COBAAN
TERBESAR ATAS GEREJA DI SAAT AKHIR ZAMAN
paulsimeon2014
December 7,
2017
Katekismus Gereja Katolik no. 675 mengatakan bahwa
gereja akan melewati sebuah ‘cobaan terbesar’ di saat Akhir Zaman, menjelang
Kedatangan Kedua dari Yesus Kristus :
675. Sebelum kedatangan Kristus, Gereja harus mengalami ujian
terakhir yang akan menggoyahkan iman banyak orang. Penghambatan, yang menyertai
penziarahannya di atas bumi, akan menyingkapkan "misteri kejahatan".
Satu khayalan religius yang bohong memberi kepada manusia satu penyelesaian
semu untuk masalah-masalahnya sambil menyesatkan mereka dari kebenaran.
Kebohongan religius yang paling buruk datang dari Anti-Kristus, artinya dari
mesianisme palsu, di mana manusia memuliakan diri sendiri sebagai pengganti Allah
dan Mesiasnya yang telah datang dalam daging.
Mungkin
Kita Telah Sampai Di Saat ‘Akhir Zaman’ Itu
Dalam sebuah wawancara
baru-baru ini dengan media the Catholic Herald yang terbit pada 30 November 2017 lalu, Kardinal Raymund
Burke, mantan prefek Apostolik Signatura, mengatakan bahwa "kebingungan,
perpecahan dan kesalahan" di dalam Gereja Katolik berasal dari "para gembala"
bahkan pada tingkat tertinggi dimana hal ini menunjukkan bahwa "mungkin
kita telah sampai di Akhir Zaman". Dia berkata:
Pada saat sekarang ini ada kebingungan dan kesalahan tentang
ajaran Gereja yang paling mendasar, misalnya yang berkaitan dengan pernikahan
dan keluarga. Misalnya, adanya gagasan bahwa orang-orang yang berada dalam relasi
tidak wajar (bercerai dan menikah lagi secara sipil) boleh menerima Sakramen-sakramen
adalah merupakan pelanggaran terhadap kebenaran dalam kaitannya dengan tidakterceraikannya
pernikahan dan kesucian Ekaristi. Ada perasaan bahwa di dunia sekarang ini yang
didasarkan pada sekularisme dengan pendekatan antroposentris sepenuhnya, dimana
dengan hal itu kita berpikir bahwa kita dapat menciptakan makna hidup dan makna
keluarga kita sendiri dan seterusnya, maka Gereja sendiri nampaknya menjadi
bingung. Dalam hal ini seseorang mungkin memiliki perasaan bahwa Gereja memberi
kesan tidak mau mematuhi amanat Tuhan kita. Jadi mungkin saja kita sudah sampai
pada saat Akhir Zaman.
Kardinal Burke bukanlah satu-satunya pejabat Gereja yang secara terbuka
memperingatkan bahwa kita mungkin telah berada di saat Akhir Zaman, dan bahwa Kedatangan
Kedua dari Yesus Kristus telah dekat. Uskup Athanasius Schneider, Pastor Linus
Clovis, dan banyak lagi pejabat Gereja lainnya telah menggemakan pikiran Kardinal
Burke ini.
Silakan membaca
artikel-artikel berikuit ini:
Adakah Allah Katolik?
Tidak dapat dipungkiri bahwa Gereja saat ini berada di
tengah krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan para uskup secara
terbuka menentang para uskup lainnya dalam hal-hal yang mendasar mengenai iman
dan moral. Krisis di dalam Gereja ini, sayangnya, mendapatkan sumber utamanya pada
diri Paus kita sendiri. Banyak pernyataan kontroversial dan membingungkan yang
dibuat oleh Paus tetap tidak terjawab. Misalnya, dalam sebuah wawancara dengan
editor atheis La Republicca, Eugenio Scalfari, Paus berkata: "Saya
percaya kepada Tuhan, tetapi bukan Tuhan Katolik. Yesus adalah guru saya dan pastor
saya, tapi Tuhan, Bapa, Abba, adalah terang dan Pencipta."
Pernyataan seperti ini nampak menunjukkan bahwa Yesus (menurut PF)
hanyalah seorang ‘guru’ dan ‘pastor’, dan tidak setara dengan Allah Bapa.
Pernyataan tersebut juga mengisyaratkan bahwa semua agama memiliki interpretasi
yang sama tentang sifat Tuhan, yang jelas tidak sesuai dengan kenyataan. Agama
tertentu, tidak mengakui Tritunggal Mahakudus, dan tidak mengakui Yesus sebagai
Tuhan. Jadi,memang ada pemahaman Katolik tentang Tuhan, pemahaman Trinitarian
tentang Tuhan.
