Volume
2 : Misteri Kerahiman Allah
Bab 53
Berbagai manfaat
Kemurahan hati kepada
orang yang meninggal mendapatkan ganjaran
St.Thomas Aquino,
adiknya dan Br. Romano
Imam Ponzoni dan Don
Alphonso Sanchez
Margaret Mary
Terberkati dan Bunda Greffier
Doktor Gereja yang suci ini, St.Thomas Aquino, sangat berdevosi kepada
jiwa-jiwa yang menderita di Api Penyucian, yang sering nampak kepadanya. Dan
kita bisa mengetahui hal itu dari kesaksian doktor itu sendiri.
Dia mempersembahkan kurban dan doa kepada Tuhan, terutama bagi jiwa-jiwa
yang meninggal yang telah dikenalnya atau yang dimintakan bantuan darinya.
Ketika dia menjadi Profesor Teologi di University of Paris, dia kehilangan
adiknya yang meninggal di Capua di biara St.Mary dimana adiknya itu menjadi Kepala
biara disitu. Setelah Thomas mendengar adiknya meninggal, dia membawa adiknya
itu didalam doanya kepada Tuhan dengan penuh semangat. Beberapa hari kemudian
adiknya nampak kepadanya, meminta dia agar mengasihaninya dan meningkatkan lagi
doa-doa permohonannya, karena dia sangat menderita sekali didalam nyala api
dari Api Penyucian. Thomas segera menyerahkan kepada adiknya segala kepuasan
dari pengadilan ilahi dengan sekuat tenaganya dan disertai dengan beberapa
permohonan dari para sahabatnya. Begitulah Thomas mendapatkan pembebasan dari
adiknya, yang datang kepadanya untuk menyampaikan berita gembira itu.
Beberapa waktu kemudian, setelah dia ditugaskan di Roma, jiwa dari adiknya
itu nampak kepadanya didalam kemuliaan dan kemenangan serta sukacita. Adiknya
itu mengatakan kepadanya bahwa doa-doa Thomas didengarkan dan dia dibebaskan
dari penderitaan dan akan segera menikmati istirahat kekal di dada Allah. Sudah
terbiasa dengan komunikasi adikodrati seperti ini, orang kudus itu tidak takut
untuk bertanya-tanya kepadanya, dan Thomas menanyakan keadaan dari dua
saudaranya yang lain, Arnold dan Landolph, yang telah meninggal beberapa waktu
sebelumnya. “Arnold sudah berada di Surga”, jawab jiwa itu, “dan disana dia
menikmati kemuliaan yang tinggi derajatnya karena dia telah membela Gereja dan
Bapa Suci terhadap agresi dari Kaisar Frederic. Sedangkan Landolph, dia masih
berada didalam Api Penyucian dimana dia harus banyak menderita dan sangat
membutuhkan banyak pertolongan. Mengenai dirimu sendiri, saudaraku yang terkasih,
sebuah tempat yang amat megah telah menunggumu di Surga, sebagai ganjaran atas
segala hal yang telah kau lakukan bagi Gereja. Segeralah kamu menyelesaikan
tugas yang sedang kau hadapi karena segera kamu akan bersatu dengan kami”.
Sejarah mengatakan kepada kita bahwa kenyataannya, dia segera meninggal
beberapa saat setelah peristiwa itu. Pada kesempatan yang lain, orang kudus
yang sama itu, ketika berdoa di Gereja St.Dominikus di Naples, melihat jiwa
dari Br.Romano yang bertugas di Paris menemui dirinya. Orang kudus itu semula
mengira bahwa Bruder itu baru datang dari Paris, karena dia belum tahu berita
kematiannya. Karena itu dia segera bangkit dan menyambutnya serta menanyakan
keadaan kesehatannya dan tujuan dari perjalanannya itu. “Aku tidak lagi berada
di dunia ini”, kata religius itu dengan tersenyum, “dan karena kerahiman Tuhan
maka aku mendapatkan kebahagiaan kekal. Aku datang kesini atas perintah dari
Tuhan kita untuk mendorongmu didalam segala usahamu itu”. “Aku berada dalam
keadaan rahmat ?”, tanya Thomas. “Ya, saudaraku yang terkasih, dan
karya-karyamu amat berkenan bagi Allah”. “Dan anda sendiri, apakah anda juga
pernah menderita didalam Api Penyucian ?”. “Ya, selama 14 hari, karena
ketidak-setiaanku, yang belum cukup kutebus di dunia dulu”.
Lalu Thomas yang pikirannya selalu dipenuhi oleh berbagai pertanyaaan
teologis, memiliki kesempatan untuk menembus kedalam misteri dari penglihatan
kebahagiaan. Namun dia dijawab dengan kutipan dari Injil Mazmur 47 –Sicut audivimus, sic vidimus in civitate Dei
nostri --- “seperti yang kita pelajari dengan iman, kita melihat dengan
mata kita kedalam kota dari Allah kita”. Dengan mengatakan kalimat ini,
penampakan itu menghilang, meninggalkan Doktor Gereja yang suci itu dengan
dipenuhi oleh kerinduan akan Kebaikan Kekal.
Pada abad 16, sebuah karunia yang sama namun lebih menakjubkan lagi,
diberikan kepada seorang yang berdevosi kepada jiwa-jiwa di Api Penyucian,
seorang sahabat karib dari St.Charles Borromeo, yang bernama Gratian Ponzoni
Venerabilis, Pastor dari Arona, yang sangat tertarik menyelidiki jiwa-jiwa yang
menderita itu disepanjang hidupnya. Selama terjadinya wabah sampar yang menelan
cukup banyak kurban di wilayah Milan, Ponzoni tidak lupa membagikan
Sakramen-sakramen kepada orang-orang yang terkena penyakit menular itu, dan dia
tidak ragu-ragu menjadi koster Gereja serta menguburkan orang-orang yang
meninggal karena penyakit itu. Karena rasa takut telah menguasai pikiran banyak
orang, maka tak ada orang disitu yang mau melakukan tugas itu. Dengan penuh
semangat dan kemurahan hati yang besar, dia telah menolong banyak orang yang
menjadi kurban wabah itu di Arona disaat-saat terakhir mereka, serta
menguburkan mereka di pekuburan dekat dengan Gerejanya, St.Mary. Pada suatu
hari, setelah selesai suatu ibadah sore, ketika dia berjalan melewati kuburan
bersama dengan Don Alphonso Sanchez yang saat itu menjadi gubernur Arona,
tiba-tiba dia berhenti, karena tertegun mengalami sebuah penglihatan yang luar
biasa. Dia takut kalau-kalau itu hanya tipuan saja, maka dia berpaling kearah
Sanchez dan bertanya :”Tuan, apakah anda melihat kejadian yang kusaksikan ini
?”. “Ya”, jawab gubernur itu, “aku melihat sebuah prosesi yang terdiri dari
orang-orang mati yang bergerak dari kuburan mereka dan menuju ke Gereja. Dan
aku meyakinkan bahwa sebelum anda berbicara tadi, aku tidak mempercayai mataku
sendiri”. Yakin akan kenyataan itu, imam itu menambahkan :”Mereka itu mungkin
adalah kurban dari wabah sampar, yang mau menunjukkan dirinya bahwa mereka
membutuhkan doa-doa kita”. Segera saja dia membunyikan lonceng-lonceng Gereja
dan mengundang seluruh umat paroki untuk berkumpul pada pagi berikutnya untuk
melakukan upacara yang meriah bagi orang-orang yang meninggal itu”.
Disini kita melihat ada dua orang yang cukup mampu membedakan antara
kenyataan dan ilusi, dan yang keduanya pada saat yang sama terkejut oleh
penampakan yang sama, menjadi ragu untuk memberikan kepercayaan kepada hal itu
hingga mereka diyakinkan bahwa mata mereka telah menyaksikan fenomena yang
sama. Tak ada halusinasi disini dan setiap orang yang bisa merasakan harus
mengakui realitas dari sebuah kejadian adikodrati yang dibuktikan oleh
kenyataan itu. Kita juga tidak boleh menyangsikan penampakan-penampakan seperti
itu yang berdasarkan kepada kesaksian dari St.Thomas Aquino, seperti yang
diceritakan diatas. Kita juga harus berhati-hati untuk terlalu mudah menolak
kenyataan lain dengan sifat yang sama, dari saat hal itu dibuktikan oleh
orang-orang yang diakui kesuciannya dan layak dipercaya. Kita haruslah berhati-hati,
tidak ragu-ragu, kita harus memiliki kehati-hatian Kristiani yang bersih dari
sifat mudah percaya dan dari kecongkakan, semangat kesombongan dengan mana
Yesus menegur para muridNya ‘Noli esse incredulus, sed fidelis’ Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan
percayalah (Yoh. 20:27).
Mgr. Languet, Uskup Soissons, menekankan hal yang sama dalam kaitannya
dengan peristiwa yang dia ceritakan didalam biografi Margaret Alacoque
Terberkati. Madame Billet, istri dari dokter rumah biara itu, biara Paray, dimana
Suster terberkati itu tinggal, telah meninggal dunia. Jiwa dari orang yang
meninggal itu nampak kepada hamba Allah itu dan meminta doa-doanya dan meminta
tolong untuk memperingatkan suaminya tentang dua peristiwa rahasia yang
menyangkut keselamatannya. Suster yang suci itu melaporkan apa yang terjadi
kepada Kepala biara, Bunda Greffier. Sr.Kepala ini menertawakan penglihatan itu
dan orang yang menceritakana hal itu kepadanya. Dia memaksa Margaret untuk
tutup mulut dan melarang dia untuk berbicara atau melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan peristiwa itu. “Religius yang rendah hati itu mematuhi
dengan sikap rendah hati. Dan dengan kerendahan hati pula dia menceritakan
kepada Bunda Greffier permintaan kedua yang dia terima dari orang yang
meninggal itu beberapa hari kemudian, namun Sr.Kepala itu bersikap sama, yaitu
menghinakan hal itu. Namun pada malam berikutnya Sr. Kepala sendiri tergugah
oleh sebuah suara yang menakutkan di kamarnya yang dia kira dia akan mati
karena ketakutan. Dia lalu mengumpulkan para Suster anggotanya, dan ketika
bantuan itu tiba, dia hampir pingsan. Ketika dia sudah siuman, dia menyesali
dirinya yang telah bersikaap tidak percaya seperti itu. Dan tidak ditunda-tunda
lagi dia mengatakan kepada dokter itu apa yang telah dinyatakan kepada
Sr.Margaret.
“Dokter itu mengenali peringatan itu sebagai berasal dari Allah, dan dia
memanfaatkan hal itu. Dan bagi Bunda Greffier sendiri, dengan belajar dari
pengalamannya, bahwa jika rasa curiga sudah menjadi kebijaksanaan, maka
terkadang kita salah untuk bersikap terus seperti itu, terutama ketika
kemuliaan Allah dan manfaat bagi tetangga kita diperhitungkan.