anakku, rohnya berasal dari kegelapan. Dia memasuki dunia dari dalam lembah.
2. Seorang petinggi JESUIT, Arturo Sosa, berkata: IBLIS
ADALAH SEBUAH GAMBARAN SIMBOLIS SAJA … YANG BERFUNGSI UNTUK MENYATAKAN
‘PERBUATAN JAHAT’. Jadi, iblis
atau setan itu sebenarnya tidak ada. Silakan lihat disini
atau disini.
3. Pastor Arturo Sosa ikut dibaptis pada acara pembaptisan agama Buddha di Kamboja.
Beberapa saat setelah mengatakan bahwa iblis atau setan itu
tidak ada, pastor Arturo Sosa terlihat ikut bergabung dan ‘beribadah’ bersama para
biarawan Buddha.
Perintah
pertama Allah:
Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan
cintailah Aku lebih
dari segala sesuatu.
4. Pastor homoseksual, James
Martin, seorang Jesuit, getol sekali mempromosikan penerimaan LGBT di dalam Gereja.
Dia bahkan menulis sebuah buku: Building
A Bridge. Isinya tentang bagaimana menjembatani Gereja dengan LGBT. Bagaimana
mungkin Surga dan neraka dijembatani?
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
sangat baik
ReplyDelete