Relativisme Moral
Dalam sebuah wawancara kontroversial lain dengan Scalfari, Paus mengatakan
bahwa tidak ada satu pandangan yang sama tentang kebaikan dan kejahatan (sudut
pandang seperti ini disebut sebagai ‘relativisme moral’, sebuah ajaran sesat
yang dikutuk oleh banyak paus dan Katekismus Gereja Katolik). Lalu Scalfari
bertanya kepada Paus: "Yang Mulia, apakah memang tidak ada satu pandangan
saja tentang Kebaikan? Dan siapa yang menentukan hal itu?” Paus menjawab: "Masing-masing
dari kita memiliki pandangan sendiri-sendiri tentang Kebaikan dan juga
Kejahatan. Kita harus mendorongnya (pandangan itu) untuk bergerak menuju apa
yang dirasakan orang sebagai kebaikan ... Saya mengulanginya. Setiap orang
memiliki ide sendiri tentang Kebaikan dan Kejahatan dan orang harus memilih
untuk mengikuti yang Baik dan melawan yang Jahat saat dia telah memahaminya. Hal
ini saja sudah cukup untuk memperbaiki dunia."
Scalfari: Pope Francis Telah
“Menghapus” Surga, Neraka Dan Api Penyucian
Dalam sebuah wawancara kontroversial baru-baru ini yang diterbitkan di media
La Repubblica, Eugenio Scalfari
mengklaim bahwa Paus Fransiskus telah "menghapus" surga, neraka dan
api penyucian. Scalfari berkata:
Paus Fransiskus ... telah menghapus tempat-tempat di mana,
setelah kematian, jiwa-jiwa harus menuju: Neraka, Api Penyucian, Surga... Paus
Fransiskus, saya ulangi, telah menghapus tempat tinggal abadi itu bagi jiwa.
Tesis yang dipegangnya adalah bahwa jiwa-jiwa yang telah dikuasai oleh
kejahatan dan tidak mau bertobat, akan
musnah begitu saja, sementara itu orang-orang yang ditebus dari
kejahatannya akan masuk ke dalam kebahagiaan, dan merenungkan Tuhan.
Kutipan kontroversial yang dikaitkan dengan paus oleh Scalfari ini, tetap
tidak dikoreksi oleh publik sampai hari ini. Desakan Paus untuk terus mencari
Scalfari guna melakukan wawancara dan diskusi-diskusi (dengan direkam) telah
membenarkan tuduhan orang banyak bahwa Paus telah salah dalam mengartikan hal
ini.
Penunjukan Yang Kontroversial
Oleh Paus
Paus Fransiskus juga telah menunjuk banyak pejabat radikal liberal bagi posisi-posisi
yang penting dalam hierarki Gereja. Dia menunjuk Uskup Agung Vincenzo Paglia
yang kontroversial sebagai kepala Akademi Kepausan untuk Kehidupan. Uskup Agung
Paglia adalah pendukung kuat dari hubungan homosex - kenyataannya, dia telah menugaskan
pemasangan sebuah gambar mural yang erotis di dalam gereja katedralnya pada
tahun 2007 yang menampilkan gambar-gambar homoseksual dalam posisi yang
mengkompromikan kegiatan seksual. Mural itu termasuk Uskup Agung Paglia
sendiri.
Paus Fransiskus juga menunjuk kembali Albrecht von Boeslager, mantan
Kanselir Agung Ordo Malta yang memerintahkan untuk mendistribusikan kondom
kepada umat. Von Boeslager sebelumnya dipecat oleh Matthew Festing, kepala Ordo
tersebut, karena mendistribusikan kondom. Paus kemudian turun tangan, mengangkat
kembali Von Boeslager, dan meminta pengunduran diri Festing.
Paus juga telah "membangkitkan" karir Kardinal Godfried Danneels
dari Belgia, seorang pendukung terkenal dari perkawinan sejenis, homosex, pemakaian
alat kontrasepsi, dan bahkan aborsi (Kardinal ini diketahui telah mengajukan usulan
kepada Raja Belgia untuk melegalkan aborsi). Kardinal Danneels diberi
kehormatan untuk mengucapkan doa bagi Paus selama saat pelantikan paus; dia
juga ditunjuk sebagai penasihat khusus selama dua kali Sinode mengenai Keluarga
(yang kemudian melahirkan Amoris Laetitia).
Apakah Amoris Laetitia Mengijinkan Penerimaan Komuni Oleh
Umat Katolik Yang Bercerai Dan Menikah
Lagi?
