PARA GEMBALA BUKANLAH
ORANG UPAHAN
SUNDAY, APRIL
25, 2021
Selama kebaktian malam minggu lalu kami berdoa,
"Lindungilah kami dari serigala dan orang upahan." Sangat
menggembirakan untuk berdoa demi keselamatan dari orang upahan. Kita perlu
dilindungi dari mereka - bahkan mungkin lebih dari serigala. Bagaimanapun, serigala
yang asli agak jarang; sedangkan orang upahan berlimpah jumlahnya. Hanya ada
sedikit orang yang sejahat Thomas Cromwell, tetapi banyak orang yang sama
lemahnya dengan Richard Rich. Lebih jauh lagi, kelemahan, kepengecutan, dan
keserakahan orang upahan memberi serigala semua akses kepada kawanan domba.
Dalam istilah militer, orang upahan adalah "pengganda kekuatan"
serigala.
Hari ini adalah Minggu Gembala Yang Baik dan Hari Doa
Panggilan Sedunia. Dalam Injil (Yoh 10: 11-18) Tuhan kita membedakan gembala
dan orang upahan. Kontras itu membantu kita menyoroti persyaratan tertentu bagi
para gembala Gereja. Ia menetapkan semacam deskripsi pekerjaan - dan
pemeriksaan hati nurani – khusus untuk para imam.
Tugas pertama seorang gembala yang baik
adalah berkorban: "Seorang gembala yang baik bersedia memberikan nyawanya
untuk domba-dombanya." Sekarang, kita mungkin mendengar ayat itu hanya
sebagai pernyataan prinsip: Seorang
gembala yang baik harus menyerahkan nyawanya untuk domba-dombanya. Atau: Ketika di masa-masa sulit, dia harus
menyerahkan nyawanya. Semuanya benar, tetapi Tuhan memiliki arti yang lebih.
Maksud-Nya, gembala yang baik selayaknya
mau berkorban. Secara harfiah, dia bersedia "menyerahkan nyawanya untuk
domba-dombanya." Pengorbanan bukanlah sesuatu yang dilakukan oleh gembala
yang baik sesekali saja atau mungkin perlu dilakukan suatu hari nanti. Tetapi pengurbanan harus ada dalam tatanan
hidupnya, seperti di dalam kehidupan Kristus.
Jadi, gembala yang baik mestinya merangkul tindakan pengorbanan
yang berupa kemiskinan, kesucian, dan ketaatan demi kebaikan domba-dombanya.
Dia tidak membenci atau lari dari semua ketidak-nyamanan kecil, kejengkelan,
dan kekecewaan dalam kehidupan imamatnya. Karena dia mempersembahkan Korban dari
Gembala yang Baik, dia tahu bahwa hidupnya juga harus dibentuk dan diwarnai oleh
pengorbanan.
Sebaliknya, orang upahan "bekerja demi upah, dan tidak
mempedulikan dombanya." Dia marah dan menolak pada ketidaknyamanan kecil
dan pengorbanan yang diminta darinya, dan juga pada sifat ‘tidak dipedulikan dan
tersembunyi’ dari begitu banyak tugas imamat. Dia membenci beban ‘dipisahkan’
dan menolak disiplin kemiskinan, kesucian, dan kepatuhan. Dia ada di dalam
imamat demi keuntungannya sendiri, untuk diakui, dihargai, dan - tentu saja -
diberi kompensasi materi.
Kedua, gembala yang baik melindungi kawanannya. Kalau orang
upahan, melarikan diri. Jika dia melihat serigala datang, maka dia akan meninggalkan
domba-dombanya dan melarikan diri. Namun gembala akan tetap tinggal bersama
dombanya dan terus berjaga. Bagi gembala di ladang, hal ini berarti kewaspadaan
terhadap ancaman fisik dari hewan predator yang akan menangkap dan mencerai-beraikan
kawanannya. Bagi gembala di paroki, ini
berarti kewaspadaan terhadap ancaman spiritual dari kesalahan doktrinal yang
menuntun jiwa ke dalam begitu banyak kesedihan dan perpecahan.
