Pope Francis greets Brazilian
Bishop Erwin Kräutler.
Credit:
http://www.cppsmissionaries.org/
By Maike Hickson
SAHABAT DEKAT
PAUS FRANSISKUS MENDUKUNG ADANYA IMAM-IMAM WANITA
4 Juni 2018 (LifeSiteNews) - Setelah pernyataan kuat dari Vatikan
tentang ketidakmungkinan pentahbisan (imam) perempuan, umat Katolik hendaknya
mengingat bahwa ada seorang kolaborator episkopal yang dekat dengan Paus
Fransiskus yang telah secara terbuka menentang ajaran Gereja yang tak bisa
salah ini (tentang imam wanita).
Uskup Erwin Kräutler, pensiunan uskup dari
Xingu, Brasil, dan pendukung
lama bagi imam agar boleh menikah, dia disebut sebagai “salah satu penulis”
dari ensiklik paus “Laudato si” tahun 2015 dan baru-baru ini dia diundang oleh
Paus Fransiskus untuk menjadi dewan pra-sinode yang sedang mempersiapkan pelaksanaan
Sinode Pan-Amazon 2019. Kräutler dikatakan telah menulis sebuah rancangan untuk
ditanda-tangani oleh paus tentang penahbisan pria yang menikah (untuk menjadi
imam) di masa mendatang, yang disebut viri
probati. Dalam dua wawancara tahun 2016, Kräutler secara pribadi bahkan
melangkah lebih jauh dari rencana itu: dia mengharapkan penahbisan imam wanita
(yang sudah menikah). Pernyataan-pernyataan ini mendapatkan sorotan baru
mengingat intervensi baru-baru ini dari Uskup Agung Luis Ladaria, prefek bagi Kongregasi
untuk Ajaran Iman, mengenai profesi imamat perempuan.
Dalam sebuah wawancara
tahun 2016, uskup itu mengklaim bahwa surat apostolik 1994 Ordinatio sacerdotalis yang menentang adanya para imam perempuan
“bukanlah dogma dan bahkan tidak memiliki bobot ensiklik.” Ketika ditanya
apakah seseorang dapat merevisi dokumen kepausan sebelumnya, pensiunan Uskup itu
menjawab: "Tidak ada di sini yang tidak mungkin!" (Wawancara asli
dalam bahasa Jerman lihat di
sini.)
Dalam wawancara lainnya tahun itu, dengan surat
kabar Austria Tiroler Tageszeitung, Uskup
Kräutler berkata
"tentang selibat" bahwa dia "mendukung gagasan bahwa setiap
orang memiliki hak untuk memilih rencana hidupnya sendiri," dan dia menambahkan:
"Dan adalah tidak dapat diterima jika perayaan Ekaristi bergantung pada
ketersediaan orang yang selibat.” ”Ketika ditanya apakah umat awam dapat dengan
mudah mengambil alih tugas-tugas seperti itu, uskup itu menjawab: “Tentu saja
mereka boleh.” Seseorang mungkin tidak bisa membuat keputusan seperti itu dalam
sehari atau lebih, tetapi seseorang dapat merenungkan keadaan-keadaan baginya
untuk menjadi imam.”
Kemudian dalam wawancara itu, menyinggung gagasan
untuk menahbiskan wanita menjadi imam, Kräutler mengatakan bahwa dia merasa “skeptis”
mengenai penahbisan imam yang disebut “viri
probati” (pria menikah yang telah matang secara moral), karena: “Kemudian nanti
akan akan setengah dari umat manusia yang dikecualikan! Di Xingu [River], ada
dua pertiga dari komunitas Kristiani yang saat ini dipimpin oleh wanita. ”Di
sini,” uskup itu mengatakan, “bahwa dia menginginkan adanya imam wanita dan
pria (yang sudah menikah).”
Perkataan Uskup Kräutler memiliki peranan besar
dalam laporan surat kabar Jerman Die Zeit,
Oktober 2015, di mana uskup ini dikatakan telah menulis draf untuk pemberian izin
menahbiskan viri probati untuk
profesi imamat yang kemudian ditaruh di meja Paus Francis untuk
dipertimbangkan, sehubungan dengan Sinode Pan-Amazon 2019 mendatang.
Suaranya memang sangat penting karena dia
adalah seorang teman dekat paus yang berkaitan dengan ensiklik paus ‘Laudato si' (dia bahkan disebut
sebagai “penulis-bersama”
dari teks itu) dan karena dia sekarang bekerja sama secara erat dengan paus bagi
persiapan sinode tahun 2019 mendatang, Amazon
Sinode. Paus Francis telah memanggil Kräutler pada 8 Maret 2018 untuk ikut di
tim - disebut sebagai dewan pra-sinode - yang mempersiapkan sinode ini, dan
uskup itu juga hadir pada pertemuan persiapan di Roma pada bulan April, bersama
dengan paus yang hadir dan mendengarkan secara diam-diam. Sinode yang akan
datang ini juga untuk membahas topik ‘Laudato
si' dalam kaitannya dengan masalah khusus di wilayah itu. Uskup Kräutler
akan memainkan peran penting dalam sinode itu karena dia adalah sekretaris
komisi Konferensi Waligereja Brasil untuk wilayah Amazon.
Dalam wawancara sebelumnya dengan Tiroler
Tageszeitung yang disebutkan di atas, tahun 2016, Kräutler juga merujuk kepada
Fritz Lobinger, Jerman, seorang uskup pensiunan dari Aliwal, Afrika Selatan, yang merupakan
pendukung untuk menahbiskan imam laki-laki dan perempuan yang sudah menikah.