Anjuran Apostolik Amoris Laetitia
telah melahirkan berbagai penafsiran yang saling bertentangan yang dibuat oleh
para uskup dalam aspek yang paling kontroversial: apakah umat Katolik yang
bercerai atau menikah kembali, dapat menerima Komuni?
Keuskupan Malta, Buenos Aires, dan Jerman telah membuat pernyataan yang mengijinkan
pemberian Komuni bagi orang Katolik yang bercerai dan menikah kembali. Hal ini
didukung oleh PF, yang dibuktikan dengan dukungannya terhadap pedoman yang
dikeluarkan oleh para uskup Buenos Aires melalui sebuah surat di mana PF mengatakan
bahwa "tidak ada tafsiran lainnya" selain membiarkan orang yang bercerai
dan menikah lagi untuk menerima Komuni.
Sekretaris Vatikan Kardinal Pietro Parolin mengungkapkan pada tanggal 5
Desember 2017 bahwa Paus telah memerintahkan penerbitan surat tersebut kepada
para uskup Buenos Aires di situs Vatikan dan di dalam "Acta Apostolicae
Sedis (AAS)," yang merupakan catatan resmi dari dokumen dan keputusan Vatikan.
Ini membuat surat PF kepada uskup-uskup Buenos Aires merupakan tindakan
kepausan yang resmi – dan oleh karena itu sangat jelas sekali bahwa PF berusaha
mengubah ajaran Gereja dengan membiarkan orang-orang Katolik yang bercerai dan
menikah kembali untuk menerima Komuni (tanpa anjuran untuk menyesal dan
menerima Sakramen Tobat).
Namun, banyak uskup dari negara-negara lain, seperti Polandia misalnya,
telah mengeluarkan pedoman yang menegaskan kembali larangan Gereja untuk memberikan Komuni kepada orang yang bercerai
dan menikah lagi.
Bertentangan Dengan Ajaran Gereja
Sikap PF mengenai umat Katolik yang bercerai dan menikah kembali ini bertentangan
dengan Ajaran Gereja, yang jelas-jelas tidak mengijinkan umat Katolik yang
bercerai dan menikah lagi untuk menerima Ekaristi. Paus St.Yohanes Paulus II,
dalam paragraf 84 Familiaris Consortio,
menulis: "Gereja menegaskan praktiknya, yang didasarkan kepada Kitab Suci,
untuk tidak memberikan Komuni Ekaristi kepada umat yang bercerai dan menikah lagi",
kecuali mereka mau hidup bersama ‘tanpa berhubungan sebagai suami-istri’.
Kongregasi untuk Ajaran Iman, yang kemudian dipimpin oleh Kardinal Joseph
Ratzinger, dalam sebuah surat yang dikirim kepada para uskup pada tanggal 14
September 1994, dengan gigih mengajarkan: "Gereja menegaskan bahwa sebuah perkawinan
baru tidak dapat dianggap sah jika perkawinan sebelumnya adalah sah. Jika orang
yang bercerai itu menikah lagi secara sipil, maka mereka berada dalam situasi
yang secara obyektif bertentangan dengan hukum Tuhan. Akibatnya, mereka tidak
bisa menerima Komuni Kudus selama situasi ini masih berlanjut."
Uskup-Uskup Dan Para Teolog Yang Setia, Berbicara
Banyak uskup, imam dan konferensi wali gereja telah berbicara mengenai
masalah ini, dengan tegas mengingatkan umat beriman bahwa ajaran tradisional
Gereja tentang Ekaristi, Perkawinan, kebenaran moral yang mutlak, serta pertobatan,
adalah tetap tidak berubah, terlepas dari Amoris
Laetitia. Yang paling menonjol dari pernyataan publik ini adalah berupa Dubia yang disampaikan oleh empat orang kardinal,
yang secara terbuka meminta PF untuk menjawab lima pertanyaan "ya"
atau "tidak" pada masalah inti dari iman yang telah menjadi kacau
oleh karena Amoris Laetitia. Tetapi sampai
saat ini, PF telah menolak untuk menjawab Dubia tersebut.
Dalam sebuah tindakan atau gerakan yang belum pernah terjadi sebelumnya,
yang tidak pernah terlihat sejak Abad
Pertengahan, ada 79 orang klerus dan ilmuwan awam, yang berasal dari lebih dari
20 negara di seluruh dunia, telah mengeluarkan apa yang mereka sebut sebagai "Koreksi
Persaudaraan (koreksi filial)" kepada PF karena telah "menyebarkan kesesatan."