Ketiga, seorang gembala selalu berusaha memenuhi
kebutuhan kawanannya. Perlindungan bukanlah tujuan itu sendiri. Itu melayani
kebaikan yang lebih tinggi dalam menyediakan kebutuhan dombanya. Seorang
gembala melindungi agar dia bisa mencukupi kawanan. Dia tahu bahwa kawanan
Kristus harus dipelihara dalam perjalanan ke rumah Bapa. Dan dia tahu apa yang membuatnya menjadi makanan yang benar – yaitu bahwa
doktrin, sakramen, dan liturgi Gereja benar-benar memelihara jiwa bagi kehidupan
kekal.
Image: Christ as the Good Shepherd by
Cornelis Engebrechtsz, c. 1510
[Museum
Boijmans Van Beuningen, Rotterdam]
Orang upahan, karena dia pastilah juga orang yang bersifat duniawi,
memberi sebagaimana dunia memberi. Ajaran dan liturgi-nya mengikuti jejak
dunia, memberi makanan dan hiburan yang mungkin memberikan dorongan sesaat,
tetapi pada akhirnya membuat kawanannya lapar.
Keempat, menurut teladan Tuhan kita, seorang gembala yang
baik mengenal domba-dombanya. "Aku adalah Gembala Yang Baik, dan Aku mengenal
milik-Ku dan milik-Ku mengenal Aku." Salah satu faktor yang membedakan
gembala jiwa dari orang upahan, atau administrator biasa, adalah hubungannya dengan umatnya. Kawanan domba
bukanlah klien atau konstituen. Mereka adalah anak-anak Tuhan yang dipercayakan
pada karya pastoralnya. Dia diutus kepada kawanan untuk berada dan tinggal di
antara mereka, untuk mengenal mereka, dan untuk berbagi harapan, suka, duka,
dan penderitaan dengan mereka.
Kelima, kemurahan hati. Gembala yang Baik sendiri
berbicara tentang kebebasan dan oleh karena itu juga tentang kemurahan hati
yang Dia gunakan untuk merawat kawanan-Nya: “Aku menyerahkan hidup-Ku untuk
mengambilnya kembali. Tak seorang pun yang bisa mengambilnya dari-Ku, tapi Aku meletakkannya
sendiri." Dia mengukur pekerjaan-Nya menurut kebutuhan domba, bukan
menurut kenyamanan-Nya sendiri. Santo Petrus, dengan mengingat kata-kata Tuhan
sendiri, menasihati sesama penatua, "Rawatlah kawanan domba Allah di
tengah-tengahmu, bukan dengan paksaan tetapi dengan sukarela, seperti yang
Tuhan inginkan, bukan untuk keuntungan yang memalukan tetapi dengan penuh
semangat." (1 Pt 5: 2).
Begitulah yang menyedihkan bagi orang upahan adalah bahwa dia
terjebak oleh keinginannya sendiri untuk mendapatkan kenyamanan, pengakuan, dan
keuntungan. Dia tidak dapat dengan bebas dan murah hati memberi, karena dia
hanya mencari keuntungan. Dia mengukur kerja kerasnya tidak sesuai dengan
kebutuhan kawanan, tetapi menurut berapa biaya yang dikeluarkannya. Dan
kurangnya kemurahan hati ini menyebabkan tidak adanya kegembiraan bagi semuanya.
Saya mengatakan bahwa daftar persyaratan ini merupakan pemeriksaan hati nurani bagi kami para imam. Untuk itu, saya juga memberi beberapa gagasan tentang bagaimana dan apa yang harus didoakan bagi para imam. Karena seorang gembala selalu dalam bahaya menjadi orang upahan. Itu adalah godaan yang terus-menerus ada - dilakukan dengan pengorbanan dan kerja keras, untuk mencari pemenuhan diri. Tanpa usaha keras yang disengaja maka seorang gembala pasti akan tunduk pada status orang upahan.
Karena itu berdoalah agar para imam mampu menahan godaan itu dan sebaliknya berusaha untuk berkorban dengan murah hati dalam melindungi dan memberi makan kepada kawanan yang dipercayakan kepada mereka.
----------------------------------------
Di
Bawah Kedok Covid, Vatikan Kini Semakin Rusak
Guru
Yoga Diundang Berbicara Pada Acara Konperensi Kepausan Tentang Kesehatan
Uskup
Agung Viganò: Takhta Suci Menjadikan Dirinya Hamba Dari Tata Dunia Baru
Gisella
Cardia 17, 21, 24 April 2021