Paus Francis sendiri pernah mengungkapkan bahwa dia telah membaca
tiga buku Lobinger, dan dia menyampaikan hal itu ketika bertemu di tahun 2015
dengan para Uskup Jerman pada kunjungan Ad Limina mereka ke Roma. Paus secara
positif merujuk pada buku-buku ini dan dia mengatakannya sebagai sebuah kemungkinan
untuk dilaksanakan sehubungan dengan kurangnya imam-imam di wilayah Amazon saat
ini.
Inilah yang dikatakan Kräutler pada tahun 2016,
tentang masalah kekurangan jumlah imam, dan tentang ide-ide Lobinger sendiri:
Ada beberapa pendekatan (untuk mengatasi kurangnya
imam dan pertanyaan siapa yang bisa ditahbiskan menjadi imam). Salah satunya,
yang menarik di mata saya, adalah berasal dari seorang uskup Jerman yang telah
lama bekerja di Afrika. Dia, misalnya, berbicara tentang "tim
penatua." Dalam bahasa Inggris, ini adalah orang-orang yang berpengalaman
- tidak bergantung pada usia atau jenis kelamin.
Akan diberikan dua atau tiga orang (pria atau
wanita) bagi tiap paroki, yang menurut Lobinger, mereka akan ditahbiskan secara
Sakramentali, tetapi mereka akan bekerja dalam profesi sipil mereka diluar hari
Minggu. Kräutler merujuk di sini kepada kekuatan-kekuatan di dalam Gereja yang
akan menolak perubahan-perubahan baru tersebut sehubungan dengan profesi imamat.
“Mereka tidak akan pernah menyetujui hal itu. Mereka akan membuktikan dengan
bantuan Konsili Trent (1545-1563) bahwa tindakan ini tidak boleh dilakukan,”jelas
uskup. "Tetapi para uskup dipaksa untuk bertindak," tambahnya.
Selain itu, Uskup Kräutler mengatakan kepada
surat kabar bahwa Paus Fransiskus pada tahun 2014 telah mendorongnya untuk
membuat “proposal yang berani” sehubungan dengan masalah kekurangan imam di
wilayah Amazon ini; dan bahwa dia, Kräutler, kemudian berbicara mengenai hal
itu kepada Konferensi Para Uskup Brasil. "Mereka sekarang telah membentuk komisi
sehingga mereka dapat membuat proposal konkrit kepada paus." "Paus
tidak akan melakukan apa pun sendiri," tambahnya.
Pada Januari 2018, Kardinal Beniamino Stella, Kepala
Kongregasi para Klerus, meramalkan
bahwa Sinode Amazon yang akan datang akan membahas pertanyaan tentang
pentahbisan yang disebut viri probati,
dan dia secara eksplisit memunculkan gagasan penahbisan "penatua"
ini. Seperti yang diusulkan oleh uskup Lobinger. Stella juga membahas
gagasan-gagasan ini dalam kaitannya dengan rencana masa depan Paus Fransiskus
sendiri.
Berkaitan dengan gagasan menahbiskan imam
wanita, ada beberapa intervensi kuat baru-baru ini yang datang dari Roma.
Pertama, pada 16 Mei, Kardinal pensiunan,
Walter Kardinal Brandmüller, dari Jerman, salah satu dari empat kardinal Dubia,
menulis komentar
singkat untuk surat kabar Katolik Jerman Die
Tagespost di mana dia menggambarkan orang-orang Katolik yang mendesak diadakannya
imam perempuan (serta diakon perempuan yang ditahbiskan) sebagai “bidaah” dan
oleh karena itu, mereka harus “dikucilkan.” Menurut uskup Jerman itu, larangan
terhadap imam wanita adalah bagian dari ajaran Gereja yang tak bisa salah (infallible
– sempurna), dan
karena itu topik ini seharusnya dihentikan, tidak usah dibahas lebih lanjut.
Tidak lama
setelah intervensi Brandmüller, pada tanggal 30 Mei, Uskup Agung Luis Ladaria, Kepala Kongregasi untuk Ajaran Iman, menerbitkan sebuah
pernyataan dalam surat kabar Vatikan
L'Osservatore Romano di mana dia juga menjelaskan bahwa, menurut ajaran yang tidak bisa
salah (infallible teaching) dari Gereja, penahbisan imam perempuan adalah tidak mungkin sama sekali. Dia merujuk pada surat Apostolik paus Yohanes
Paulus II, 1994, Ordinatio
sacerdotalis, di mana paus membuat penolakan yang tegas
terhadap profesi imamat perempuan. Selain itu, kepala CDF itu bersikeras bahwa larangan imam perempuan adalah bagian
dari Magisterium universal Gereja yang sempurna, yang berlaku bahkan sebelum
Yohanes Paulus II membuatnya secara lebih
eksplisit. Ladaria juga menyatakan bahwa "adalah menimbulkan
keprihatinan yang serius jika kita masih mendengar adanya
suara-suara yang dimunculkan
di beberapa negara yang mempertanyakan
kepastian doktrin ini."
Namun Paus Fransiskus belum berhenti bekerja erat dengan Uskup Kräutler, bahkan
setelah pernyataan lain dari Kräutler,
mengutip pernyataan publik 2016 di atas yang mendukung imam perempuan (yang menikah) dan setelah tindakan
pelemahannya yang spesifik terhadap ajaran Gereja
yang tidak bisa salah. LifeSiteNews telah
menghubungi Kantor Pers Vatikan, meminta komentarnya, tetapi sejauh ini belum mendapat tanggapan apa pun. Kami
akan memperbarui laporan ini jika
pernyataan mereka telah sampai kepada kami.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment