Sunday, April 25, 2021

Para Gembala Bukanlah Orang Upahan

 

PARA GEMBALA BUKANLAH ORANG UPAHAN

oleh: Pastor Paul D. Scalia

 

https://www.thecatholicthing.org/2021/04/25/shepherds-not-hirelings/?utm_source=The+Catholic+Thing+Daily&utm_campaign=5d4fe9abc4-EMAIL_CAMPAIGN_2018_12_07_01_02_COPY_64&utm_medium=email&utm_term=0_769a14e16a-5d4fe9abc4-244061125

  

 

SUNDAY, APRIL 25, 2021

 

Selama kebaktian malam minggu lalu kami berdoa, "Lindungilah kami dari serigala dan orang upahan." Sangat menggembirakan untuk berdoa demi keselamatan dari orang upahan. Kita perlu dilindungi dari mereka - bahkan mungkin lebih dari serigala. Bagaimanapun, serigala yang asli agak jarang; sedangkan orang upahan berlimpah jumlahnya. Hanya ada sedikit orang yang sejahat Thomas Cromwell, tetapi banyak orang yang sama lemahnya dengan Richard Rich. Lebih jauh lagi, kelemahan, kepengecutan, dan keserakahan orang upahan memberi serigala semua akses kepada kawanan domba. Dalam istilah militer, orang upahan adalah "pengganda kekuatan" serigala.

 

Hari ini adalah Minggu Gembala Yang Baik dan Hari Doa Panggilan Sedunia. Dalam Injil (Yoh 10: 11-18) Tuhan kita membedakan gembala dan orang upahan. Kontras itu membantu kita menyoroti persyaratan tertentu bagi para gembala Gereja. Ia menetapkan semacam deskripsi pekerjaan - dan pemeriksaan hati nurani – khusus untuk para imam.

 

Tugas pertama seorang gembala yang baik adalah berkorban: "Seorang gembala yang baik bersedia memberikan nyawanya untuk domba-dombanya." Sekarang, kita mungkin mendengar ayat itu hanya sebagai pernyataan prinsip: Seorang gembala yang baik harus menyerahkan nyawanya untuk domba-dombanya. Atau: Ketika di masa-masa sulit, dia harus menyerahkan nyawanya. Semuanya benar, tetapi Tuhan memiliki arti yang lebih. Maksud-Nya, gembala yang baik selayaknya mau berkorban. Secara harfiah, dia bersedia "menyerahkan nyawanya untuk domba-dombanya." Pengorbanan bukanlah sesuatu yang dilakukan oleh gembala yang baik sesekali saja atau mungkin perlu dilakukan suatu hari nanti. Tetapi pengurbanan harus ada dalam tatanan hidupnya, seperti di dalam kehidupan Kristus.

 

Jadi, gembala yang baik mestinya merangkul tindakan pengorbanan yang berupa kemiskinan, kesucian, dan ketaatan demi kebaikan domba-dombanya. Dia tidak membenci atau lari dari semua ketidak-nyamanan kecil, kejengkelan, dan kekecewaan dalam kehidupan imamatnya. Karena dia mempersembahkan Korban dari Gembala yang Baik, dia tahu bahwa hidupnya juga harus dibentuk dan diwarnai oleh pengorbanan.

 

Sebaliknya, orang upahan "bekerja demi upah, dan tidak mempedulikan dombanya." Dia marah dan menolak pada ketidaknyamanan kecil dan pengorbanan yang diminta darinya, dan juga pada sifat ‘tidak dipedulikan dan tersembunyi’ dari begitu banyak tugas imamat. Dia membenci beban ‘dipisahkan’ dan menolak disiplin kemiskinan, kesucian, dan kepatuhan. Dia ada di dalam imamat demi keuntungannya sendiri, untuk diakui, dihargai, dan - tentu saja - diberi kompensasi materi.

 

Kedua, gembala yang baik melindungi kawanannya. Kalau orang upahan, melarikan diri. Jika dia melihat serigala datang, maka dia akan meninggalkan domba-dombanya dan melarikan diri. Namun gembala akan tetap tinggal bersama dombanya dan terus berjaga. Bagi gembala di ladang, hal ini berarti kewaspadaan terhadap ancaman fisik dari hewan predator yang akan menangkap dan mencerai-beraikan kawanannya. Bagi gembala di paroki, ini berarti kewaspadaan terhadap ancaman spiritual dari kesalahan doktrinal yang menuntun jiwa ke dalam begitu banyak kesedihan dan perpecahan.