Koreksi ini disampaikan kepada PF di kediamannya, Santa Marta, pada tanggal 11
Agustus 2017. Koreksi Filial ini dalam bentuk surat sebanyak 25 halaman, memuat
tanda tangan dari tujuh puluh sembilan orang klerus, akademisi, teolog, dan
ilmuwan Katolik di berbagai bidang dari dua puluh negara. Mereka menegaskan
bahwa PF telah mendukung sikap yang sesat tentang pernikahan, kehidupan moral,
dan Ekaristi, yang menyebabkan munculnya serangkaian "kesesatan dan
kesalahan lainnya" yang menyebar ke seluruh Gereja Katolik.
Baru-baru ini, para teolog terkemuka Amerika Serikat dan Inggris telah
mengeluarkan teguran terbuka terhadap Paus, dan memintanya untuk
mengklarifikasi ajarannya. Pastor
Thomas G. Weinandy, OFM, Cap., mantan kepala Komite Uskup untuk Doktrin di Amerika
Serikat dan anggota Komisi Teologi Internasional Vatikan saat ini, mengatakan
bahwa PF telah menyebabkan "kebingungan kronis" melalui ajarannya
yang tidak jelas dan dengan menunjuk para imam/uskup/cardinal yang tingkah
lakunya "mengacaukan" umat beriman untuk menduduki jabatan strategis
di Vatikan. Dia mengatakan bahwa kepausan PF "telah memberi kesempatan
kepada orang-orang yang memiliki pandangan teologis dan pastoral yang berbahaya untuk memiliki kebebasan
dan kepercayaan diri untuk dikenal dan memamerkan keburukan yang sebelumnya mereka
sembunyikan," yang pada suatu saat nanti, harus diperbaiki.
Pastor Aidan Nichols, yang dikenal luas sebagai teolog terkemuka Inggris,
juga mengatakan bahwa anjuran PF Amoris
Laetitia telah menyebabkan situasi yang "sangat serius" didalam
Gereja Katolik. Pastor Nichols mengusulkan bahwa, mengingat pernyataan sesat
dari PF mengenai isu-isu termasuk perkawinan dan hukum moral, maka Gereja
memerlukan "sebuah prosedur untuk menegur dan memerintahkan seorang paus
yang mengajarkan kesesatan" (agar segera memperbaiki kesalahannya).
Bagaimana Tentang Sumpah Kesetiaan?
Apakah para imam dan uskup berkewajiban, karena sumpah setia mereka, untuk
mengikuti Paus bahkan jika Paus mengajarkan sebuah ajaran sesat yang sangat nyata?
Kita perlu mengingat bahwa Gereja yang mengajarkan bahwa Paus tidak dapat salah, hal ini hanya berlaku dalam keadaan tertentu
dan yang sangat terbatas, terutama didalam deklarasi ex-cathedra. Uskup
Athanasius Schneider secara terpaksa telah menjawab keprihatinan ini dalam
sebuah wawancara baru-baru ini.
"Sebagai orang Katolik," dia mengatakan, maka kita harus "tunduk,
(secara kanonik) kepada Paus, kepada Wakil Kristus, untuk menerima otoritasnya,
untuk menghormatinya, untuk mendoakannya, dan untuk memiliki kasih yang supernatural
kepadanya. "Tetapi,” dia menambahkan, "hal ini tidak berarti sebuah ketaatan
yang buta; tentu saja bukan karena kita tidak berada dalam kediktatoran."
Uskup Schneider merenungkan contoh St.Catherine dari Siena, yang diakui oleh
Gereja sebagai orang kudus dan Doktor Gereja. Sementara St.Catherine selalu memiliki
"rasa hormat yang sangat dalam kepada Paus serta rasa kasih yang mendalam kepadanya,"
namun dia telah "menulis beberapa surat kepada Paus dengan isi yang sangat
keras" dan dengan tepat St.Catherine menasihati paus, yang dia lakukannya
"dengan rasa kasih kepadanya."
"St.Catherine menulis sebuah surat kepada Paus (Gregorius XI), 'Bapa
Suci jika anda tidak mau bertobat, tolong turunlah segera!, lepaskan kepausan
anda. Saya menulis ini karena kasih saya kepada pribadi anda, demi keselamatan kekal
anda, dan demi Gereja.' " Surat ini dan sikap yang ada di baliknya,” kata
Schneider, "bukanlah bersikap atau bertujuan skismatik, dan sama sekali
tidak melawan Paus."
Tetaplah Didalam Kebenaran Kristus
Doa kita, adalah bahwa di dalam masa-masa yang sulit ini, di tengah "cobaan terbesar" atas Gereja mejelang Kedatangan
Kedua dari Tuhan kita, agar para imam
dan uskup kita selalu berada di dalam Kebenaran Kristus.
Silakan melihat artikel lainnya
disini : http://devosi-maria.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment