IBLIS SEDANG BEKERJA
DI SAAT PANDEMI INI,
TETAPI RAHMAT
ALLAH MASIH BERLIMPAH DI SELURUH DUNIA
Kita perlu mengenali dimensi jahat saat ini
agar kita dapat memahami betapa mendesaknya untuk membuka pikiran kita terhadap
hal-hal yang dari Allah.
Fri Jul 3, 2020
- 3:08 pm EST
·
Krakow Archbishop Marek Jedraszewski leads
a Corpus Christi
procession on June 11, 2020 despite
pressure to cancel amid the
COVID-19 pandemic. Omar Marques/Getty Images
Iblis yang sedang bekerja menarik tali kehidupan
kemanusiaan
Iblis tidak pernah tidur. Dia selalu bekerja; dan terkadang
kita lupa bahwa tindakannya yang cerdas dan rahasia bertujuan untuk membuat
kita melupakan jiwa kita.
Dan dalam fase yang sangat aneh dalam kehidupan kita, di mana
kita baru saja keluar dari apa yang disebut ‘kuncian,’ dengan kemungkinan untuk
bisa kembali ke gereja dan menerima sakramen-sakramen, meski dengan semua
birokrasi yang harus kita patuhi, kita menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak
benar, sesuatu yang mengancam keberadaan kita sebagai umat Kristiani. Ada
sesuatu yang membuat kita memahami kebenaran dari keberadaan iblis beserta seluruh
tindakannya yang sangat cerdik dan cerdas, yang dengan cara terselubung,
berusaha mencegah kita untuk mencapai tujuan kritis kita: keselamatan kekal jiwa
kita, melalui penerimaan dari sakramen-sakramen.
Saya ingin memulai renungan ini dengan surat pertama St.
Petrus di mana ia menulis, ”Sadarlah dan
berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang
mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1Ptr 5: 8 ). Dalam
surat ini, St. Petrus menjelaskan keberadaan iblis dan kecerdikannya, sebagai sosok
yang berusaha untuk melahap kita seperti singa yang berkeliaran, yang mencoba
mengalihkan kita dari iman, dan di atas semua itu, membawa kita kepada
kehancuran. Tetapi St. Petrus memberi tahu kita untuk menentang dengan kuat, di
dalam iman, terhadap tindakan jahat dari iblis ini.
Ini adalah Firman Tuhan di mana kita memiliki referensi yang
jelas tentang iblis dan tindakannya yang merusak. Jika kita ingin melihat
penerapan konkret dari tindakan iblis ini, dari ketrampilannya melahap jiwa-jiwa
dengan tanpa kita sadari, maka kita dapat merujuk pada momen saat ini. Mengapa?
Karena jelas sesuatu yang tidak biasa telah terjadi. Kita semua terpaksa harus
menghadapi masalah pandemi ini, virus yang tak terduga ini, menunggu virus itu menyebar
dan meledak, dan kemudian kita bertindak dengan kewaspadaan yang tepat,
tindakan pencegahan yang tepat, untuk mencegah penyebarannya yang seperti kobaran
api.
Ini semua memang baik-baik saja Tetapi apa yang tidak sesuai,
apa yang telah menyebabkan begitu banyak dari kita menderita adalah kenyataan harus menutup gereja, harus
menghentikan penerimaan sakramen-sakramen oleh umat beriman, dengan alasan karena
hal ini akan menjadi masalah sanitasi. Jadi,
masalah kesehatan, perlunya menjaga kesehatan fisik lebih diutamakan daripada
kebutuhan untuk memberi makan jiwa, merawat jiwa, dengan mengingat bahwa keselamatan
kekal adalah di atas segalanya.
Misa publik dan sakramen-sakramen telah ditangguhkan. Setelah
berabad-abad dan sejak berdirinya Gereja, tiba-tiba gereja menjadi tempat
penularan, tempat yang perlu ditutup. Akibatnya, kita harus mengambil
langkah-langkah untuk memastikan bahwa tidak ada kontak, bahwa orang tidak
datang ke gereja untuk menghindari segala jenis kontak sosial, segala jenis
infeksi yang mungkin disebabkan oleh Coronavirus.
Tetapi ini adalah masalah besar karena, dalam melakukan hal
itu, kita telah bertahan lebih dari tiga bulan tanpa kemungkinan menerima
sakramen-sakramen sambil secara bersamaan menghadapi serangkaian peraturan yang
ketat agar gereja-gereja dapat dibuka kembali. Setelah diskusi panjang dan
sering menjengkelkan - ini adalah kasus di Italia, sedangkan di Inggris mereka
menemukan solusi yang lebih ‘bertahap’ untuk memungkinkan gereja dibuka kembali
- kita berpikir kembali untuk menerima Sakramen-sakramen.
Berkenaan dengan Italia, setelah diskusi yang panjang dan
melelahkan, mereka akhirnya mencapai semacam kesepakatan dengan protokol yang
benar-benar aneh dan tidak biasa dalam semua aspek, memberi tahu Gereja, mendikte
para imam, bagaimana merayakan Misa, bagaimana mendistribusikan Ekaristi;
sebuah perjanjian yang akhirnya memberi kemungkinan untuk merayakan Misa dan
membagikan Ekaristi, tetapi sama sekali tidak dapat dipercaya dalam hal
detailnya, sampai kepada hal-hal yang khusus, mengenai cara kita dapat
membagikan Ekaristi, sementara mengabaikan fakta bahwa Ekaristi adalah Tubuh Yang
Mahakudus dari Tuhan kita Yesus Kristus. Misalnya, dikatakan bahwa Ekaristi
Kudus harus didistribusikan dengan sarung tangan sekali pakai, yang biasanya
dibuang ke tong sampah setelah digunakan.
Hal ini kemudian menimbulkan semacam kewajiban untuk menerima
Komuni di tangan, dan kemudian hal lain yang telah kita lihat adalah bahwa di
banyak gereja, tempat berlutut telah dihilangkan. Ada beberapa foto yang
menunjukkan bahwa tempat berlutut telah ditutup. Mengapa? Karena tempat-tempat
itu dianggap ‘bisa menjadi penyebab penularan.’ Tetapi di manakah letak hubungannya
antara Coronavirus, yang masih bisa hadir di dalam gereja-gereja kita, dengan tempat
berlutut? Juga air suci yang bisa mengusir setan telah menghilang dari tempat
biasanya. Di beberapa gereja di font tempat pembatisan, sekarang ada cairan
pembersih tangan!
Jika kita membuka gereja dengan aturan jarak sosial diberlakukan,
dan kita membiarkan orang masuk ke dalam gereja, tetapi mengapa tempat berlutut
dikeluarkan? Dan bisakah air suci masih digunakan dalam ‘mode aman’? Ini
membuat kita merenungkan tentang tindakan si jahat dan kepandaian iblis yang
dengan cara seperti ini memisahkan kita dari hal-hal yang paling penting. Iblis
telah menjauhkan kita dari sakramen-sakramen, dari keharusan untuk menerima
Tuhan agar kita bisa memiliki kehidupan kekal. Sekarang tampaknya kita dapat
menerima Ekaristi Kudus dengan semua tindakan pencegahan ini (kebanyakan dari tindakan
ini bertentangan dengan kemuliaan Sakramen Mahakudus – misalnya menerima Komuni
di tangan), tetapi kita masih menghadapi semacam pemaksaan pada cara kita
berdoa dan pada cara kita menerima Komuni Kudus.
Tapi mengapa semua ini? Dari mana semua ini berasal? Mengapa terjadi
semua kekerasan dan keganasan ini yang melawan Yesus di dalam Ekaristi dan
melawan seorang Kristen yang ingin merayakan imannya sendiri menurut aturan Gereja
Katolik? Bagaimana kita bisa menjelaskan kenyataan ini, bahwa kita sedang hidup
dibawah intrik cerdas dari musuh yang seperti singa yang berkeliaran mencari
jiwa-jiwa untuk dilahap? Tetapi di samping rayuan ini, dengan tipu muslihat
iblis ini, kita dapat mengidentifikasi sesuatu yang ada, namun tidak kelihatan,
yang membuat kita menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak benar, bahwa ada
kecerdasan cerdik dan lihai dari iblis untuk mencoba mengalihkan perhatian kita
dari hal-hal yang paling penting. Semua birokrasi yang diperlukan untuk dapat
membuka gereja adalah contoh dari hal ini, setelah gereja-gereja ditutup tanpa
ada alasan nyata untuk melakukan hal itu. Bahkan sebenarnya, gereja bisa tetap
terbuka jika semua tindakan pencegahan yang diperlukan telah dilakukan; gereja bisa
tetap terbuka untuk melakukan ibadah, sehingga memungkinkan umat beriman untuk
menerima Sakramen-sakramen dengan semua langkah menjaga jarak sosial yang memadai.
