BULETIN
DARI SEBUAH KATEDRAL DI VIENNA, TEMPAT CARDINAL SCHÖNBORN BERTUGAS,
MENDUKUNG HUBUNGAN SODOMI BESERTA ANAK ANGKAT MEREKA.
Hal ini
sungguh sejalan dengan seorang uskup yang mendukung Amoris Laetitia
Cardinal
Christoph Schönborn terus membuat berita dengan berbagai
tindakannya yang heterodox (lawan dari sikap tradisionil) yang mengalir keluar dari
diosis Vienna, Austria. Belum lama ini kami melaporkan pada website ini juga tentang
dukungan terhadap teori gender. Dan kini buletin paroki dari Katedral St.
Stephen, Vienna, memuat sebuah
artikel yang menyuguhkan sekaligus mendukung sebuah pasangan homosex beserta
anak angkat mereka. (lihat gambar dibawah).
Website Katolik Austria Kath.net pada
30 September 2016
melaporkan bahwa buletin resmi Gereja
ini memuat sebuah artikel dengan gambar seorang selebritis (seorang awak
media) yang bernama Georg
Urbanitsch (laki-laki) bersama
pasangan homosex-nya serta anak angkat mereka. Berita itu diberi judul ‘Kami
adalah sebuah keluarga’ dimana Georg Urbanitsch
memamerkan dengan cara yang terang-terangan cara hidup ‘keluarganya’ itu.
Kath.net melaporkan:
Georg
Urbanitsch (laki-laki) hidup bersama dengan
Bernd
Schlacher (laki-laki), seorang pemilik
resto di Vienna. Pada akhir 2012 mereka ‘menikah’ secara sipil. Pada tahun 2014
mereka mengadopsi seorang anak laki-laki dari Afrika Selatan. Lalu mereka melaksanakan
pembatisan anak itu (menurut ajaran Gereja
Katolik anak seperti ini tidak boleh dibaptis) di Katedral St.
Stephen. Imam paroki, Toni Faber, yang
menurut majalah mingguan setempat, dia ikut hadir pada saat perkawinan sipil dari
pasangan itu, dan imam Toni Faber ini pula yang melakukan Pembaptisan atas anak
kecil itu.
Buletin resmi itu (48
halaman), dari paroki tempat Katedral St.Stephen berada, juga berisi berbagai
artikel mengenai seluk beluk Amoris Laetitia (silakan
lihat disini). Pada halaman 17 buletin itu bisa ditemukan komentar Georg
Urbanitsch :
Keluarga Pelangi (Pelangi
adalah lambang kelompok LGBT), keluarga modern… ada berbagai penjelasan
mengenai tempat istirahat kami yang nyaman. Kami tidak merasa bahwa cara hidup kami
ini aneh, atau berbeda, dan kami boleh menyebut diri kami sebagai Bapak Bernd, Papi
Georg, dan anak kami Siya.
Demikianlah Cardinal Schönborn secara efektif telah
memberikan ruang gerak dan dorongan lebih jauh kepada melemahnya ajaran moral
Katolik – dimana tujuan dari ajaran Katolik adalah untuk membawa jiwa-jiwa ke Surga.
Namun dengan kenyataan yang ada ini telah menumbuhkan keraguan lebih jauh apakah
kardinal ini adalah memang orang yang tepat yang bisa membantu Paus dari Gereja
Katolik menuju ke arah sikap ortodoks (tradisionil) yang benar. Dalam konteks
ini, mungkin ada baiknya jika kita mengingat apa yang disampaikan oleh Uskup yang
berani, Athanasius Schneider, yang mengatakan kepada saya dalam sebuah
wawancara pada tahun 2015:
Pelaku
Homoseksual adalah orang yang, secara serius, berdosa berat melawan Kehendak
Allah Sang Pencipta, karena, melalui tindakan mereka, mereka menolak Perintah Ilahi
dalam hal seksualitas. Aturan mengenai seksualitas ini, hanya terdiri atas dua
jenis kelamin, laki-laki dan perempuan, dan perintah ini telah diciptakan dan
dinyatakan sebagai hal yang baik oleh hikmat kebijaksanaan dan kebaikan Allah yang
tak terhingga besarnya. Jika seseorang secara sadar memberontak melawan
perintah ini, maka dia memberontak melawan kebijaksanaan dan kasih Allah dan
akhirnya dia juga menolak Kehendak Allah dalam masalah yang sangat penting.
Jika seseorang menolak Kehendak Allah pada masalah yang penting, maka dia menggantikan
Kehendak Allah dengan keinginannya sendiri, wawasannya sendiri dan dengan
gairahnya sendiri.
Orang
seperti ini telah menjauhkan atau memisahkan dirinya dari komunitas kekal dengan
Allah, dari kebahagiaan kekal, dan dia telah memilih hukuman kekal. Melaksanakan
tindakan homoseksual, adalah sama seperti orang berdosa dengan dosa berat pada
jiwanya, mendapati dirinya dalam situasi spiritual yang paling berbahaya -
seolah-olah dia berdiri di tepi jurang - karena mereka memiliki resiko atau bahaya
kehilangan jiwa mereka untuk selama-lamanya.
Kristus
menderita dan mencucurkan DarahNya Yang Berharga di Kayu Salib agar tidak ada seorangpun
yang musnah selamanya, dengan cara bertobat dan sepenuhnya menerima Kehendak
Tuhan dalam segala hal, dan jiwanya akan bisa diselamatkan. Namun Kristus tak bisa
menyelamatkan atau mengampuni siapapun yang tidak mau bertobat (lihat Markus 4:
12).
Artikel lain :
No comments:
Post a Comment