 

Ketiga, seorang gembala selalu berusaha memenuhi kebutuhan kawanannya. Perlindungan bukanlah tujuan itu sendiri. Itu melayani kebaikan yang lebih tinggi dalam menyediakan kebutuhan dombanya. Seorang gembala melindungi agar dia bisa mencukupi kawanan. Dia tahu bahwa kawanan Kristus harus dipelihara dalam perjalanan ke rumah Bapa. Dan dia tahu apa yang membuatnya menjadi makanan yang benar – yaitu bahwa doktrin, sakramen, dan liturgi Gereja benar-benar memelihara jiwa bagi kehidupan kekal.

 

Image: Christ as the Good Shepherd by Cornelis Engebrechtsz, c. 1510

[Museum Boijmans Van Beuningen, Rotterdam]  

 

Orang upahan, karena dia pastilah juga orang yang bersifat duniawi, memberi sebagaimana dunia memberi. Ajaran dan liturgi-nya mengikuti jejak dunia, memberi makanan dan hiburan yang mungkin memberikan dorongan sesaat, tetapi pada akhirnya membuat kawanannya lapar.

 

Keempat, menurut teladan Tuhan kita, seorang gembala yang baik mengenal domba-dombanya. "Aku adalah Gembala Yang Baik, dan Aku mengenal milik-Ku dan milik-Ku mengenal Aku." Salah satu faktor yang membedakan gembala jiwa dari orang upahan, atau administrator biasa, adalah hubungannya dengan umatnya. Kawanan domba bukanlah klien atau konstituen. Mereka adalah anak-anak Tuhan yang dipercayakan pada karya pastoralnya. Dia diutus kepada kawanan untuk berada dan tinggal di antara mereka, untuk mengenal mereka, dan untuk berbagi harapan, suka, duka, dan penderitaan dengan mereka.

 

Kelima, kemurahan hati. Gembala yang Baik sendiri berbicara tentang kebebasan dan oleh karena itu juga tentang kemurahan hati yang Dia gunakan untuk merawat kawanan-Nya: “Aku menyerahkan hidup-Ku untuk mengambilnya kembali. Tak seorang pun yang bisa mengambilnya dari-Ku, tapi Aku meletakkannya sendiri." Dia mengukur pekerjaan-Nya menurut kebutuhan domba, bukan menurut kenyamanan-Nya sendiri. Santo Petrus, dengan mengingat kata-kata Tuhan sendiri, menasihati sesama penatua, "Rawatlah kawanan domba Allah di tengah-tengahmu, bukan dengan paksaan tetapi dengan sukarela, seperti yang Tuhan inginkan, bukan untuk keuntungan yang memalukan tetapi dengan penuh semangat." (1 Pt 5: 2).

 

Begitulah yang menyedihkan bagi orang upahan adalah bahwa dia terjebak oleh keinginannya sendiri untuk mendapatkan kenyamanan, pengakuan, dan keuntungan. Dia tidak dapat dengan bebas dan murah hati memberi, karena dia hanya mencari keuntungan. Dia mengukur kerja kerasnya tidak sesuai dengan kebutuhan kawanan, tetapi menurut berapa biaya yang dikeluarkannya. Dan kurangnya kemurahan hati ini menyebabkan tidak adanya kegembiraan bagi semuanya.

 

Saya mengatakan bahwa daftar persyaratan ini merupakan pemeriksaan hati nurani bagi kami para imam. Untuk itu, saya juga memberi beberapa gagasan tentang bagaimana dan apa yang harus didoakan bagi para imam. Karena seorang gembala selalu dalam bahaya menjadi orang upahan. Itu adalah godaan yang terus-menerus ada - dilakukan dengan pengorbanan dan kerja keras, untuk mencari pemenuhan diri. Tanpa usaha keras yang disengaja maka seorang gembala pasti akan tunduk pada status orang upahan. 

Karena itu berdoalah agar para imam mampu menahan godaan itu dan sebaliknya berusaha untuk berkorban dengan murah hati dalam melindungi dan memberi makan kepada kawanan yang dipercayakan kepada mereka. 

----------------------------------------

 

LDM, 18 April 2021

Di Bawah Kedok Covid, Vatikan Kini Semakin Rusak

Guru Yoga Diundang Berbicara Pada Acara Konperensi Kepausan Tentang Kesehatan

Uskup Agung Viganò: Takhta Suci Menjadikan Dirinya Hamba Dari Tata Dunia Baru

Katakombe Baru

Pedro Regis 5111 - 5115

Gisella Cardia 17, 21, 24 April 2021