Tetapi gereja-gereja ditutup, dan setelah negosiasi panjang dan melelahkan, gereja
dibuka kembali, dan sekarang kita memiliki aturan baru untuk mendikte kita
bagaimana kita harus berdoa di gereja, dan jelas ini adalah dengan berdiri tegak
untuk menerima Komuni. Dalam beberapa kasus, kursi menggantikan bangku dan tempat
berlutut. Apakah semua ini tidak menanggapi logika liturgi, yang, meskipun
sudah dipaksakan pada kita sampai taraf tertentu, sekarang tampaknya
menggunakan alasan Coronavirus agar aturan itu dianggap masuk akal?
Di samping semua ini, kita melihat tindakan setan lain yang
halus, tersembunyi, dan saat ini. Dalam seluruh situasi ini, dalam pandemi ini,
baik itu di atas atau di bawah perkiraan (sekarang bukan saatnya untuk membahas
topik pandemi itu sendiri), kita telah menemukan diri kita berada dalam situasi
yang tidak terduga di mana ada virus telah mengganggu seluruh sendi kehidupan
kita. Tampaknya, dalam upaya kita untuk bereaksi dengan tenang, untuk menjaga
pemahaman yang cerdas tentang situasi yang ada, kita mungkin telah membiarkan
diri kita dikuasai oleh semua kecemasan ini, dalam semacam ‘psikosis
Coronavirus,’ dan pada akhirnya kita telah mengesampingkan hal-hal yang paling
penting demi memberikan ruang yang hampir unik pada elemen fisik, yaitu hanya melindungi
kesehatan fisik kita. Tetapi tampaknya dalam semua proses dan prosedur Covid-19
ini, yang tidak ada adalah iman dan
kemampuan untuk merespons sepenuhnya kenyataan ini di dalam iman. Alih-alih
apa yang tampaknya lebih penting, apa yang menguasai kita lebih besar pada
masa-masa ini bukanlah keharusan dan kewajiban untuk mengajarkan iman sehingga
umat beriman dapat memahami dan kembali kepada rahmat dengan hati yang terbuka,
melainkan kebutuhan untuk mematuhi semua birokrasi dan dokumen duniawi, yang terus
berlipat ganda hari demi hari.
Sekarang sudah jelas bahwa untuk mematuhi semua birokrasi
ini, dengan semua aturan jarak sosial dan keamanan, untuk mencegah penularan
virus, kita telah mengesampingkan dan melewatkan objek sebenarnya dari
keyakinan kita. Kita secara sosial
menjauhkan diri dari Kristus dan dari sumber keselamatan. Apakah ini bukan
inisiatif licik dari si iblis yang membuat kita sibuk sekarang dengan banyak
hal, terutama dengan urusan pemenuhan sertifikat, prosedur, aturan dan regulasi
sehingga kita melupakan aturan tertinggi, aturan par excellence yang merupakan keselamatan kekal dari jiwa kita?
Dan tentunya tindakan ini dapat digambarkan sebagai tindakan
jahat oleh iblis, yang menarik tali dari belakang panggung, sehingga pada
akhirnya kita melupakan Tuhan, menyibukkan diri dengan hal-hal lain yang,
walaupun perlu dan penting untuk perlindungan kesehatan fisik kita,
bagaimanapun membatasi kita untuk hanya memikirkan hal-hal duniawi ini. Bukankah
ini adalah bentuk kecerdikan iblis, tipuan dari setan? Saya kira begitu.
Dan kita benar-benar melihat kejahatan Setan bekerja ketika
kita tahu bahwa dalam lingkaran gerejawi
kita tidak mendengar orang berbicara tentang hal-hal yang penting,
alih-alih mereka mengangkat masalah sosial dan kemanusiaan. Jadi di sini kita
perlu memperhatikan karena iblis itu licik, maka dialah yang, seperti dikatakan
oleh St. Petrus, adalah singa yang berkeliaran yang mencari jiwa-jiwa untuk dihancurkan.
Tampaknya tindakan iblis yang paling merusak jelas meyakinkan kita bahwa kita perlu menjaga kesehatan fisik umat
beriman sambil membuat kita melupakan kesehatan rohani kita. Iblis (dari kata
Yunani dia-ballo) sebenarnya adalah dia
yang mencoba memisahkan kita dari Tuhan.
Apakah keselamatan kekal masih penting?
