SERUAN CARDINAL RUINI KEPADA PAUS FRANCIS : DALAM MENCARI DOMBA YANG HILANG,
JANGANLAH MENEMPATKAN DOMBA YANG MASIH SETIA, DI DALAM BAHAYA.
Thursday, September 29,
2016
Adanya upaya
pembelaan (terhadap Ajaran Gereja yang sejati) dari umat beriman (umat awam) masih
lebih baik daripada sikap diam dari para pejabat Gereja.
Cardinal
Camillo Ruini’s Mission to Pope Francis: Praying to
the Lord, that the papal quest for the lost sheep does not cause
difficulties for the faithful sheep
the Lord, that the papal quest for the lost sheep does not cause
difficulties for the faithful sheep
(Roma) The Corriere della Sera kemarin menerbitkan sebuah wawancara panjang
dengan Camillo Kardinal Ruini. Kesempatan itu dilakukan pada saat penerbitan
bukunya yang baru C'è un dopo? La morte e
la speranza (Apakah Ada Hari Setelah Hari Ini? Kematian dan Harapan) yang
diterbitkan oleh Mondadori. Pada akhir wawancara itu kardinal Ruini membuat
pernyataan, "yang berhubungan dengan tanda tanya besar tentang masa
kepausan sekarang ini," demikian tulis surat kabar harian Il Foglio:
“Aku
memohon kepada Allah agar pencarian terus menerus atas domba yang hilang tidak
sampai merusak hati nurani domba yang masih setia.”
Petisi tersebut mengungkapkan
keinginan bahwa isyarat menyesatkan dan ambigu serta ucapan-ucapan Paus yang memerintah
saat ini, demi kepentingan orang yang tidak percaya, tidak sampai menimbulkan
kesalahpahaman dan mengabaikan umat yang masih setia. Pencarian atas domba yang
hilang janganlah membuat domba yang masih setia berada dalam bahaya.
Hal ini mengacu kepada
pernyataan-pernyataan spontan yang dibuat oleh Francis kepada pers seperti misalnya
mengenai terorisme (Islam), yang tidak bisa dibandingkan dengan tindakan perang.
Atau pernyataan lainnya yang juga menyebalkan kita tentang umat Kristiani yang telah
dibaptis, yang "membunuh" ibu mertua mereka, dimana mereka tidak lebih
baik daripada teroris Islam yang beraksi melakukan penyembelihan imam selama
Misa Kudus, dengan cara menggorok leher seorang imam Katolik di altar di Rouen
dan kemudian memenggal kepalanya.
Permohonan Kardinal Ruini ini
menyatakan keprihatinannya bahwa pesan-pesan dan ucapan paus yang menjengkelkan
itu mungkin tidak akan mempengaruhi orang-orang yang telah berada jauh dari iman,
tetapi hal itu cenderung untuk mendorong dan menjerumuskan orang-orang yang masih
setia kepada kebingungan, dan hal itu bisa menyulut sengketa dan konflik
internal di dalam Gereja. Hal ini memang tidak akan menghidupkan kembali Gereja
di Barat yang telah bersikap apatis, tetapi tindakan paus itu akan menjauhkan Gereja
Barat dari sebuah pembaharuan, demikian kata Il Foglio.
"Perkataan Ruini juga mencerminkan
pengamatan lainnya: Revolusi harian yang dipicu oleh Uskup Roma (Francis) – yang
selalu cenderung untuk melakukan dialog dengan kelompok non-Katolik dan tidak pernah
menasihati umat Katolik dengan nada kebapakan – dimana hal ini menyebabkan rasa
ketidak-nyamanan yang tidak hanya terlihat oleh para kolumnis atau yang disebut
sebagai ‘kaum tradisionalis nostalgia’, tetapi juga oleh banyak umat Katolik
yang tidak pernah membaca atau mengetahui Summa
Theologica dari St. Thomas Aquinas yang tergeletak di meja samping tempat
tidur mereka. Pandangan Kardinal Ruini ini merupakan indikasi dari kurangnya
orientasi, dengan apa keuskupan Italia merasa tergagap dan terpaku karena mereka
tidak tahu apa-apa, dimana Kardinal Ruini tahu banyak, terutama sekarang ini, karena
kekuatan-kekuatan baru seolah ditanamkan paksa kepada jalan yang baru (versi
Francis), dalam upaya pencarian gembala yang ‘berbau’ domba," demikian kata
Matteo Matzuzzi, seorang ahli mengenai Vatikan dari Il Foglio.
Kardinal Ruini adalah sahabat
dekat dari Paus Yohanes Paulus II. Di Italia, dari 1991-2008 dia adalah Kardinal
Vikaris Roma dan pada saat yang sama dari 1991-2007, dia menjadi Presiden
Konferensi Waligereja Italia. Kenaikan Ruini di dalam jabatan Gereja dimulai
ketika uskup pembantu pada keuskupan setempat, Reggio Emilia dan Guastalla,
pada tahun 1985 menunda ‘pergeserqan’ pasca-konsili di Loreto pada "Kongres
Gereja " kedua di Italia, di mana dia dengan berani menghadapi mayoritas kelompok
progresif dalam keuskupan Italia, yang termasuk di dalamnya adalah Cardinals
Anastasio Ballestrero OCD dan Carlo Maria Martini SJ dan imam muda Bruno Forte,
yang diijinkan untuk memberikan pidato pengantar, seperti halnya Kardinal
Walter Kasper pada Konsistori Kardinal pada bulan Februari 2014. Ballestrero dipilih
oleh Paus Paulus VI pada tahun 1977 sebagai Presiden Konferensi Waligereja.
Ruini telah berani menghadapi mayoritas kelompok progresif di dalam Gereja yang
diawali oleh Paus Yohanes Paulus II dan yang ditolak oleh kelompok progresif dan
dianggap sebagai "upaya restorasi." Tahun itu Ruini diangkat oleh
Yohanes Paulus II sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja.
Read the
full article at Eponymous Flower
No comments:
Post a Comment