Masih dalam konteks kedengkian iblis ini, saya ingin
merenungkan faktor paling esensial dari iman kita: keselamatan kekal kita. Mungkin ada beberapa orang yang kebingungan
dan mengatakan bahwa diskusi tentang keselamatan jiwa adalah kuno, teologi
kuno, yang berfokus pada individu - jiwa atau pada pertanyaan ‘apa jiwa itu,’
ketika kita harus berbicara lebih banyak tentang bagian ‘interior’dari orang
tersebut.
Kita lebih suka meninggalkan pembicaraan yang mementingkan jiwa
kita dan keselamatan jiwa kita, karena kita berpikir bahwa dengan cara mementingkan
jiwa, maka kita membuka jalan bagi individualisme untuk masuk, dan karenanya
muncul ideologi seperti Marxisme dan Komunisme untuk membuktikan pentingnya
Komunitas. Sebenarnya, ketika paham kolektivisme dan globalisasi yang dibawa
dengan alasan adanya keterasingan manusia, namun paham itu sama sekali tidak berisi
ide untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang kemudian menyebabkan efek sosial
yang menghancurkan seperti itu.
Namun, ketika kita berbicara tentang keselamatan jiwa, di
pusat pembicaraan kita ada manusia dalam hubungannya dengan Allah. Ketika
manusia berpikir tentang Tuhan, ketika dia hidup untuk Tuhan, dia tidak pernah
hidup hanya untuk dirinya sendiri, dan ketika dia berpikir tentang tinggal bersama
Tuhan selamanya, dia akan memikirkan keselamatan orang lain juga. Keselamatan
terbuka untuk semua orang dan kita melihatnya dengan indah dalam kesucian
manusia karena orang suci tidak pernah egois, seorang Kristen tidak egois.
Tidak ada pemikiran egois dalam keselamatan individu. Kekudusan pribadi adalah
keselamatan banyak orang, karena seorang suci tidak pernah menyelamatkan
dirinya sendiri.
Oleh karena itu, keselamatan jiwa adalah pusat dari iman kita
dan ini tampaknya telah terkubur di bawah begitu banyak birokrasi dan kepatuhan
pada titik di mana tampaknya kita tidak dapat lagi membicarakan hal ini lagi, karena
kita sibuk dengan hal-hal yang lebih mendesak bagi kebutuhan fisik kita. Padahal
jiwa adalah hal yang paling penting namun paling diabaikan. Menyingkirkan
tempat berlutut di gereja adalah lebih penting daripada menerima Komuni sambil
berlutut dan dengan lidah seperti yang selalu diajarkan oleh Gereja. Karena
alasan kebersihan dan kesehatan, Komuni harus diterima di tangan, tidak dijamin
sebagai cara yang paling aman, dan meskipun ini bertentangan dengan pengajaran
Gereja. Komuni di tangan tetap merupakan penghinaan - izin yang diberikan oleh
manusia yang tidak pernah dapat diterapkan terhadap hukum universal Gereja.
Dalam semua pandangan horisontal dan manusiawi ini, kita
memiliki Gereja dimana di dalamnya tidak ada ruang untuk konsep keselamatan
kekal. Dan di sinilah kita melihat adanya kebencian iblis, jerat iblis. Oleh
karena itu, apakah keselamatan kekal dari jiwa adalah sesuatu yang penting,
masih mutakhir atau apakah ia ada hubungannya dengan banyak hal lain yang
penting tetapi sekunder? Kita kehilangan pusat iman kita - Yesus dalam Ekaristi
Kudus dan keselamatan kekal kita. Kita harus kembali kepada fokus sentral ini dan
mencoba memoles nasihat St. Petrus yang menulis kepada umat Kristiani dan mendesak
mereka untuk tetap kuat di dalam iman.
Kita dapat dengan jelas mendeteksi ketiadaan iman, karena
semua ini tidak dapat dibayangkan, tidak
mungkin ada jenis revolusi di mana kesehatan tubuh lebih penting daripada
kesehatan jiwa yang abadi, jika bukan karena kurangnya iman. Ketika kita mengubur iman, maka iblis
masuk. Iblis membawa rayuannya kepada jiwa manusia, tanpa ada gangguan apa pun sehingga
iblis dapat melakukan apa yang dia inginkan tanpa kita sadari.
Bagi saya, kita semua perlu banyak merenungkan hal ini karena
kadang-kadang kita memiliki gagasan tentang iblis, entah kita mengabaikannya
karena kita terlalu materialistis atau kita melihat dia berada di mana-mana sambil
kita menyalahkan segala sesuatu kepadanya. Dua cara yang berlawanan ini yang merongrong
tindakan jahat dari setan, digambarkan dengan indah dalam buku karya CS. Lewis
yang berjudul The Screwtape Letters. Ini
adalah serangkaian surat dari ‘setan senior’ kepada ‘setan magang’ tentang cara
belajar seni rayuan, seni menghancurkan jiwa. Dalam karya yang penuh wawasan
ini, Lewis memberi tahu kita ini:
Ada dua cara yang menyenangkan
setan dan mengijinkannya untuk melanjutkan kegiatan jahatnya tanpa gangguan. Dua
cara ini adalah materialisme dan sihir. Materialisme karena manusia yang pada
kenyataannya mengatakan bahwa iblis tidak ada yang memungkinkan iblis untuk
melanjutkan pekerjaannya tanpa gangguan; juga mereka yang memiliki semacam
sihir menghubungkan segala sesuatu dengan iblis, atas setiap hal buruk yang
terjadi, sehingga menggelembungkan kehadiran iblis di dunia, dan yang akan berakhir
dengan memberikan peran penting kepada iblis dalam segala hal, dan karenanya,
memungkinkan iblis untuk melanjutkan pekerjaannya tanpa terganggu.
Dalam mengakhiri
pemikiran-pemikiran ini, saya ingin merujuk sekali lagi pada Screwtape Letters dari Lewis dengan mengutip bagian
kecil yang sangat tepat di zaman kita sekarang, yang merefleksikan tindakan
iblis ini dan bagaimana menaklukkan tindakan subversifnya. Dalam sebuah bagian
dalam buku itu, setan senior bernama Screwtape sedang berbicara dengan rekan
magang mudanya Wormwood dan berkata:
Manusia hidup di dalam waktu,
tetapi Musuh kita (Tuhan) merencanakan manusia untuk hidup kekal. Karena itu Dia,
saya percaya, ingin manusia memperhatikan terutama dua hal, keabadian itu
sendiri dan ke titik waktu yang mereka sebut ADA. Karena ADA adalah titik di
mana waktu menyentuh keabadian. Dari saat ini, dan hanya itu saja, manusia memiliki
pengalaman analog dengan pengalaman yang dimiliki Musuh kita secara
keseluruhan; dan di dalamnya saja kebebasan dan aktualitas ditawarkan kepada manusia.
Ini adalah bagian yang sangat signifikan. Tuhan menginginkan
kita masuk keabadian, tetapi untuk memikirkan keabadian kita perlu menghargai
saat ini. Dalam Injil, Yesus mengajar kita bahwa setiap hari membawa
kesedihannya sendiri (lih. Mat 6:34). Kita harus fokus pada masa sekarang,
karena masa lalu telah berlalu, masa depan belum tiba. Kita harus hidup di masa
sekarang dengan pandangan pada keabadian. Dan sebenarnya saat inilah yang
menyerupai keabadian, karena keabadian adalah hadiah yang tidak berakhir -
hadiah yang tersisa. Jika kita ingin menyelamatkan jiwa kita dan memahami
kecerdasan iblis yang licik, kita harus melihat masa kini, kita harus hidup
pada saat ini dan hidup sepenuhnya sedemikian rupa sehingga memberikan
persetujuan kepada jiwa kita untuk berangkat setiap hari dengan rahmat Tuhan
dan untuk dapat membuat jalan kita secara perlahan menuju keabadian. Kita harus
memikirkan, kita harus memahami masa kini, agar tidak kehilangan keabadian.
Marilah kita membuka mata kita dan menjalani masa
kini dengan rahmat Tuhan dengan cara menafsirkan masa kini yang kita alami.
Masa kini yang kita jalani sekarang, semua kisah tentang Coronavirus ini,
adalah hadiah yang sangat istimewa di mana iblis masuk, tetapi ia adalah juga saat
rahmat. Kita perlu mengenali dimensi jahat hari ini, dan sikap keras kepala
yang sayangnya mencirikannya, sehingga untuk memahami betapa mendesaknya
membuka pikiran kita terhadap hal-hal yang dari Allah, untuk percaya kepada-Nya
agar dapat melihat Dia di dalam keabadian. Jika kita menyia-nyiakan waktu,
yaitu, jika kita kehilangan hadiah ini, maka kita kehilangan keabadian.
*****
No comments:
Post a Comment